Yang Fana Itu Waktu, Jalan Rusak di Klaten Abadi

Yang Fana Itu Waktu, Jalan Rusak di Klaten Abadi

Yang Fana Itu Waktu, Jalan Rusak di Klaten Abadi (Dokumentasi pribadi)

Jalan rusak di Klaten jadi masalah yang tak terlihat akan segera selesai

Saya punya love-hate relationship dengan Klaten. Cinta karena kota ini memberi banyak hal bagi saya: inspirasi, pelajaran hidup, dan teman hidup. Istri saya berdarah Klaten, ibunya sih yang asli sana. Anggap aja begitu lah ya. Dan hal-hal tersebut, membuat saya punya ikatan khusus dengan kota ini.

Tapi saya juga bete betul dengan kota ini gara-gara satu hal: jalan yang konsisten remuk.

Percayalah, kalau Sapardi lewat Bayat, kalimat “yang fana adalah waktu. Kita abadi” akan berganti jadi “yang fana adalah waktu. Jalan Klaten rusak abadi”. Saya ingin mengusulkan ke pabrikan-pabrikan motor yang ada, agar mereka menguji produk mereka di jalanan Klaten. Biar tahu, seberapa tahan produk mereka dihajar kahanan, eh, jalanan Klaten.

Saya nggak berlebihan. Siapa saja yang sudah pernah melewati Jalan Cawas-Bayat, pasti akan setuju dengan saya. Meski sudah dilakukan perbaikan (untuk ini, saya harus mengapresiasi), tapi mendekati Stasiun Srowot (daerah Jembatan Mundu ke Stasiun) jalannya remuk betul. Dan selama 12 tahun ini, kualitas jalanan tak pernah membaik secara signifikan.

Perbaikan yang menyedihkan

Kalau ditanya siapa yang bertanggung jawab, saya nggak tahu. Banyak jalan yang “kepemilikannya” nggak jelas. Entah milik provinsi, kabupaten, atau dinas terkait. Tapi yang jelas, pihak yang “memiliki” jalan itu perlu dipertanyakan kinerjanya. Sebab, jalan-jalan yang ada jarang sekali diperbaiki. Andaikan diperbaiki, seringnya asal-asalan. Entah ditambal dengan aspal yang justru bikin jalan nggak rata, atau bahkan disemen doang, yang jelas bakal hancur dilewati kendaraan dalam sehari.

Beberapa waktu ini bahkan saya melihat beberapa orang memperbaiki jalan dengan tanah doang. Jadi lubang-lubangnya “ditambal” dengan tanah dari sawah sekitar. Sedih sendiri aku lihatnya.

Agar kalian paham kek mana rusaknya jalan di Klaten, saya beri fotonya. Jalan ini antara POM dan Jembatan Mundu.

Jalan berlubang dan menggenang (Dokumentasi pribadi)

Jalan ini sudah rusak (seingat saya) lebih dari sebulan. Bahkan sempat banjir parah yang bikin jalan hampir tak bisa dilewati. Musim hujan yang menggila tak membantu sama sekali. Pelan-pelan susah, ngebut makin susah.

Potensi Klaten yang jadi sia-sia

Klaten ini potensial, banget. Punya umbul yang buanyak banget, banyak sawah, dan yang paling utama adalah kota ini strategis. Kota ini dilewati oleh orang-orang dari beberapa daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kota ini terletak di antara Jogja dan Solo, yang menjadikan kota ini punya opsi yang begitu banyak untuk warganya. Misal mau kuliah, mau ke Solo atau Jogja nggak begitu jauh karena ya diapit keduanya. Misal memilih kuliah di UGM, ya nggak jauh. Mau kuliah di UMS, ya nggak jauh juga. Enak, lah.

Tapi, rasa-rasanya, potensi itu bisa jadi percuma karena aksesnya yang susah alias jalannya jelek. Infrastruktur yang memadai itu penting buanget untuk kemajuan ekonomi kota. Jadi kadang saya heran, kok ya bisa abai dengan keadaan jalan. Padahal kalau bagus, yang untung ya kotanya kan?

Tapi, apa sebenarnya penyebab jalan rusak di Klaten, selain kualitas jalan yang ya-begitulah-deh?

Karakteristik tanah dan perawatan yang ala kadarnya

Penyebab jalan Klaten rusak

Beberapa waktu lalu, ada kabar bahwa truk proyek jalan tol Jogja bikin beberapa jalan di Klaten hancur. Masalahnya, jalan rusak jauh sebelum proyek ini jalan. Faktor ini mungkin valid, tapi nggak bisa jadi faktor utama.

Saya juga sempat berdiskusi dengan banyak orang yang sekiranya paham dengan hal beginian. Rusaknya jalan di Klaten sebenarnya tak melulu karena ketidakbecusan pihak yang berwenang. Katanya, karakteristik tanah di Klaten memang bikin pembangunan jalan lebih menantang. Kebanyakan jalan rusak di Klaten terletak di daerah persawahan (kiri-kanannya sawah maksudnya).

Tapi bukan berarti jalan di daerah seperti itu nggak bisa dibikin bagus. Susah kan bukan berarti nggak bisa. Kalau ini, dah tahu siapa yang salah kan?

Terlebih pada beberapa titik, jalan rusaknya terlihat dibiarkan saja. Misal, di beberapa tikungan yang saya lewati, kerusakannya dibiarkan dalam waktu lama. Bayangkan tikungan berlubang, bahaya banget lho itu.

Kerusakan yang diabaikan

Kadang saya heran, kenapa penanganan jalan rusak itu kerap lambat. Ini nggak hanya di Klaten saja, daerah lain juga begitu. Padahal jalan yang bagus itu mempermudah rakyat, yang jika kita mau tarik efek jangka panjangnya, bakal berimbas ke ekonomi yang lebih baik. Yang jelas sih, nggak berpotensi bikin celaka aja. Bayangin aja kalau motor/mobil kena lubang terus limbung.

Saya yakin bakal ada yang bilang “jalan mulus bikin orang-orang ngebut!!11!”. Orang begini mah baiknya emang dimasukin mesin waktu, dilemparin ke masa berburu dan meramu.

Maksud saya tuh begini. Misal jalannya mulus, kan orang-orang pada seneng. Kendaraannya nggak rusak, perjalanan mereka lancar, usaha jadi makin cuan. Rakyat-rakyat yang bahagia kan jadi makin percaya dengan penguasa. Bisa jadi kalau mau maju lagi periode entah mbuh ke berapa, bakal terpilih lagi. Enak kan?

Hilang harapan

Melihat yang sudah-sudah, harapan saya akan jalan Klaten yang lebih baik harus saya pendam. Misal diperbaiki pun, akan hancur karena katanya jalan-jalan di Klaten banyak truk proyek tol Jogja. Bisa saja berharap jalan akan diperbaiki total dengan digarap lebih serius, tapi, sekali lagi, melihat yang sudah-sudah, kayaknya ekspektasi harus dipasang serendah mungkin.

Kalau mau berpikiran positif, mungkin jalan rusak di Klaten bikin para pengendara bisa menikmati pemandangan sawah Klaten yang begitu indah. Agar kita mengapresiasi para petani yang nasibnya dihajar oleh impor beras. Tapi, rasa-rasanya susah juga menikmati keindahan sawah kalau ujung-ujungnya velg motor rusak karena menghajar lubang yang begitu banyak.

Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Hidup Itu Fana, yang Abadi Adalah Jalan Rusak di Indonesia

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version