Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Istilah ‘Ibu Dilarang Sakit’ Menunjukkan Betapa Saktinya Ibu Rumah Tangga

Yosi Prastiwi oleh Yosi Prastiwi
27 Februari 2021
A A
Istilah 'Ibu Dilarang Sakit' Menunjukkan Betapa Saktinya Ibu Rumah Tangga terminal mojok.co

Membahagiakan Ibu dengan Menjadi Anak Manja terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Pekan kemarin saya baru sakit. Masuk angin tepatnya. Setelah melakukan terapi kearifan lokal ala kerokan, minum tolak angin dan luluran balsem, saya membaik. Tapi 1×24 jam saya tinggal rebahan, kondisi rumah saya memburuk. Inilah yang bikin saya berpikir kalau istilah “ibu dilarang sakit” itu mungkin menandakan betapa sakitnya ibu rumah tangga. 

Selepas saya sakit, pekerjaan rumah tangga menumpuk. Cucian piring segunung dan rumah jadi berantakan. Hasrat ingin beres-beres menjadi motivasi utama kesembuhan saya.

Di hari kedua saat hendak salat, saya sadar tak ada tempat yang memadai. Memang lantai bersih dari najis, tapi rasanya kok acakadut nggak karuan. Sambil menahan migrain, saya menyapu, mengepel, memindah perkakas kotor ke sink, lalu ngomel.

“Kenapa sih nggak bantuin nyapu? Lagi sakit jadi tambah pusing deh liat rumah berantakan.”

Suami memamerkan senyum pepsodent dan angkat bahu. Saya makin kesal. Saat marah, saya lupa kalau minimal ada dua persepsi yang berbeda antara saya sebagai ibu rumah tangga dan suami sebagai pria soal kenyamanan rumah. Setidaknya ini yang saya alami. Bukan berarti semua suami tidak berbakat urusan rumah tangga loh ya.

Pertama, ambang batas kebersihan yang berbeda. Sebagian pria, suami saya merasa baik-baik saja menghabiskan hari dalam kondisi rumah yang berantakan. Fokusnya mungkin hanya pada pekerjaan dan anak-anak.

Suami bukannya tidak membantu. Suami menggantikan saya mengasuh empat anak, masak ala koki kaki lima, dan sesekali jadi juri pertengkaran anak-anak. Itu semua dilakukan di sela dua rapat virtual dan pekerjaannya. Saya tidak bisa memaksanya ketambahan urusan rumah tangga. Desain otak kirinya terbiasa fokus menyelesaikan masalah. Bukan menjlentrehkan semua masalah secara bersamaan seperti saya.

Yang kedua adalah tingkat kepekaan menghadapi rumah yang berantakan. Sebagian pria baik-baik saja duduk di depan laptop dengan kondisi lantai rumah yang berdebu. Mereka yang seperti ini mungkin nggak ngeh bahwa perkakas dan semua yang berhamburan di lantai ini tidak bersayap. Tidak bisa kembali ke tempatnya masing-masing secara mandiri. Harus ada seseorang yang membereskannya. 

Baca Juga:

Konten “5 Ribu di Tangan Istri yang Tepat” Adalah Bentuk Pembodohan

Lebih Baik Minta Izin pada Istri daripada Minta Maaf, karena Keterbukaan Menghasilkan Kepercayaan

Ini bukan pertama kali saya sakit, tapi menurut suami, saya sakti. Sun Go Kong kali ah! Saya sakit masih bisa banyak bicara, minta ini itu dan makan dengan baik. Sakit tak sungguh-sungguh melemahkan saya.

Padahal seperti juga suami, istri juga bisa sakit. Posisinya setara sebagai manusia biasa. Hanya level menerima rasa sakit saja yang berbeda. Bisa jadi, istri yang sudah diuji dengan rasa sakit melahirkan mampu menahan sakitnya masuk angin daripada seorang suami.

Tapi, kenapa ada istilah “ibu dilarang sakit”?

Kalimat ini bahkan banyak dicurcolkan para ibu saat kondisi mereka lemah, tapi suami tidak bisa diharapkan urusan beres-beres rumah. Atau, hasil beberes suami tidak sesuai harapan istri. Apa karena ekspektasi istri soal standar pekerjaan rumah tangga amat tinggi? Bisa jadi.

Para suami dulunya juga bujangan yang mandiri. Biasa masak Indomie dan nyuci baju sendiri meski kadang laundry. Tapi, urusan kebersihan dan kerapian memang standarnya di bawah perempuan. Ini rahasia umum bujangan.

Kemampuan basic skill bukannya tidak dikuasai pria. Basic skill bagi pria ya memang sebatas basic. Asal bisa buat bertahan hidup dan wangun saja. Tidak sedetail dan se-advance perempuan. Apalagi estetik segala. Terkadang otak pria dan wanita memang disetel beda pada beberapa sisi. Dan inilah yang saya alami. Kecuali kalau ada suami yang memang punya standar tinggi soal kebersihan dan kerapian, bukan nggak mungkin justru lebih terlatih mengurus pekerjaan rumah tangga.

