Jalan Pancasila Kota Tegal seharusnya berbenah diri agar pengunjung semakin nyaman dan aman.
Beberapa bulan yang lalu, saya dan kawan-kawan berkunjung ke salah satu kota yang berada di pesisir utara Jawa. Ya, Kota Tegal namanya. Sebenarnya, saya tidak memiliki niatan untuk berkunjung ke kota itu. Namun, atas rekomendasi beberapa kawan dan sedikit paksaan, saya pun mengiyakan ajakan tersebut. Namanya aja sopir, tidak ada kata lain selain nurut. Kami tiba di Alun-Alun Tegal sekitar pukul 19.15 malam. Setelah memarkirkan mobil, saya dan kawan-kawan beranjak untuk melaksanakan salat isya terlebih dahulu.
Sembari menunggu kawan yang belum selesai salat, saya putuskan untuk duduk di tepi Alun-alun Kota Tegal atau tepat di seberang Masjid Agung. Awalnya, saya hendak menuju area tengah alun-alun. Namun, rencana saya pupus lantaran pengunjung tidak diperbolehkan untuk memasuki area tengah alun-alun. Setelah memandangi lalu-lalang di depan Masjid Agung Kota Tegal cukup lama, akhirnya kami beranjak pergi. Kami berdelapan menuju ke salah satu jalan yang sering muncul di laman pencarian akun Instagram saya, yaitu Jalan Pancasila Kota Tegal
Seusai mengunjungi Jalan Pancasila di Kota Tegal, saya semakin percaya dengan pernyataan yang mengatakan jika apa yang dilihat di layar tak selamanya indah. Di samping gemerlap malam, pasti ada bayang-bayang yang menghantui. Bayang-bayang yang menjelma sisi gelap. Lantas, apa saja sisi gelap dari jalan yang sering dijadikan spot foto para kaum muda di Kota Tegal ini?
Daftar Isi
Banyak PKL membuka lapak di trotoar Jalan Pancasila Kota Tegal
Saya tidak tahu menahu mengenai regulasi PKL di Jalan Pancasila Kota Tegal ini. Namun, yang perlu saya dan kalian ketahui, berjualan di trotoar jalan itu sangat mengganggu pejalan kaki. Padahal esensi trotoar di belahan dunia manapun diperuntukan kepentingan pejalan kaki. Nggak ada ceritanya trotoar dibangun untuk pedagang kaki lima.
Terkadang saya bertanya-tanya dalam hati, apakah saya sudah kehilangan sisi humanis lantaran benci dengan para PKL yang sedang mencari nafkah? Tentu tidak. Jika para PKL tidak menggunakan keseluruhan trotoar untuk lapak jualannya tentu saya tidak akan sedongkol ini.
Bayangkan saja, selama berjalan kaki dari sisi paling barat Jalan Pancasila hingga Stasiun Kota Tegal di sebelah timur, saya hanya bisa fokus dengan trotoar jalan saja. Ya mau gimana lagi? Jika lengah sedikit, saya bisa menginjak lapak pedagang yang sudah digelar. Akhirnya, saya tidak bisa fokus menikmati keindahan di sepanjang Jalan Pancasila Kota Tegal yang penuh dengan gemerlap lampu ini.
Sedikit gambaran, trotoar di Jalan Pancasila sangatlah lebar. Bahkan, lebih lebar dari trotoar pada umumnya. Kondisi trotoar yang lebar malah dimanfaatkan oleh para PKL untuk menggelar lapaknya. Parahnya para PKL menggelar lapak di sisi kiri dan kanan trotoar.
Dengan kata lain, ruang untuk pejalan kaki sangatlah sempit. Kalau kalian melintasi trotoar di sepanjang Jalan Pancasila sudah seperti model yang sedang jalan lemah gemulai di atas catwalk saja. Rasanya ada puluhan mata yang sedang memandang setiap gerak langkah kalian. Canggung tenan, Lur!
Pengunjung yang mengendarai sepeda listrik dengan serampangan
Sisi gelap lain dari Jalan Pancasila Kota Tegal adalah banyaknya pengunjung yang menyewa sepeda listrik. Bukan hanya orang dewasa saja yang mengendarainya, anak kecil pun diperbolehkan. Bukankah sangat berbahaya?
Parahnya, mereka mengendarai sepeda listrik tersebut dengan ugal-ugalan. Para pengendara ini melewati jalan-jalan yang ramai dilalui oleh motor dan motor. Beberapa kali saya melihat pengendara motor dan mobil yang berhenti mendadak karena pengguna sepeda listrik ini. Asal tahu saja, lampu sepeda listrik yang kurang terang, orang lain menjadi kurang awas kalau ada sepeda listrik yang melintas. Bener-bener jeli, Sedulur!
Jasa foto yang mengecewakan
Beberapa kawan perempuan mengajak saya untuk menyewa jasa tukang foto untuk mengabadikan momen di Taman Pancasila. Saya awalnya menolak, lantaran menurut saya foto menggunakan kamera ponsel saja sudah cukup. Tapi, akhirnya saya mengalah dan menyetujui ajakan itu. Setelah negosiasi harga dengan salah satu jasa foto, kami pun sepakat dengan harga yang ditawarkan.
Sialnya, kami mendapat jasa foto yang kurang profesional. Setelah beberapa kali jepretan, fotografer langsung menyerahkan hasilnya. Sayangnya, foto yang dia pilih adalah hasil jepretan yang menurut saya dan teman-teman buruk. Momentum itu benar menguji kesabaran kami.
Sebenarnya Jalan Pancasila Kota Tegal yang ikonik itu indah dan nyaman apabila tiga hal mengecewakan di atas diperbaiki. Saya yakin akan semakin banyak pengunjung tertarik berkunjung ke sana. Syukur-syukur jalan ini bisa disulap jadi seperti Jalan Malioboro Jogja yang legendaris itu.
Penulis: Yanuar Abdillah Setiadi
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Pengalaman Buruk di Alun-Alun Pemalang Bikin Kapok ke Sana Lagi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.