Jakarta is the best place to find peace. Begitu kira-kira isi bio dari akun Twitter Ardhito Pramono. Setidaknya sampai tulisan ini dibuat, saya totally agree dengan pernyataan itu. Jakarta lebih menyenangkan, bahkan jika dibandingkan dengan Jogja.
Saya menganggap semua yang saya tulis di sini sebagai sebuah renungan. Sebuah pemikiran yang berangkat dari pengalaman magang selama satu bulan di Jakarta.
Sebagai seorang mahasiswa yang berkuliah di Jogja, menetap di kota metropolitan untuk waktu yang tidak singkat adalah sebuah kesempatan sekaligus tantangan. Tentu saya mendapatkan ilmu dari instansi tempat saya magang. Lebih dari itu, saya justru mendapat banyak hal hingga semuanya berlabuh manis pada sebuah perbandingan: Jogja, Jakarta, dan sesuatu di antaranya. Berikut saya jabarkan.
Daftar Isi
Transportasi
Untuk urusan satu ini, Jakarta mutlak pemenangnya. Lho, bagaimana tidak? Warga Jakarta diberikan berbagai pilihan yang mudah untuk menunjang mobilitas sehari-hari: KRL, MRT, dan Transjakarta.
Dari segi ketepatan waktu tentu tidak perlu diragukan lagi. Tinggal duduk manis sambil dengerin lagu atau baca buku, sudah sampai di tempat tujuan. Opsi tersebut nggak saya dapetin di Jogja. Paling hanya Trans Jogja. Itu saja bisa dihitung jari berapa kali saya menggunakannya. At the end, saya terpaksa harus menggunakan motor untuk bepergian dan bertemu kemacetan di jalanan atau bahkan klitih di malam hari. Seram.
Jakarta juga diuntungkan dengan jalanannya yang lebar. Bagi para pemotor seperti saya, hal itu surga dunia karena saya bisa was wes wos tekuk kanan tekuk kiri dengan leluasa. Di Jogja? Mana bisa.
Jalanan seada-adanya dan padat karena pemotor tumpah menjadi satu. Belum lagi lampu merah yang lama pol di banyak titik, nggak jarang saya dapat dua kali lampu merah di tempat yang sama. Kalau dihitung-hitung, bisa saya habiskan untuk membaca satu tulisan di Mojok. Saya kira pemerintah Jogja patut mencontoh bagaimana menciptakan sistem transportasi seperti di Jakarta yang easily accessible.
Baca halaman selanjutnya….
Makanan
Ramai orang bersepakat bahwa harga makanan di Jakarta jauh lebih mahal daripada di Jogja. Hmm, bagi saya sama saja, tuh.
Kita bisa bersiasat agar hemat untuk keperluan konsumsi sehari-hari. Di Jakarta juga banyak makanan yang murah kok, apalagi untuk ukuran mahasiswa seperti saya. Bahkan, kita bisa memasak olahan-olahan yang sederhana namun tetap mengenyangkan.
Bagi saya yang tidak suka cita rasa manis khas Jogja, berada di Jakarta membuat saya sedikit bernapas lega. Saya benar-benar bisa merasakan sayur asem yang beneran asem, bukan manis. Hehehe.
Kesempatan
Tak dapat dimungkiri, Jakarta selalu menjadi tujuan orang-orang untuk meniti karier. Itu alasan mengapa banyak orang hebat lahir di kota itu. Sebulan di Jakarta, saya mendapat dua kenalan dengan background yang cukup oke. Satu orang sebagai social media specialist di sebuah start-up, satu lainnya merupakan social media specialist di sebuah brand parfum lokal yang namanya sudah tak asing lagi di telinga.
Saya belajar banyak bagaimana seorang socmed specialist bekerja dan wow! Ide-ide dan cara mereka berpikir di luar dugaan saya. Tidak heran gaji mereka begitu melambung tinggi jauh di atas UMR Jogja. Bahkan, saya sempat bertukar Medium dengan salah satu di antaranya. Kami saling sharing tentang apa saja yang kami tulis dan itu menyenangkan.
Sebagai fast-paced city, Jakarta menuntut seseorang untuk tidak hanya cepat, tetapi juga tepat. Sesederhana merancang schedule keberangkatan moda transportasi yang digunakan. Satu kalimat yang selalu saya ingat dari teman saya yang tinggal di Jakarta: “Telat KRL semenit bakal jadi telat sejam nyampe tujuan!”
Ini dibuktikan ketika saya mengamati orang-orang yang berlarian menuju keretanya bahkan sebelum kereta berhenti dengan sempurna. Secara tidak langsung, hal-hal semacam itu membentuk daya saing warga Jakarta menjadi kuat dan kuat setiap harinya sehingga menjadi modal yang apik untuk menunjang karir. Saya? Terbiasa dengan culture Jogja yang lambat tapi pasti. Hadeh.
Penutup
“Jakarta, Jakarta, dan kenangannya, berpacu memburu impianku.” Sepenggal lirik lagu berjudul Jakarta Jakarta dari Kunto Aji.
Jakarta sungguh menawarkan banyak hal yang nggak bisa saya temui di Jogja. Di antara ingar-bingar di setiap sudut kota yang tak pernah tidur, saya merasakan kedamaian di dalamnya, bahkan cukup dengan melihat lelahnya wajah orang-orang di KRL pada jam pulang kantor.
Meskipun demikian, saya akan selalu berterima kasih kepada Jogja karena sebagian besar masa muda saya kuhabiskan di kota ini. Jogja juga akan selalu saya kenang sebagai kota yang mampu menciptakan keistimewaan hanya dengan hal-hal sederhana, seperti minum wedang ronde di Alun-Alun Kidul bersama pacar saya. Terima kasih Jogja dan tunggu aku kembali, Jakarta!
Penulis: Bintang Jihad Mahardhika
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Panduan Menikmati Transportasi Umum di Jakarta