Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Ikut Seminar Bukan buat Dapat Ilmu tapi buat Dapat Snack, Makan, dan Sertifikat

Fazrian Noor Romadhon oleh Fazrian Noor Romadhon
23 Juni 2020
A A
ikut seminar

Ikut Seminar Bukan buat Dapat Ilmu tapi buat Dapat Snack, Makan, Sertifikat

Share on FacebookShare on Twitter

Hingga saat ini, sejujurnya saya masih bingung dan bertanya-tanya apakah seminar masih efektif digunakan untuk membahas/mendiskusikan sebuah isu dan mendiseminasikan atau mempromosikan sesuatu. Maksud saya, apa sih yang kita dapat setelah seminar? Orang semakin hari, seminar tuh makin nggak ada esensinya. Dan begitulah kenyataannya.

Saya cukup sering ikut seminar dari SMA hingga di kuliah sekarang. Baik itu yang diundang atau pun tidak. Baik yang gratisan atau pun berbayar. Baik mewakili kelompok ataupun personal. Bedanya, dulu ketika SMA saat masih polos dan belum tahu apa (sebenarnya) seminar itu, ya saya ikut-ikut saja tanpa melihat dan memandang, apalagi memahami seluruh isi dari apa yang dibahas. Paling yang dipahami hanya 30%. Selebihnya, isi seminar masuk dari telinga kanan dan keluar dari telinga kiri, pun pulang pasti bawa snack atau nasi kotak. Gitu aja terus.

Memasuki bangku kuliah, tepatnya di awal masuk kuliah, beberapa seminar (masih) saya hadiri. Alasannya sih sederhana: kalau tema juga pembicaranya menarik, selagi ada waktu luang pasti saya ikuti. Berawal dari bangku kuliah ini, beranekaragam realita baru seminar yang (terus terang) bagi saya ini lucu, seringkali saya temukan.

Saya yakin. Beberapa hal yang saya temukan ini banyak dirasakan oleh rekan-rekan semua, terlebih mahasiswa. Jujur saja lah! Tentu hal-hal ini tidak salah, juga tidak benar. Namun yang saya pertanyakan di sini adalah: apakah seminar masih terbilang efektif digunakan untuk membahas/mendiskusikan sebuah isu dan mendiseminasikan atau mempromosikan sesuatu.

1. Bayangan pertama mendengar kata seminar adalah snack atau nasi kotak.

9 dari 10 teman-teman saya ketika diajak seminar pasti yang pertama diucapkan adalah: “Yuhu, lumayan nih dapat nasi kotak sama snack. Ngirit uang makan sehari”.

Tentu tidak salah sih, hal ini justru yang menjadi pendorong utama agar seminar banyak peminatnya. Kan sayang kalau sudah persiapan dari jauh-jauh hari, sudah telepon pemateri orang jauh, tapi kalau yang datang hanya sepuluh orang kan nggak lucu. Tapi ya itu tadi, biasanya isi seminarnya tidak terlalu diperhatikan. Yang diperhatikan dan ditunggu-tunggunya adalah saat pembagian nasi kotaknya. Apalagi buat anak kosan. Yang penting perut kenyang!

2. Mengoleksi sertifikat

Hal ini dilakukan (katanya) biar nanti ketika melamar pekerjaan dikira mahasiswa aktif. Memang sih umumnya seminar-seminar di Indonesia, apalagi di perguruan tinggi, pasti diberi sertifikat. Tapi ya itu tadi, di sini yang menjadi tujuan utama ikut seminar bukan pengetahuan atau gagasan/ ide yang diberikan, melainkan sertifikat yang diraih. Katanya lagi, semakin banyak sertifikat yang dikumpulkan, maka itu dinilai kita sebagai orang/mahasiswa yang aktif.

3. Dapat alat tulis gratis

Bonus lain kalau ikut seminar biasanya diberi alat tulis yang (sebenarnya) diperuntukkan buat menulis poin-poin penting dari apa yang disampaikan pembicara, seperti: bolpoin, pensil, dan notebook. Nyatanya, tidak semua peserta seminar mencatat poin-poin penting dari apa yang disampaikan pembicara. Alat tulis yang diberikan malah tidak digunakan atau hanya digunakan sekedar untuk corat-coret saja. Selebihnya ya dibawa pulang dan dijadikan notebook buat kuliah. Apalagi kalau di notebooknya tertulis dengan jelas nama institusi atau nama tempat yang pernah dijadikan tempat seminarnya, biasanya di kelas jadi bahan pertanyaan teman-teman: wih, keren seminar di hotel anu ya?

