Saat ini, saya sedang kuliah di Jogja. Ketika libur datang, saya akan menyempatkan pulang kampung ke Desa Gumawang, Kecamatan Kuwarasan, Kabupaten Kebumen. Lama perjalanan, jika lancar dan normal, sekitar 3 jam. Dan, biasanya, saya pulang lewat jalur selatan, yaitu via Jalan Daendels.
Sebetulnya, Jalan Daendels adalah jalur yang praktis untuk perjalanan. Namun, jalur pantai selatan Pulau Jawa ini, semakin menyebalkan dan berbahaya. Bagi yang belum terbiasa melintas di sini, saya sarankan jangan membawa kendaraan sendiri. Kewaspadaan harus selalu terjaga jika ingin melintas di sini.
Daftar Isi
Membentang dari Jogja hingga Kebumen
Sebelum pemerintah membangun Jalan Lingkar Selatan-Selatan (JLSS) pada 2018, orang Kebumen dan sekitarnya lebih akrab dengan Jalan Daendels. Jalur yang membentang dari Brosot, Kulon Progo, Jogja hingga Karang Bolong, Kebumen, menjadi rute alternatif.
Jalan Daendels adalah alternatif dari Jalan Nasional yang menghubungkan Jogja-Cilacap atau Banyumas dan sebaliknya. Oleh sebab itu, berbagai kendaraan seperti tertumpah di jalur ini. Mulai dari kecil seperti sepeda motor sampai truk besar. Makanya, di jalan yang “lurus saja”, serta padatnya kendaraan, justru membuat jalan ini semakin berbahaya.
Selain itu, aspalnya nggak bisa dibilang mulus. Banyak lubang jalan yang nggak terlihat, apalagi ketika malam atau hujan deras. Jika tidak waspada dan berpengalaman, pasti berakhir ngenes.
Jalan Daendels yang lurus dan monoton membuat ngantuk
Saat memacu kendaraan di Jalan Daendels, saya merasa sedang melewati jalan tol yang lurus dan begitu-begitu saja. Karena hanya lurus saja dan minim tikungan, pengendara jadi mudah terlena dan ngantuk. Apalagi ketika melintas di kala siang dari Jogja menuju Kebumen, isinya banyak menguap.
Sebenarnya, di sisi kiri dan kanan jalan, kita bisa menikmati hamparan kebun-kebun warga sekitar. Di beberapa titik juga nanti bisa menjumpai pantai. Namun, karena “cuma lurus saja”, jadinya monoton. Akhirnya ya ngantuk juga dan bisa sangat berbahaya.
Untuk menghilangkan kantuk, bisa mampir ke rumah makan yang menyajikan olahan khas. Misalnya, ada rumah makan sate ambal. Bisa juga mampir ke kebun-kebun jambu kristal. Intinya, kalau sudah terasa ngantuk, kamu jangan memaksa. Mari menepi dan istirahat sejenak atau Jalan Daendels bisa menjadi sumber petaka.
Lewat kala siang, rasanya seperti dipanggang
Suatu kali saya pernah melintas di Jalan Daendels saat siang hari, dari Kebumen menuju Jogja. Saya berangkat sekitar pukul 10 dari rumah. Saat saya tiba di Jalan Daendels Purworejo, waktu telah menunjukkan pukul 11:30.
Matahari yang kala itu bersinar terik dan panas berada tepat di atas kepala. Sepanjang jalan kala siang itu terasa seperti dipanggang. Matahari yang terik bersinar membuat bagian balik telapak tangan saya yang tak tertutup jaket menjadi gosong.
Waspada angin, lubang jalan, dan hujan deras
Namanya saja jalur selatan, dekat dengan pantai, angin pasti kenceng. Kombinasi angin, hujan deras, dan lubang jalan membuat Jalan Daendels jadi sangat berbahaya. Saya beberapa kali merasakannya ketika hendak mudik ke Kebumen. Sejak berangkat dari Jogja, mendung sudah cukup gelap. Begitu sampai jalur ini, hujan turun dengan deras.
Saya yang sudah berada di Jalan Daendels, tidak bisa meneduh karena tidak menemui bangunan. Padahal angin semakin kencang dan air hujan menampar dengan keras. Sudah begitu, beberapa kali pula saya dikagetkan oleh lubang jalan yang tergenang air hujan.
Saya bersyukur tidak celaka. Padahal, kala itu, Jalan Daendels cukup ramai oleh kendaraan. Sekali terjatuh, bisa tamat.
Hati-hati dengan terpaan angin dari kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi
Terakhir, kita harus hati-hati dengan terpaan angin dari kendaraan yang ngebut di Jalan Daendels. Jalur yang lurus dan minim tikungan, membuat para pengguna kendaraan tertantang untuk ngebut. Alhasil, angin dari kendaraan ngebut ini bisa bahaya bagi kita yang berpapasan.
Jika tidak siap, apalagi sambil ngantuk, bisa saja terhempas dan hilang keseimbangan. Makanya, di awal tulisan, saya sebutkan bahwa jangan membawa kendaraan sendiri kalau belum terbiasa dengan Jalan Daendels.
Penulis: Akhmad Alhamdika Nafisarozaq
Editor: Yamadipati Seno
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.