Jalan Tunjungan Surabaya Memang Enak buat Nongkrong, tapi Sayang Kurang Toilet dan Musala!

Jalan Tunjungan, Ikon Kota Surabaya yang Semakin Tidak Ramah Wisatawan

Jalan Tunjungan, Ikon Kota Surabaya yang Semakin Tidak Ramah Wisatawan (Pemkot Surabaya via Wikimedia Commons)

Setiap kali membicarakan Surabaya, rasanya nggak lengkap kalau nggak ngomongin Jalan Tunjungan. Jalan Tunjungan Surabaya memang salah satu destinasi wisata (demikian yang saya pahami) yang cukup terkenal di Surabaya. Yah, meski saya tahu dia tidak sekondang Kota Tua Surabaya dan Kebun Binatang Surabaya setidaknya adanya Jalan Tunjungan bisa meramaikan khazanah perwisataan Kota Pahlawan ini.

Jalan Tunjungan sendiri memang populer di kalangan muda-mudi sebab jalan ini memang didesain sebagai pusatnya kreativitas. Mulai dari kafe, seni, hingga usaha kecil semuanya ada di sini. Tempat ini juga oke banget untuk sekedar bengong dan melepas stress karena ramah pejalan kaki dan banyak kursi tersedia di sepanjang trotar.

Sayangnya, untuk tempat wisata selevel Jalan Tunjungan, kok bisa lho kekurangan toilet dan musala, fasilitas umum paling krusial.

Meningkatnya popularitas Jalan Tunjungan

Semenjak Jalan Tunjungan diresmikan pada tahun 2021 oleh Eri Cahyadi, daerah yang dulu sepi dan nggak menarik ini sekarang berubah total. Eri Cahyadi telah sukses merealisasikan lagu “Rek ayo rek, mlaku-mlaku nang Tunjugan” dengan menyulapnya menjadi sebuah tempat wisata.

Sontak saja, para pengusaha berlomba-lomba untuk mencari peruntungan di sana. Apalagi daerahnya yang bisa dibilang strategis karena dekat sekolah, hotel, dan gedung perkantoran tentu dapat memperbesar peluang untuk laris. Mulanya, hanya ada segelintir kafe, tapi setelah pandemi mereda bisnis-bisnis lain pun turut serta mencoba peruntungannya.

Kini, wisata di pusat kota ini sudah punya Pasar Kita-Kita atau yang dikenal dengan Pasar Tunjungan yang berisi berbagai macam stan makanan hingga hiburan seperti Rumah Hantu Tunjungan. Kafe semakin merajalela, bahkan kafe-kafe populer asal Jakarta dan Bandung juga turut hadir menyapa warga Kota Pahlawan. Bangku-bangku taman yang melimpah, pepohonan dan tanaman, serta lampu APILL untuk menyeberang juga disediakan untuk kenyamanan para pengunjung.

Photobooth, minimarket, restoran, hingga wisata sejarah Kampung Ketandan juga menjadikan jalanan ini tidak hanya cocok untuk anak muda, tapi juga yang sudah berkeluarga. Yah, meski nggak lebih bagus dari Kayutangan Malang, seenggaknya Jalan Tunjungan sudah lebih dari cukup untuk jadi tempat hiburan.

Tempat wisata kok nggak punya toilet gratis dan musala?

Beberapa waktu lalu saya terdorong untuk jalan-jalan sebentar ke Jalan Tunjungan Surabaya di siang bolong. Selain karena ingin jajan, saya juga hendak melepas stress sejenak dengan jalan-jalan dan baca buku. Kebetulan saat itu saya yang lagi duduk-duduk sambil baca buku di salah satu bangku. Lalu, saya mendengar seorang ibu-ibu yang hendak ke Pasar Tunjungan bertanya keberadaan musala ke penjaga parkir. “Ada di lantai 2, tapi wudhunya di bawah,” begitu katanya. Namun, wajah ibu-ibu tersebut tampak tidak puas.

Saya paham maksud ibu tersebut. Di Pasar Tunjungan yang sama sekali tidak dipugar itu, memang agak ngeri kalau salat di lantai 2. Mana tempat wudunya jauh dan toiletnya bayar pula!

Memang, kalau boleh jujur kelemahan Jalan Tunjungan Surabaya ini adalah ketiadaan toilet resmi dan musala. Sebetulnya, untuk tempat salat sendiri kita bisa numpang masjidnya warga kampung. Namun, perjalanan ke masjid cukup lumayan dan masih harus melalui gang sempit. Di beberapa kafe memang ada musalanya, tapi ya setidaknya kita harus beli sesuatu dulu biar pantas.

Bahkan, saking sulitnya BSI Maslahat sampai pernah menyediakan Mobil Mushola pada Ramadan lalu. Begitupun dengan toilet, kita harus bondho duit hanya untuk sekadar buang hajat. Padahal, kehadiran 2 fasilitas itu mutlak harus ada di setiap tempat wisata. Apalagi ini diresmikan oleh pemerintah sendiri, masa iya nggak ada sama sekali? Kalau begini adanya, tempat wisata ini berarti nggak ramah untuk pengunjung yang bokek tapi mau refreshing dong.

Yah, semoga pemerintah Surabaya segera menyadari hal ini dan membangun fasilitasnya. Yang namanya fasilitas umum, tetap harus ada dan dirawat sebagaimana mestinya. Jadi, kapan?

Penulis: Bella Yuninda Putri
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Jalan Tunjungan, Ikon Kota Surabaya yang Semakin Tidak Ramah Wisatawan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version