Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Jangkrik Genggong dan Betapa Lekatnya Semarang dengan Banjir

Paula Gianita Primasari oleh Paula Gianita Primasari
8 Juli 2022
A A
Jangkrik Genggong, Lagu yang Bikin Semarang Tenar Karena Banjirnya Terminal Mojok

Jangkrik Genggong, Lagu yang Bikin Semarang Tenar Karena Banjirnya (Pixabay.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Semarang kaline banjir
Jo sumelang rak dipikir
Jangkrik upo sobo ning tonggo
Melumpat ning tengah jogan

Itulah sepenggal tembang berbahasa Jawa legendaris yang dilantunkan dengan apik oleh Ratu Keroncong, Waljinah. Walaupun liriknya menyematkan kata “Semarang” dalam salah satu baitnya, lagu yang terlahir dari tangan Andjar Any serta berjudul asli “Jangkrik Genggong” tersebut tidak mendeskripsikan apa pun tentang Kota Lumpia ini.

Makna dari karya seni itu sendiri justru sejatinya mengungkapkan kekecewaan seorang perempuan terhadap pasangannya lantaran telah dibohongi dalam urusan asmara, terutama masalah kesetiaan. Uniknya, meskipun mengusung cerita sedih, tidak ada potongan kata yang menye-menye menyayat hati ala lagu galau anak zaman sekarang. Sebaliknya, perasaan patah hati tersebut justru dibawakan dengan nada yang kenes sehingga mungkin membuat orang yang tidak paham bahasa Jawa salah menafsirkan “Jangkrik Genggong” sebagai lagu yang ceria.

Namun apa daya, berkat kekuatan lirik fenomenal yang begitu mengena, alih-alih pesan lara hati dalam lagu tersebut tersampaikan secara semestinya, malahan menyeret nama ibu kota Jawa Tengah ke dalam isu lingkungan, sosial, bahkan mungkin merembet ke ranah politik yang tak kunjung tuntas ditangani. Apalagi kalau bukan stigma tentang Semarang sebagai kota langganan banjir. Tentu saja, gelar Kota Banjir itu tidak mentereng sama sekali, apalagi buat kota sebesar Semarang. Kota yang semestinya cantik dan menyimpan banyak sekali potensi ini malahan dikenal publik sebagai kota rawan bencana.

Entah apa yang dipikirkan kreator lagu “Jangkrik Genggong” tersebut dengan menorehkan Semarang ke dalam ciptaannya yang berakibat menggeret nama Semarang ke dalam sebuah konotasi yang kurang sedap didengar. Pastinya, itu bukan sebuah mantera kutukan. Akan lebih logis bila maksud penulis lagu lama tersebut adalah sindiran satir untuk pemerintah dan masyarakat Kota Semarang yang dirasa kurang becus menangani masalah banjir selama berpuluh-puluh tahun. Namun, yang paling masuk akal adalah bahwa penempatan kata Semarang tersebut tak lebih dari penggenapan fonem layaknya bait sebuah pantun. Biar enak diucap dan didengar saja gitu.

Malangnya, efek yang ditimbulkan lirik lagu “Jangkrik Genggong” tidak sesederhana itu. Fakta bahwa persoalan banjir di Semarang memang sebuah problem yang kompleks tidak lantas membenarkan label miring tersebut terus melekat pada kota ini. Jika dibiarkan, rasanya seperti menormalisasi banjir sebagai hal yang wajar terjadi di Semarang. Ujungnya, jika hal ini dianggap lumrah, penanganan serius terhadap bahaya banjir tidak akan pernah terwujud.

Padahal sejak zaman penjajahan, Belanda bahkan sudah bisa memprediksi potensi banjir yang sangat mungkin timbul di kota yang terkenal dengan Lawang Sewu-nya itu. Hal ini dibuktikan dengan pembangunan Banjir Kanal Barat pada tahun 1892 dan Banjir Kanal Timur di tahun 1900 untuk menanggulangi bahaya banjir.

Mengapa Belanda mau serepot itu membangun Semarang kalau mereka tidak akan mendapatkan keuntungan darinya? Jelas, dari semula Belanda paham benar bahwa Semarang adalah Port of Java. Dengan kata lain, kota yang kini identik dengan kawasan tergenang air itu punya posisi strategis sebagai salah satu pintu utama perdagangan yang menjadi tonggak perekonomian.

Baca Juga:

Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

Nestapa Perantau di Kota Malang, Tiap Hari Cemas karena Banjir yang Kian Ganas

Bukankah mereka yang menguasai perekonomian akan menguasai dan mengendalikan segalanya? Nyatanya, peluang yang sangat gemilang ini seolah disia-siakan dengan masih rutinnya banjir menyambangi Kota Semarang. Bukan hanya banjir rob yang konon disebabkan oleh faktor alam, tetapi juga banjir bandang yang rajin bertandang manakala musim hujan datang,

Overshadowing julukan Kota Banjir terhadap sejumlah sisi baik Semarang juga turut merugikan bidang pariwisata. Seperti yang sudah diketahui orang-orang, beberapa gedung tua bersejarah peninggalan kolonialisme Belanda banyak ditemukan di Semarang, khususnya di kawasan Kota Lama.

Meski sekarang sudah lebih baik dari beberapa dasawarsa lalu, potensi Kota Lama sebagai destinasi wisata masih belum optimal. Volume air dengan tekanan yang besar secara terus menerus dalam jangka waktu lama bisa jadi akan merusak berbagai gedung eksentrik tersebut. Padahal, sangat mungkin kalau Semarang dijadikan sebagai tujuan wisata bersejarah berkelas yang dikenal turis mancanegara seperti Intramuros di Manila, Filipina.

