Akhir-akhir ini, Instagram saya baik story maupun feed, dipenuhi dengan berbagai ads atau iklan penawaran hampers Lebaran. Sebenarnya ini akibat ulah saya sendiri. Saya mencari keyword hampers pada Instagram dan Google, otomatis algoritmanya mencatat kebutuhan saya itu, dan mulai mencekoki saya dengan berbagai penawaran hampers Lebaran.
Hampers sendiri, dari bahasanya saja sudah bukan bahasa Indonesia. Diambil dari bahasa Inggris yang artinya keranjang, juga memiliki arti lain yaitu menghalangi. Hampers lebih dikenal sebagai parsel kalau di Indonesia, yaitu hadiah yang kita berikan kepada kerabat dalam momen perayaan tertentu, seperti Lebaran, Natal, Imlek, dan lain-lain.
Menjelang Lebaran kali ini, seperti tahun-tahun sebelumnya, banyak influencer maupun selebritis membagikan hampers yang mereka terima dari kerabat. Mulai dari kue kering, makanan utama, sajadah, perlengkapan makan, dan lain-lain. Semuanya cantik dan bikin masyarakat kelas biasa jadi ingin ikut-ikutan tren berkirim hampers.
Saya pribadi, baru merasakan tradisi berkirim hampers Lebaran sejak dua tahun terakhir, tepat setelah saya bekerja di kawasan Sudirman. Sebelumnya, saat saya bekerja di pabrik, tradisi berkirim hampers tak pernah ada. Orang-orang di pinggiran kota tidak mengenal hampers. Kalaupun ada, biasanya ditujukan untuk perusahaan bukan orang per orang.
Kisah jadi berbeda setelah saya ngantor di Sudirman, saya jadi kenal dengan orang-orang yang DNA-nya tuh, Jakarta banget. Gaul gitu. Nah, mereka ini gaya hidupnya beda tipis deh sama selebgram dan influencer, jadi ikut-ikutan juga berkirim hampers.
Tahun ini, saya bersyukur karena tidak menerima hampers sebanyak tahun lalu. Hanya ada satu hampers dari mantan bos saya dulu. Dan saya pun membalas hampers kirimannya. Inilah bagian yang paling tidak saya sukai dari tradisi berkirim hampers, yaitu membalas. Memang sih, pengirim hampers tidak meminta kita untuk membalas. Ini murni ingin berbagi di momen Lebaran. Namun, sebagai masyarakat Indonesia yang tahu adat, kita jadi punya tendensi untuk kembali membalas kebaikan orang, yaitu dengan mengirimkannya hampers.
Yang membuat repot adalah, kalau orang yang mau kita kirimkan hampers ini bukan orang sembarangan. Bisa jadi bos di kantor atau kolega bisnis. Berbeda dengan hampers untuk keluarga ART di rumah, sekaleng biskuit Khong Guan sudah bikin mereka senang bukan kepalang. Tapi tidak mungkin mengirim biskuit Khong Guan untuk bos di kantor. Kita tahu dia punya selera dan berkelas. Alhasil, karyawan kelas coro macam saya jadi harus mengalokasikan uang tersendiri untuk beli hampers berkualitas.
Semakin sial karena harga hampers yang lucu dan imut di Instagram itu benar-benar mahal. Kadang isinya ya nggak penting gitu. Misalnya sabun sama sendok kayu, tapi sabunnya organik. Harganya 300 ribu, sudah sama koper elegan. Saya mikir, itu beli koper apa beli sabun sih, sebenarnya?
Buat orang-orang kelas atas, saking banyaknya hampers yang mereka terima, kadang sama mereka ya dikasih lagi ke orang lain, atau bahkan terbuang sia-sia. Apalagi makanan cepat basi, sudahlah jumlahnya banyak, kapasitas kulkas tidak memadai. Akhirnya hampers-hampers yang tidak bermakna jadi terbuang. Padahal buat karyawan coro kaya saya, untuk membeli hampers berkelas harus mengalokasikan dana khusus. Eh, sama penerimanya malah disia-siakan. Who knows gitu, loh? secara mereka menerima banyak sekali kiriman.
Maka dari itu, kalau kamu tidak menerima hampers sama sekali di Lebaran kali ini, bersyukurlah. Bukan berarti tidak ada orang yang sayang dan perhatian denganmu. Toh, teman-temanmu tetap baik padamu, mereka bukan orang gaul dan kaya saja. Makanya mereka tidak mengirimkanmu hampers.
Lagipula, dengan tidak mendapat hampers Lebaran, kamu tidak perlu membalas hampers kiriman orang. Kamu jadi bisa menggunakan uangmu untuk memberi hampers pada dirimu sendiri. Saya lebih suka melakukan ini. Saya akan pilih kue yang paling saya suka, cookies yang paling saya suka, dan peralatan rumah yang paling saya butuhkan, sebagai hampers Lebaran untuk diri saya sendiri. Ini jauh lebih baik daripada menerima hampers orang lain, yang mungkin saja kurang sesuai dengan selera dan kebutuhanmu.
Terakhir, kalau memang kamu ingin mengirim hampers, kirimlah untuk mereka yang kira-kira tak pernah mendapat kiriman hampers. Misalnya, keluarga ART-mu di kampung, Pak Satpam kompleks, anak-anak pak sopir, petugas kebersihan, dan lain-lain. Hampers Lebaran menjadi sesuatu yang spesial buat mereka, dan memilihkannya pun mudah. Kamu tidak perlu beli sabun organik atau cookies vegan gluten free. Buat mereka, hampers berisi bahan sembako sudah terasa mewah dan sangat bermakna.
Mereka juga tidak akan membalas hampers kamu, tapi ucapan terima kasih dan raut wajah yang gembira dari anak-anak keluarga mereka, sudah lebih dari nilai hampers yang kamu berikan. Cobalah, kamu pasti bahagia melakukannya.
BACA JUGA Kok Bisa Ya Orang-Orang Dapat Hampers? dan tulisan Shiva Vinneza lainnya.