Beberapa hari yang lalu, saya dipanggil ibu untuk memastikan (((validitas))) sebuah berita yang dia dapat dari grup WA RT daerah saya. Di grup itu ada sebuah broadcast yang isinya menyuruh semua masyarakat untuk waspada karena jam 11 malam nanti, Singapura dan Malaysia akan mengirimkan banyak helikopter untuk menyemprotkan desinfektan ke udara untuk membasmi virus corona.
Karena ini adalah penyemprotan massal, wilayah Indonesia akan jadi salah satu yang terkena dampaknya. Semua orang diwajibkan untuk mengunci rumah, menutup semua pintu dan jendela, dan tidak berkeliaran di luar rumah jika tidak ingin (((keracunan))) dari cairan desinfektan yang disemprotkan itu.
Sebagai anak yang hanya percaya pada Tuhan fakta empiris, segera saya mencari rilis dari Singapura dan Malaysia mengenai hal ini—yang tentu saja sudah saya duga sebelumnya—memang tidak ada. Ini adalah hoax sobat,
Lalu di hari ini, saya mendapat broadcast yang lain. Isinya seperti ini:
Mulai rabu, tanggal 26 Maret 2020, Semua Warga Negara Berhak mendapatkan kompensasi Rp 350.000 per hari untuk tinggal di rumah dalam rangka menghindari penyebaran COVID-19; Novel Coronavirus.
Pelayanan ini dapat diakses oleh semua orang, tidak memandang status pekerjaan. Segera daftarkan NIK anda dan isi formulir dalam site dibawah ini: https://bit.ly/3dptRNa
Hanya butuh waktu beberapa detik saja untuk saya mengidentifikasi bahwa berita ini juga hoax. Ada dua kesalahan fatal dalam broadcast ini. Pertama, tanggal 26 Maret itu hari KAMIS, bukan hari rabu. Kedua, penulisan “dibawah ini”, harusnya menggunakan di-yang dipisah. Penulisan yang betul adalah DI BAWAH INI. (Pro tips: jangan percaya dengan broadcast/pesan/argumen seseorang yang tidak bisa membedakan penggunaan “di” yang dipisah dan disambung).
Saya suka nggak habis pikir deh. Di tengah situasi pandemi kayak gini kok masih ada aja orang yang sengaja menyebarkan hoax dan bikin situasi tambah keruh. Tapi yang bikin saya lebih nggak habis pikir lagi, SIAPA SIH YANG PERTAMA KALI BIKIN HOAX INI? Kok niat banget mereka mengarang-ngarang cerita, lalu membagikannya kepada orang lain. Apa sih tujuan mereka itu?
Maksud saya begini, mungkin jika mereka menganggap ini (((hanya))) bercanda saja, ya okelah kalau di situasi normal seperti biasanya. Tapi kalau di situasi kriris kayak gini, ya bikin gedeg lah, cuk! Mereka tuh nggak mikir apa kalau berita hoax yang mereka bikin itu bisa mencelakakan orang lain?
Lagian apa sih untungnya bikin hoax kayak gitu? Kalau di media bikin hoaxnya kan jelas buat ngejar trafik, tapi kalau broadcast WA dan status facebook?
Halo pembuat hoax, saya mau nanya, kamu dimana? Dengan siapa? Semalam berbuat… (eh kok malah nyanyi), kalau saya tahu posisi kamu, rasanya pengin saya basmi sendiri aja.
Saya jadi penasaran, kira-kira apa ya yang ada di otak para pembuat hoax itu? Apa jangan-jangan mereka punya masalah, terus nggak tahu mau cerita ke siapa makanya jadi gila kayak gitu /heh.
Kalau saya pikirkan dengan serius, setidaknya ada tiga alasan yang bisa menjelaskan perilaku aneh si pembuat hoax itu.
Gabut
Hmm. Mungkin dia super gabut karena sudah menonton semua film, series, video YouTube, game, anime, manga, dst dst lalu merasa kehilangan tujuan hidup karena tidak tahu harus melakukan apa lagi.
Lalu dia tiba-tiba mendapatkan ide, “bikin keributan kayaknya seru nich”. Akhirnya dia pun menulis berita tentang virus corona yang berbeda dengan apa yang selama ini dia baca di media.
Hadeeh, emang nggak ada akhlak.
Harusnya, kalau gabut, ya bikin sesuatu apa gitu yang positif. Penggalangan dana kek, bagi-bagi masker dan hand sanitizer kek, nulis buat terminal mojok kek. Daripada bikin hoax malah nambah-nambah dosa, dan berpotensi ditangkap karena melanggar UU ITE. Nanti kan kalau Anda dipenjara, Anda yang akan rugi karena Anda akan lebih gabut dari sebelumnya. Mikir dongg!11!!
Halu
Salah satu hal yang saya khawatirkan sebagai dampak terlalu lama mengisolasi diri adalah jadi halu.
Kenyataannya, mengisolasi diri memang nggak baik buat kesehatan mental. Apalagi, kamu cuma punya tembok sebagai temen ngobrol. Lama-kelamaan, tanpa kamu sadari kamu mulai punya bayangan-bayangan tidak nyata, lalu berhalusinasi dan merasa mendapat wahyu dari Tuhan untuk menyampaikan berita bahaya.
Kalau udah tahap halu, nyebarin hoax yang isinya cerita fiksi sebenarnya masih dalam kategori aman. Yang bahaya tuh ya, tiba-tiba jadi pengin bikin sekte pemuja masker atau hand sanitizer. Hiiii.
Bagian dari cyber army pihak tertentu
Tentu saja sudah bukan barang baru kalau hoax selama ini difungsikan untuk mendiskreditkan pihak-pihak tertentu. Hoax yang diterima Ibu saya tadi misal, justru berisiko membuat masyarakat sentimen terhadap Malaysia dan Singapura. Hoax tentang obat klorokuin yang dapat menimbulkan kematian seketika, sengaja diciptakan untuk menciptakan ketidakpercayaan publik pada pemerintah.
Perlu diingat bahwa hoax dapat menjadi sangat ampuh dalam situasi seperti ini. Dalam situasi krisis, rasionalitas kita menurun dan kita cenderung menelan mentah-mentah informasi yang kita terima. Orang yang bikin hoax ini mungkin dibayar untuk melakukan hal tersebut.
Emang dasar anak setan, bisa-bisanya mencari keuntungan di tengah kesusahan orang lain. Orang kayak gini sih harusnya kita doakan aja biar pas mati nanti berita kematiannya dianggap hoax jadinya nggak akan ada yang mau nguburin jenazahnya dia. Mamam tuh hoax!
Pesan saya, biar nggak terjebak propaganda atau pun teori konspirasi yang dibawa pembuat hoax itu, kuncinya adalah jangan mudah percaya dan selalu skeptis sama semua informasi yang kita terima. Selalu ingat, Extraordinary claim requires extraordinary evidence.
BACA JUGA Melihat Bagaimana Industri Buzzer Politik Bekerja atau tulisan Rizky Adhyaksa lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.