Sungguh beruntung sepak bola Indonesia punya wadah sekelas PSSI. Di tangan organisasi ini, sepak bola menjadi wadah paling baik dan sehat, pun berprestasi tentunya. Tapi, prestasinya bukan piala dan medali, melainkan tubuh PSSI yang rasanya nggak habis-habis menghadirkan gelak tawa tanpa batas.
Sepak bola menjadi nadi bagi segenap masyarakat Indonesia, tanpa terkecuali. Itu tidak bisa dimungkiri. Harapan dan impian, sebagian besar dilimpahkan kepada sepak bola Indonesia agar—setidaknya—berprestasi di kancah regional.
Iya, regional. Jangan muluk-muluk dulu membicarakan internasional, lha wong njegal Thailand saja masih mput-mputan. Kita boleh bangga mengalahkan Vietnam dengan modal “tuah”, namun ketika kontra Malaysia, jargon “ganyang” sudah tidak lagi relevan.
PSSI adalah aktor dari wangunnya timnas Indonesia. Lha mau menyalahkan siapa lagi? Ibarat sebuah sekolah, ketika muridnya berprestasi semua, yang disorot ya kepala sekolah. Begitu juga dengan sepak bola Indonesia. Kita ini rajin menjadi juara…tapi lewat voting.
Ada baiknya FIFA tidak usah repot-repot menyelenggarakan piala dunia melalui pertandingan sungguhan. Selain ribet dan makan banyak biaya, pun keluar juaranya amat lama, sekitar satu bulan. Sudah, FIFA adakan piala dunia melalui voting saja. Negara ini jagonya. Lha wong pilkada tetap dikejar walau di tengah pandemi, apalagi hanya voting perihal sepak bola. Indonesia tidak terkalahkan.
Selain itu kasihan bapak-bapak tua renta di tubuh PSSI. Pasti capek ngurusin pra-Piala Dunia. Mereka butuh istirahat, tapi tidak mau pensiun. Ya jadinya sepak bola Indonesia keteteran dari negara lain. Sekali lagi, mereka butuh istirahat, namun masih betah sama jabatannya.
Untung saja PSSI punya manusia kelas wahid sekaliber Iwan Bule. Ia menyelamatkan sepak bola Indonesia dari sosok yang doyan kerja—karena rangkap-rangkap jabatan—semacam Edy Rahmayadi. Iwan Bule memberikan harapan cerah bagi sepak bola Indonesia. Cerahnya bahkan sudah nggak ketulungan.
Selama menjabat jadi ketua PSSI, Iwan Bule telah banyak menorehkan prestasi jika mitra olahraga sekalian ingin tahu. Bukan hanya timnas saja yang berprestasi, pun bukan hanya Liga Indonesia yang bersolek kembali, namun ini adalah ketua federasi yang menorehkan prestasi. FA emang bisa kayak Iwan Bule?
Nggak percaya? Coba saya akan jabarkan satu persatu. Pertama, tingkat narsistik blio yang sudah di atas batas kewajaran. Banyak yang tertawa perihal ini, namun begini lho, narsis itu amat dibutuhkan apalagi di era media sosial seperti saat ini. Menjadi pribadi yang narsis, dibutuhkan sekali untuk… ngisi konten.
Coba lihat saja, ketua federasi mana yang tingkat narsisnya melebihi Pak Iwan Bule? Nggak bakalan ada, saya jamin. Sifat pemalu seperti ketua federasi yang lain, nggak mashoook blas di nalar dan pemikiran bakal calon politik ketua federasi di negeri kita ini.
Semoga saja FIFA ngadain lomba ketua federasi paling narsistik di dunia, saya yakin Iwan Bule yang juara. Gimana nggak juara, lha wong tiap cuitan saja selalu ada foto blio lagi mejeng, je. Ya walau patut diakui, followers-nya nggak nambah-nambah.
Kedua, konten media sosial yang ikonik. Saya pribadi sih selalu nunggu konten #JumatBerkah dari blio. Selalu ada penggalan ayat suci, kemudian foto blio sedang menengadahkan tangan memakai baju koko atau jaket Timnas. Sungguh, konten yang satu ini menggemaskan sekali.
Misal prestasi Timnas nggak beranjak ke mana-mana, kita patut bersyukur bahwa ketua federasinya hobi menyebar kebaikan. Tapi ya itu, setali dengan tingkat narsistik yang kadang bikin gumoh. Tersemat foto blio yang rasanya kok…fotonya berasa template. Tak apa, prestasi tetap prestasi walau nggak berguna.
Ada lagi konten yang membanggakan, yakni tiap ada hari-hari istimewa misal Hari Guru, Hari Pahlawan, atau pun kemerdekaan, cuitan blio sudah bisa ditebak templatenya. Yakni kata-kata mutiara, font kruwal-kruwel, brightness tingkat tinggi, dan tentunya foto mbois Iwan Bule. Baik ketua federasi Thailand, Malaysia, hingga Inggris sekalipun nggak bakal bisa menyaingi konten-konten blio.
Ketiga, kinerja ngosak-ngasik yang patut diberi medali oleh FIFA. Pemimpin baik bekerja tanpa harus diumbar, ah itu pepesan kosong. Sudah nggak jaman. Liga nih ya, ketika di negara lain sudah selesai, bahkan Iwan Bule terus berjanji akan menggelar liga 2020 di musim 2021. Kurang keren apa?
Mana ada ketua federasi negara lain yang mengambil langkah brilian seperti blio. Liga Malaysia yang setengah musim, Liga Thailand yang bekerja sama dengan kepolisian setempat, Liga Vietnam yang sudah lepas dari pandemi, tentu saja Liga Indonesia dan Iwan Bule yang terus bermain api dengan tajuk janji-janji.
Ya sudah, begini saja, mau nyalon jadi gubernur di daerah mana nih, Pak?
BACA JUGA Pengalaman Saya Berak di Sungai Setelah Gempa Jogja 2006 dan tulisan Gusti Aditya lainnya.