Dampak lainnya terjadi pada pergeseran pembangunan. Sebelum tahun 2000-an, aktivitas warga setempat berpusat di Semarang bagian bawah. Bagi yang belum tahu, masyarakat biasa mengategorikan Semarang menjadi Semarang bawah dan Semarang atas karena perbedaan topografi yang cukup jelas. Semarang bawah misalnya meliputi daerah kawasan Kota Lama, pelabuhan, bandara, Tugu Muda, dan Simpang Lima. Dulunya, segala kegiatan perekonomian hingga pendidikan terdapat di Semarang bawah. Namun lambat laun, salah satunya karena faktor banjir, orang mulai memindahkan lokasi aktivitas mereka.

Perubahan paling mencolok terlihat sejak Undip—salah satu PTN paling bergengsi di Jawa Tengah— merambah daerah Tembalang untuk pembangunan kampusnya. Mulai dari situ, bak semut mengerubungi gula, banyak orang mulai membuka bisnis di kawasan Tembalang dengan bertumpu pada mahasiswa sebagai market mereka.

Apa yang terjadi selanjutnya? Seperti yang bisa diduga, banyak daerah perbukitan yang lantas disulap menjadi pemukiman. Artinya, daerah resapan air yang sebetulnya diperlukan untuk meminimalisir efek buruk banjir semakin berkurang. Belum lagi jika kemungkinan longsor terjadi. Efek domino, lingkaran setan. Entah bagaimana memutusnya.

Sebagai orang awam yang kerjaannya cuma bisa nyinyir dan tidak mendalami ilmu tata kota, sudah pasti saya juga nggak punya solusi jitu untuk memulihkan nama baik Semarang di mata khalayak, khususnya mereka yang mengurungkan niat mampir ke Kota Atlas karena takut terjebak banjir. Apakah masyarakat Kota Semarang harus rajin meromantisasi kotanya agar pelan-pelan julukan Kota Banjir seperti yang lekat dalam lirik lagu “Jangkrik Genggong” bisa luntur dan berganti nama menjadi lebih indah? Atau malah sebaiknya mempopulerkan gelar Semarang sebagai Venetia van Java alias Venesia dari Jawa agar pemaknaan banjir yang awalnya buruk menjadi lebih elegan?

Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 5 Fakta Keliru Terkait Semarang yang Telanjur Dipercaya Banyak Orang.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 8 Juli 2022 oleh

Tags: banjirJangkrik GenggongSemarang
Paula Gianita Primasari

Paula Gianita Primasari

Mahasiswa doktoral UNDIP jurusan Manajemen Pemasaran asal Semarang.

ArtikelTerkait

Bepergian di Palembang Cuma Bikin Emosi: Bukan karena Jarak yang Jauh, tapi karena Macet!

3 Masalah Besar yang Tidak Kunjung Terselesaikan dan Menggerogoti Palembang

29 Januari 2025
Semarang Nggak Cocok Jadi Tempat Pensiun, Kota Ini Semakin Sibuk dan Sesak Menyerupai Jakarta Mojok.co

Semarang Nggak Cocok Jadi Tempat Pensiun, Kota Ini Semakin Sibuk dan Sesak Menyerupai Jakarta

13 Februari 2024
Tembalang Atas, Daerah di Semarang yang Aktif Mengikuti Kalender Akademik: UNDIP Libur, Tembalang Ikutan "Libur"!

Tembalang Atas, Daerah di Semarang yang Aktif Mengikuti Kalender Akademik: UNDIP Libur, Tembalang Ikutan “Libur”!

7 Maret 2024
Bukan Buangan dari UNDIP: Kami Mahasiswa UNNES, Bukan Barang Retur! kampus di semarang

7 Kampus di Semarang Ini Bikin Kalian Yakin bahwa Semarang Adalah Tempat Terbaik untuk Menimba Ilmu

4 Oktober 2025
Kasta Kereta Api Kediri-Semarang, KA Majapahit Masih Jadi Juaranya

Kasta Kereta Api Kediri-Semarang, KA Majapahit Masih Jadi Juaranya

4 September 2025
Semarang Layak Diperhitungkan Jadi Kota Tujuan Belajar, Tak Kalah dari Jogja tembalang, banyumanik

Semarang Itu Luas, tetapi yang Enak Ditinggali Cuma Banyumanik dan Tembalang, Lainnya Tidak!  

11 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Panduan Bertahan Hidup Warga Lokal Jogja agar Tetap Waras dari Invasi 7 Juta Wisatawan

Panduan Bertahan Hidup Warga Lokal Jogja agar Tetap Waras dari Invasi 7 Juta Wisatawan

27 Desember 2025
5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

22 Desember 2025
Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

22 Desember 2025
Kuliah Bukan Perlombaan Lulus Tepat Waktu, Universitas Terbuka (UT) Justru Mengajarkan Saya Lulus Tepat Tujuan

Kuliah Bukan Perlombaan Lulus Tepat Waktu, Universitas Terbuka (UT) Justru Mengajarkan Saya Lulus Tepat Tujuan

24 Desember 2025
Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

25 Desember 2025
Perlintasan Kereta Pasar Minggu-Condet Jadi Jalur Neraka Akibat Pengendara Lawan Arah

Perlintasan Kereta Pasar Minggu-Condet Jadi Jalur Neraka Akibat Pengendara Lawan Arah

24 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.