Saat hendak pergi ke Jogja, sebagai warga Purbalingga, saya punya dua pilihan jalan. Pertama, jalur Jogja via Kecamatan Kepil Wonosobo. Kedua, Jogja via Jalan Daendels Purworejo.
Sebenarnya, pemilihan dua jalur tersebut tergantung ke mana saya akan singgah saat berkunjung ke Jogja. Jika hendak mengunjungi saudara yang ada di Sleman, saya memilih jalur Jogja via Kecamatan Kepil. Namun jika hendak mengunjungi kakak yang ada di Bantul, saya akan pergi ke Jogja lewat Jalan Daendels Purworejo.
Akan tetapi hal ini bisa berbeda saat saya masih tinggal di Purwokerto. Kebetulan saat itu saya sering bolak-balik Purwokerto-Jogja untuk berbagai urusan. Misalnya, mengambil mobil operasional pondok, menjemput ustaz, hingga urusan pesantren lainnya. Saya selalu memilih lewat Jalan Daendels Purworejo sebagai akses utama saat berkunjung ke kota yang mendapat julukan istimewa tersebut.
Sayangnya, jalan yang memanjang di sepanjang pantai selatan Jawa ini menjadi jalan yang menyebalkan untuk dilalui. Bahkan kalau perlu nggak usah lewat sini, deh. Meskipun kontur jalannya sudah mulus, ada beberapa alasan yang membuat saya enggan lewat Jalan Daendels.
Jalan Daendels yang lurus dan monoton bikin pengendara ngantuk
Saat memacu kendaraan di Jalan Daendels, saya merasa sedang melewati jalan tol yang lurus dan monoton. Jalur yang hanya lurus dan minim tikungan bisa membuat pengendara terlena dan gampang mengantuk. Bahkan kalau mengendarai mobil atau motor di jalan ini, kalian nggak perlu menggunakan dua tangan. Cukup satu tangan. Hahaha.
Jalur yang memanjang di tepi selatan Pantai Jawa ini membuat saya gampang mengantuk saat melewatinya, apalagi kalau lewat di malam hari. Sapuan angin yang cukup kencang semakin membuat mata meredup. Kalau nggak percaya, coba deh lewat sini malam-malam. Saya jamin kalian bakal bosan!
Baca halaman selanjutnya: Kayak masuk neraka lewat sini di siang hari…