Jadi Mahasiswa Hukum Itu Ternyata Nggak Sekeren yang Orang Lain Pikirkan

Saat masih SMA dulu, gagasan menjadi seorang mahasiswa Hukum adalah suatu hal yang keren sekali. Dengan mahasiswa-mahasiswanya yang identik dengan idealisme dan pikiran kritis, belum lagi menyebutkan fakultas yang berdiri sendiri meskipun di dalamnya hanya ada satu prodi saja. Menjadi mahasiswa Hukum adalah sesuatu yang selalu saya idam-idamkan. Pokoknya bagi saya dulu, menjadi mahasiswa Fakultas Hukum adalah hal yang kece abis.

Mahasiswa Hukum juga identik dengan kebiasaannya yang suka ikut dalam aksi demonstrasi. Mahasiswa-mahasiswa ini adalah tipe mahasiswa aktivis dan idealis. Biasanya mereka rela bolos tidak masuk kelas hanya untuk bisa hadir dalam suatu demonstrasi. Bagi saya yang dulu hanya bisa melihat demo dari layar televisi, tentu hal ini adalah kesempatan bagus untuk dapat sesekali ikut berdemo atau sekadar buat bikin instastory biar dianggap keren oleh followers saya. Apa pun alasannya, hal ini semakin membuat saya ingin menjadi mahasiswa Hukum.

Waktu berlalu dan akhirnya saya pun menjadi mahasiswa Fakultas Hukum. Hari-hari perkuliahan saya jalani dengan masih berpikir layaknya anak semester satu pada umumnya. Gagasan bahwa kuliah lebih enak daripada sekolah ataupun kuliah lebih nyantai daripada sekolah, masih ada di pikiran saya. Sampai pada suatu ketika saya sadar bahwa itu semua adalah omong kosong belaka.

Ternyata realita yang ada tak semanis cokelat Nutella. Hal-hal yang selalu saya bayangkan ternyata tidak terjadi di diri saya sekarang. Lantaran saya adalah mahasiswa Hukum angkatan corona (mahasiswa Fakultas Hukum yang masuk saat pandemi corona berlangsung). Saya merasa perkuliahan yang saya hadapi sedikit rumit. Boro-boro mikirin materi buat demonstrasi, saya malah selalu disibukkan dengan tugas yang mengharuskan saya membaca buku dengan halaman yang beratus-ratus banyaknya. Bukannya menjadi mahasiswa aktivis, saya malah menjelma mahasiswa apatis yang lempeng-lempeng saja dengan kebiasaan duduk dan termenung di perpustakaan.

Bukan hanya itu, di saat saya sudah menjadi mahasiswa Hukum, tiba-tiba orang-orang di sekeliling saya menganggap saya mengerti akan semua permasalahan hukum. Dari yang skalanya kecil layaknya tindak pidana bagi seseorang yang nyolong sendal jepit, sampai ke hal yang lebih rumit seperti masalah-masalah kenegaraan. Untungnya, semua pertanyaan itu bisa saya jawab dengan cepat tanpa mengetahui apa yang saya katakan itu benar adanya atau tidak. Hadeuh, pusing pisan.

Sampai pada suatu kesempatan saya bertamu ke rumah teman saya. Ayahnya yang ternyata adalah salah satu korban PHK dari krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19. Beliau menanyakan bagaimana tanggapan saya mengenai kebijakan pemerintah dalam menangani pemulihan ekonomi pada saat pandemi seperti sekarang ini. Merasa sadar saya sering bolos saat mata kuliah Sosiologi Hukum, saya sontak refleks untuk meminta bantuan kepada mbah Google. Bukannya semakin paham dan mengerti akan apa yang harus saya jawab, saya malah makin bingung. Merasa malu karena tidak bisa menjawab pertanyaan beliau, saya hanya bisa cengar-cengir dan meminta izin untuk pergi ke kamar mandi. Sungguh pengalaman yang tidak ingin saya ingat-ingat.

Menjadi mahasiswa Fakultas Hukum juga menjadikan saya sebagai sasaran adu debat bagi orang-orang di sekitar saya. Argumen demi argumen mereka lontarkan kepada saya yang dianggap lebih kompeten daripada yang lain hanya dikarenakan saya adalah mahasiswa Hukum, yang sebenarnya pada dasarnya adalah saya juga tidak begitu mengerti tentang apa yang mereka maksudkan.

Menjadi mahasiswa Fakultas Hukum juga dituntut untuk harus kuat-kuat dalam menanggapi anggapan masyarakat bahwa kami sering kali menjadi biang kerok dalam sebuah aksi demonstrasi. Mereka sering kali mengatakan bahwa aksi demo itu hanya pekerjaan yang sia-sia, bahaya, dan tidak bermanfaat. Tanpa mereka ketahui bahwa pada dasarnya aksi demo yang dilakukan adalah untuk membela dan melindungi kepentingan masyarakat itu sendiri. Bukan hanya mahasiswa aktivis yang ikut berdemo saja yang terkena anggapan seperti ini, mahasiswa yang tidak ikut pun juga terkadang terkena imbasnya.

Menjadi mahasiswa Fakultas Hukum memang agaknya harus sabar dalam menghadapi semua ujian. Mau itu ujian mata kuliah ataupun ujian kehidupan, hitung-hitung untuk jaga-jaga biar nggak dapat pengalaman apes kayak saya.

BACA JUGA Beginilah Risiko Jadi Mahasiswa Fakultas Hukum

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version