Media sosial saat ini berkembang seperti jamur di tengah musim hujan. Banyak sekali jenis media sosial. Bayangkan saja, 1 orang di Indonesia memiliki paling tidak 1 media sosial atau bahkan 1 orang bisa memiliki 3 media sosial sekaligus. Contoh yang paling lumrah adalah Facebook, Instagram, dan Twitter. Dulu ketika kita berkenalan dengan orang baru yang akan ditanya paling nama, sekolah di mana atau kerja di mana. Tapi kalau jaman sekarang, pasti ditambah pertanyaan ‘akun ig-nya apa?’—iya kan, sob? Hal ini berbanding lurus dengan menjamurnya para pembuat konten yang memenuhi ruang-ruang media sosial.
Semakin berkembangnya media sosial, ternyata secara tidak kita sadari mengubah pola pikir dan sikap kita di keseharian juga kan. Bukan hal yang aneh lagi, saat kita kumpul dengan teman-teman kita sibuk cekrak-cekrek demi feed Instagram ataupun ngevlog buat konten YouTube. Ini sudah jadi kewajaran, bukan? Inilah dunia kaum milenial, di mana slogan ‘sandang, pangan, papan, dan wifian’ dijunjung tinggi.
Berbagai hal menarik di media sosial membuat ide-ide kreatif kaum milenial lebih terasah untuk menyandang gelar ‘viral’. Seru kan saat foto kita dapat banyak like atau komen-komen yang membuat kita serasa udah kaya Isyana Sarasvati.
Tapi parahnya sekarang gimana kalau demi viral rela melakukan hal-hal yang di luar norma? Misalnya berita yang sempat viral jaman baheula, ada seorang wanita yang belanja nggak pakai celana, public figure yang menurut kabar burung seorang waria, artis-artis yang pacaran terlalu berlebihan atau foto-foto di zebra cross yang lagi lampu merah dan udah serasa jalan milik mereka sendiri. Dikiranya lagi buat cover album The Beatles kali.
Baru-baru ini ada juga berita viral seorang public figure yang—jujur aku nggak terlalu tahu itu siapa—bilang bahwa dia habis ‘ditiduri’ oleh salah satu YouTuber terkenal karena dijanjikan bakal collab di YouTube-nya. Sebagai seorang perempuan, aku bertanya-tanya apakah harga diri hanya sebatas konten YouTube?
Berita semacam ini muncul di mana-mana, di akun medsos bahkan beranda-beranda YouTube kita. Entah kenapa hal-hal seperti itu jadi viral dan dikonsumsi oleh masyarakat luas tanpa batasan umur. Banyak yang menganggap hal ini wajar—toh dia artis, toh dia gini, toh bukan urusan saya. Hal-hal seperti ini juga jadi toleransi yang dianggap biasa.
Wis, itu urusan mereka to? Memang kita tak berhak untuk melarang mereka yang ingin viral dengan cara seperti itu, tapi hal ini menggelitik saya. Ayolah, kenapa konten seperti itu bisa viral?
Jawabannya karena kita yang membuatnya viral.
Masyarakat kita cenderung menikmati dan kepo tentang hal yang viral. Saya simpulkan sedikit deh kenapa konten semacam itu bisa viral.
- Kurangnya konten yang mendidik
Mungkin banyak di luar sana, milenial dengan ide-ide yang inovatif dan kreatif yang mauuu banget buat konten yang mendidik tapi sayangnya perjalanannya lebih berliku-liku. Misal, untuk konten pelajaran sekolah aja pasti sulit untuk berkembang pesat karena rata-rata netizen kita nggak terlalu suka belajar, kan?—ya samalah kaya saya yhaaa~
- Netizen yang terlalu kepo
Perhatikan deh, netizen-netizen yang budiman jaman sekarang terlalu kepo dengan urusan orang lain. Misalnya ada satu aja yang aneh a.k.a layak dihujat. Setiap hari dicari-cari beritanya, setiap hari di stalking medsosnya. Walaupun para netizen berpikir ‘ih kok gini’, ‘ih ngerusak nih’, ‘wah ga bener nih’ tapi jika beritanya dicari tiap hari. Bukankan itu yang membuatnya jadi trending topic?
- Kayanya netizen kurang kerjaan
Negara kita memang punya jumlah penduduk terbesar ke 3 di dunia. Tak heran jika banyak penduduk yang kurang kerjaan. Jadi lebih sibuk di dunia maya daripada dunia nyata. Jika para netizen lebih sibuk berkreasi dibidangnya masing-masing tentu saja waktunya akan minim dengan berita unfaedah ini.
- Update = punya bahan obrolan
Sebenarnya konten yang unfaedah ini banyak dibaca dan ditonton oleh netizen yang sekedar ‘latah’. Demi punya bahan obrolan kalau lagi ketemu teman-teman banyak netizen yang mesti update. Supaya pas ketemu dan ngobrol bisa sama-sama ngehujat bareng. Sadar atau tidak, netizen kita punya mental ghibah luar biasa. No hari tanpa ghibah.
Akhir kata dari tulisan saya yang absurd ini cuma mau mengajak para netizen untuk yok sama-sama mengurangi keviralan konten-konten unfaedah ini. Kepedulian kita terhadap media sosial penting loh demi masa depan anak-anak kita. Yuk kurangi kepo hal yang unfaedah dan mulailah cintai konten-konten yang dapat membuat kita berkembang. Jika dunia makin nggak bermoral, coba tanyakan dengan diri kita apakah yang kita lihat sudah benar? Karena kelakuanmu berdasarkan apa yang kamu lihat.
Think again, yhaaa~ (*)
BACA JUGA Tidak Penasaran dengan Cerita Horor KKN Desa Penari Indikasi Seseorang Ber-IQ Tinggi: Benarkah? atau tulisan Vina Oktaria lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.