Baca Juga:

4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

4 Dosa Pemilik Jasa Laundry yang Merugikan Banyak Pihak

4. Tempatnya di hotel atau tempat-tempat yang Instagramable

Namanya juga era milenial. Kalau tidak update di medsos rasa-rasanya kurang afdol. Tidak heran, ajang seminar terlebih kalau tempatnya di hotel-hotel berbintang atau sekalipun di tempat yang spotnya Instagramable, pasti jadi ajang pamer di medsos. Di sela-sela break seminar pasti hunting cari spot-spot bagus buat di post di Instagram. Pun tidak ketinggalan buat update di Instatory sampai orang-orang komen: “wih, acara apa?” atau “nggak ajak, nih”. Pokoknya, kalau kemana-mana belum update di medsos apalagi di Instastory, rasanya ada yang kurang.

5. Makan gratis dan perbaikan gizi

Yang ini khas mahasiswa banget. Apalagi bagi anak rantau yang uang jajan bulanannya seringkali terlambat. Bodo amat dengan isi seminarnya, yang penting bisa makan enak, gratis, dan mengenyangkan di tengah krisis moneter yang sedang dihadapi.

6. Pemateri sering bikin suntuk dan ngantuk, jadi, selama seminar peserta cuma main gadget

Sepanjang apapun gelar yang dimiliki pembicara seminar, kalau pembahasan dan cara penyampaiannya suntuk juga bikin bete pasti diacuhkan. Ujung-ujungnya peserta seminar main gadget dan bikin Instastory.

Ini yang seringkali saya sayangkan. Pemateri udah keren, berpendidikan tinggi, gelarnya panjang, kuliah dan kerja di luar negeri, tapi ketika penyampaian materinya bikin suntuk dan ngantuk. Saking bener-bener bosannya, orang-orang ada yang mengabaikannya dengan ngobrol kanan kiri, main gadget, hingga pergi meninggalkan seminar yang sedang berlangsung. Kan kasihan. Hingga akhirnya disini saya berkesimpulan sederhana kalau: setinggi apapun gelar juga sekolah yang diampu pemateri, namun ketika seni menyampaikan materinya membuat suntuk dan ngantuk, niscaya akan ditinggalkan peserta seminar. Lol.

7. Jika penyelenggaranya dari Kementerian/lembaga negara, biasanya ikut cuma buat nyari angpao, nginep di hotel, dan dapat ongkos transport

Yang ini biasanya jadi rebutan dan biasanya juga diisi oleh orang-orang pilihan. Jangan ditanya soal segala kenikmatan yang diperolehnya. Dimulai dari awal registrasi hingga ketika pulang segala kenikmatannya tiada tara. Dan biasanya, yang paling ditunggu-tunggu saat seminar-seminar yang diselenggarakan lembaga tinggi negara yaitu angpao-nya. Lumayan lah, ratusan mah dapet! Jangan tanya perihal apa esensi yang didapat setelah seminar.

8. Foto foto bersama pemateri idola

Biasanya hal ini terjadi kalau pematerinya adalah seorang aktris atau aktor idola kita. Alih-alih mengikuti seminar, pokoknya duduk harus paling depan supaya bisa memandang idola terus menerus dan diakhir bisa selfie bareng-bareng.

9. Gratis

Poin di atas semua akan lebih menarik dan banyak diminati kalau seminarnya gratis alias tidak bayar. Siapa yang akan menolak kalau dengan segala kenikmatan yang diberikan seminar gratis ditambah beranekaragam barang-barang yang diberikan.

Disadari atau tidak, hal-hal di atas seringkali menjadikan seminar terlepas dari esensi sebenarnya dari seminar tersebut. Saya tidak mempersoalkan kelucuan-kelucuan di atas, cuma ya seperti saya utarakan tadi, ini realita seminar yang hingga saat ini menimbulkan pertanyaan bagi diri saya.

