Kalau kalian punya masalah percaya diri, saya sarankan untuk belajar kepada Pak Terawan.
Serius, bagi saya, tak ada orang yang punya rasa percaya diri yang mendekati malu-maluin seperti Pak Terawan. Beliau, meski sudah lengser dari kursinya sebagai menteri kesehatan, tetap masih berusaha berkontribusi mengakhiri pandemi dengan terus-terusan promosi vaksin Nusantara. Padahal ya kepemimpinan dia sebagai menteri nggak bisa dibilang bagus. Dibilang standar pun ya nggak. Tapi, ya masih gas berusaha mengakhiri pandemi
Coba, kalau bukan berdedikasi dan cuan, mana mungkin Pak Terawan mau bersusah payah promosi?
Serius, mencoba menyelesaikan pandemi di Indonesia itu adalah sebuah usaha yang hasilnya pasti sia-sia. Sebab, apa pun hajat negara, pasti ada saja pihak yang kepikiran untuk nyari untung. Contoh paling gampang ya korupsi bansos kemarin. Bayangin, sebajingan apa orang yang kepikiran ngambil hak orang nggak mampu?
Tapi, Pak Terawan tetep gas pol berusaha ikut mengakhiri pandemi, meski tak lagi berada dalam sistem. Meski dia tahu bahwa usahanya mungkin akan gagal, tapi dia tetap berusaha. Loh, ada potensi gagal? Iya, soalnya kalau waras ya nggak mungkin pake vaksin Nusantara.
Jujur saja, saya yang dulunya mangkel setengah mati gara-gara ulah beliau semasa menjabat menteri, jadi simpati sama Pak Terawan. Beliau tuh kayak Bruce Wayne: turun tangan, nggak mau melihat kota (dalam konteks ini, negara) yang dicintai berlarut-larut dalam keterpurukan.
Saya kok jadi pengin mengutip kalimat ikonik yang ada di film The Dark Knight untuk menggambarkan Pak Terawan. “If you’re good at something, never do it for free”.
Eh, salah ya? Maaf. Lanjut aja deh ya.
Kenapa saya bilang tidak ada orang yang punya kepercayaan diri sebesar Pak Terawan, maksud saya begini. Beliau kan dianggap gagal parah semasa menjabat sebagai menteri. Bahkan banyak orang menuding bahwa pandemi berlarut-larut karena beliau yang tidak menganggap serius akan bahayanya. Tapi, setelah dia lengser pun, dia masih muncul ke publik, bahkan promosi vaksin Nusantara. Dia dianggap nggak punya malu, gagal, tapi masih berusaha muncul ke publik.
Saya sih nggak setuju-setuju banget. Kalau beliau bercanda di awal-awal pandemi, oke salah. Tapi, kalau dia dituduh sebagai aktor di balik parahnya pandemi sekarang, nggak setuju saya. Kalau tuduhannya adalah beliau dan segenap jajaran pemerintah yang bikin pandemi berlarut-larut, baru saya setuju. Ya beliau emang gagal, tapi nggak gagal sendiri gitu loh.
Nah, beliau muncul itu sebenarnya bukan karena nggak punya malu. Saya yakin sih beliau punya kepercayaan diri bahwa beliau bisa nih jadi solusi untuk pandemi ini. Caranya ya dengan vaksin Nusantara ini. Beliau kan bilang bahwa vaksin ini bikinan anak negeri, itu saja menurut saya sudah cukup untuk meyakinkan kita. Perkara ini vaksin gagal melulu dalam uji kelayakan, ini mah akal-akalan orang ibu kota aja.
Beliau mengajarkan bahwa boleh kalian gagal secara memalukan atau nggak punya kemampuan yang mumpuni, tapi bukan berarti kalian harus berhenti mencoba. Sangar nggak tuh, beliau nggak perlu berkata-kata, langsung ambil tindakan. Contohnya nih, meracik vaksin di depan anggota DPR. Yang keren lagi, anggota DPR-nya keliatan serius gitu melihatnya. Gilak.
Siapa tahu nih, siapa tahu, vaksin Nusantara beneran berhasil mengatasi pandemi. Nggak ada lagi orang terpapar corona dan meninggal. Angka penularan menurun, angka kematian hilang. Terawan jadi pahlawan yang dielu-elukan. Dibikinin hari khusus gitu. Kan keren.
Yaaa meski mungkin vaksinnya baru jadi setelah mayoritas penduduk udah divaksin, ya nggak apa-apa. Klaim aja dulu, yang penting kan ada datanya. Perkara diakalin angkanya, yang penting ada datanya. Kek biasanya aja lah gimana.
Jadi saran saya, jangan mencibir Pak Terawan. Bener dia nggak berbuat banyak semasa pandemi, tapi bukan berarti dia tetep diejek sampai sekarang. Mbok kasihan, dia tuh udah berusaha untuk nggak lagi jadi meme berjalan, mbok dihargai gitu loh.
Tapi, kalau ada meme lucu tentang beliau, mbok saya dikasih.
BACA JUGA Vaksin Nusantara Harus Kita Dukung, Bodo Amat sama BPOM dan artikel Rizky Prasetya lainnya.