Yang banyak dikeluhkan para istri, kebanyakan setelah menikah, basic skill pekerjaan rumah tangga pria justru menurun. Pria secara sukarela menyerahkan urusan beres-beres pada orang yang dianggap ahli. Beberapa pria sadar, mereka tidak akan menang melawan urusan rumah tangga dengan wanita. Jadi, mereka memilih medan pertempuran di tempat kerja, bukan fokus di cucian piring.

Hal ini sama sekali tidak meremehkan perempuan dan laki-laki. Kecuali jika ada yang menganggap pekerjaan domestik itu nomor dua. Saya sih nggak ya.

Sebagai makhluk seharusnya setara, wanita bisa berkiprah di luar kerja domestik. Baik sekolah, bekerja, maupun aktiv dalam kegiatan sosial. Segala kesibukannya di luar itu tidak mengurangi kemampuan unggul wanita dalam mengelola rumah tangga. Sakti banget, memang.

Suami dan istri sama-sama memiliki peran dalam rumah tangga. Nggak apa-apa kalau ada pria yang lebih ahli urusan rumah daripada wanita, silakan dioptimalkan. Tapi, bukan berarti menuntut pria dengan kemampuan rumah tangga mininal agar setara dengan kemampuan wanita. Menyerahkan urusan pada ahlinya hasilnya akan lebih efektif dan efisien daripada meributkan suami harus bisa nyapu sebersih istri. 

Saya sadar, mengeluhkan suami yang tidak multitasking bab rumah tangga adalah sia-sia. Bukan suami tidak mengambil peran tapi jangkauannya terbatas. Delapan tahun menikah, urusan mengambil baju tanpa mengubah tumpukan yang rapi jali saja belum sempurna bagaimana saya menyerahkan urusan rumah? Fix, saya superior pada urusan rumah tangga dibanding suami saya sendiri. Makanya bagi saya istilah “ibu dilarang sakit” bukan berarti merendahkan peran gender antara perempuan dan laki-laki. Justru istilah ini adalah bukti bahwa para ibu begitu hebat. 

Buktinya setelah ngomel soal rumah, suami tetap tidak bergegas membantu. Dia mendengarkan dan mengukur kondisi fisik dan psikis saya setelah seharian tidak nafsu makan. Dia hanya bertanya,

“Mau dibeliin apa?”

Tanpa sungkan saya menjawab nasi padang lauk ayam bakar dan es buah yang mangkal depan Sarangeui Oppa.

“Mau bilang lapar aja urusannya sampai kemana-mana,” cetusnya.

Oke, saya memang superior dalam pekerjaan rumah tangga, tapi urusan ditawarin makan, saya gampang luluh juga. Hehehe. Ibu memang dilarang sakit, tapi bapak dilarang cuek. Kalau seorang suami nggak perhatian, mana mungkin nawarin membelikan makanan. Ya nggak?

BACA JUGA Pekerjaan Rumah Tangga Mengubah Pandangan Saya terhadap Perempuan dan tulisan Yosi Prastiwi lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 26 Februari 2021 oleh

Tags: genderRumah Tanggasuami
Yosi Prastiwi

Yosi Prastiwi

Mantan antivaksin garis lemah.

ArtikelTerkait

rumah tangga

Perkara Rumah Tangga, Sebaiknya Jangan Curhat di Media Sosial

18 Mei 2019
Bohong Soal Rasa Masakan Pasangan Itu Cuma Jadi Bom Waktu terminal mojok.co

Bohong Soal Rasa Masakan Pasangan Itu Bakal Jadi Bom Waktu

5 November 2021
Menebak Alasan Para Suami Masa Kini Susah Mencari Teman Terminal Mojok

Menebak Alasan Para Suami Masa Kini Susah Mencari Teman

14 Juli 2022
Filsuf Adalah Tonggak Peradaban Bangsa dan Kini Mereka di Kedai Kopi terminal mojok.co

Dari Warung Kopi untuk Kedaulatan Istri

5 Januari 2020
Tak Perlu Berlebihan Romantisisasi KKN, Bukan Ajang Cari Jodoh apalagi Simulasi Rumah Tangga

Tak Perlu Berlebihan Diromantisisasi, KKN Bukan Ajang Cari Jodoh apalagi Simulasi Rumah Tangga

21 Juli 2024
istri memang orang lain bagi suaminya nasihat pernikahan mojok.co

Nasihat Pernikahan: Istri Memang Orang Lain bagi Suaminya

10 September 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

1 Desember 2025
4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop Mojok.co

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop

4 Desember 2025
4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Tetap Menyenangkan Mojok.co

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Liburan Tetap Menyenangkan

30 November 2025
4 Hal Sepele tapi Sukses Membuat Penjual Nasi Goreng Sedih (Unsplash)

4 Hal Sepele tapi Sukses Membuat Penjual Nasi Goreng Sedih

29 November 2025
5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

29 November 2025
Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

30 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.