Saya masih ingat perkataan salah seorang dosen ilmu kesehatan di kampus saya saat presentasi karya tulis Mahasiswa Berprestasi setahun lalu. Waktu itu, dalam karya tulis yang saya susun, saya memberikan gagasan pada permasalahan yang saya angkat dengan cara melakukan seminar dan sosialisasi untuk memberikan pemahaman juga meningkatkan kinerja. Dan dosen saya menjawab, cara-cara seminar, sosialisasi, atau pun workshop pada saat ini dinilai sudah tidak efektif (konteks ini dilihatnya dari sudut pandang ilmiah ya). Menurutnya, seminar ataupun yang sejenisnya sudah tidak mampu memberikan pengaruh bagi pemahaman atau meningkatkan suatu hal.

Sependek saya ikut seminar-seminar, umumnya seminar diselenggarakan hanya sekali tanpa memberikan keberlanjutan atas output yang dihasilkan dari seminar tersebut. Seminar diselenggarakan, beres, dan bubar. Lantas, apa hasil dari yang dibahas di seminar tadi? Apa yang menjadi kontribusi seminar tersebut terhadap pembahasan yang dibahas dalam seminar?

Bagi saya rasanya amat disayangkan, kalau seminar yang diselenggarakan hanya seperti demikian. Anggaran biaya yang tidak sedikit, lelah mempersiapkan segala hal, hanya dilakukan untuk mengundang orang-orang hadir dan mendengarkan pembicara seminar tanpa memberikan gagasan/ ide bagi seminar tersebut.

Tapi ya gak semua seminar kaya gitu, lho.

BACA JUGA Alasan Kuliah di Jurusan Pendidikan Khusus dan Bagaimana Rasanya Dilatih Jadi Guru SLB dan tulisan Fazrian Noor Romadhon lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 23 Juni 2020 oleh

Tags: ikut seminarMahasiswaseminar
Fazrian Noor Romadhon

Fazrian Noor Romadhon

Sedang belajar tentang media dan perilaku netizen @fazriannoor

ArtikelTerkait

skripsi itu baik

Skripsi Itu Baik, Kalau Ada yang Jahat, Mungkin Dia Skripsi yang Tersakiti

12 Desember 2019
CFD Universitas Negeri Malang (UM): Bukan Cuma Bikin Sehat, tapi Juga Bikin Sambat

CFD Universitas Negeri Malang (UM): Bukan Cuma Bikin Sehat, tapi Juga Bikin Sambat

3 Desember 2023
7 Kesalahan Mahasiswa Saat Menulis Artikel di Jurnal Ilmiah

Jika Mahasiswa Dianggap Sebagai Konsumen, Mereka Berhak untuk Melayangkan Komplain pada Kampus

30 Juni 2023
8 Tips untuk Mahasiswa DKV agar Survive dalam Menjalani Perkuliahan

8 Tips untuk Mahasiswa DKV agar Survive dalam Menjalani Perkuliahan

4 Oktober 2023
Bukannya Meringankan, Kerja Kelompok Malah Menambah Beban

Bukannya Meringankan, Kerja Kelompok Malah Menambah Beban

9 Desember 2022
Memangnya Kenapa kalau Orang Tajir Ikut Daftar Beasiswa Bidikmisi?  Mojok.co

Memangnya Kenapa kalau Orang Tajir Menerima Beasiswa Bidikmisi? 

22 Desember 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

2 Desember 2025
8 Aturan Tak Tertulis Tinggal Surabaya (Unsplash)

8 Aturan Tak Tertulis di Surabaya yang Wajib Kalian Tahu Sebelum Datang ke Sana

1 Desember 2025
4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop Mojok.co

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop

4 Desember 2025
Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

1 Desember 2025
Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka Mojok.co

Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka

1 Desember 2025
Menambah Berat Badan Nyatanya Nggak Sesederhana Makan Banyak. Tantangannya Nggak Kalah Susah dengan Menurunkan Berat Badan

Menambah Berat Badan Nyatanya Nggak Sesederhana Makan Banyak. Tantangannya Nggak Kalah Susah dengan Menurunkan Berat Badan

29 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.