Dapat dipastikan, di 2022 ini, Jogja menjadi salah satu kota yang selalu ramai dengan konser musik selain Jakarta dan Bandung. Bahkan bisa dibilang, Jogja adalah satu-satunya kota teramai akan konser musik dibanding kota/kabupaten tetangga, seperti Magelang, Purworejo, Temanggung, Klaten, dan Solo. Namun, ramainya konser musik di Kota Pelajar ini menyisakan pertanyaan di benak saya. “Kenapa harga tiket konser musik di Jogja mahal-mahal, ya?”
Jangan salah, bukan saya saja yang mengeluhkan mahalnya tiket konser di Jogja. Hal ini berbeda sekali dengan situasi beberapa tahun yang lalu. Dulu, kalau ditanya kenapa nggak nonton konser, rata-rata teman saya akan menjawab kalau lagi nggak punya waktu, capek, atau nggak suka sama artis yang tampil. Kini, mereka menambah satu alasan lagu, yaitu tiket konsernya terlalu mahal.
Harga tiket konser yang nggak masuk akal
Memang, mahal dan murah itu sebenarnya relatif. Namun, untuk ukuran sebuah kota yang rata-rata upahnya cuma di sekitar dua juta, tiket konser di Jogja itu nggak masuk akal. Bayangkan saja, untuk dua atau tiga penampil dari artis lokal, harga tiketnya sudah di atas Rp100 ribu. Ketika ada artis nasional yang diundang, harga tiket melambung terlalu tinggi. Bisa ada di antara Rp300 sampai Rp500 ribu.
Sudah harga tiket mahal, ada pula konser yang nggak menyenangkan buat penonton. Misalnya, kualitas sound system yang menyedihkan, fasilitas arena tidak mumpuni, area parkir tidak ideal, sampai gagal mengontrol harga makanan atau minuman di lokasi konser. Seakan-akan konser tersebut dibuat cuma untuk meraup cuan, bukan soal pameran seni atau memuaskan penonton.
Saya makin sedih ketika harga tiket konser di Jogja itu nggak jauh beda sama konser di kota lain. Kota yang mempunyai upah di atas Jogja itu, misalnya Jakarta. Bisa-bisanya harga tiket di Jogja disamakan dengan kota besar lainnya.
Nggak ada kepedulian sama sekali. Akhirnya, yang bisa menikmati konser di Jogja adalah para pendatang dan kaya, orang dari kota lain yang punya banyak sisa uang untuk kebutuhan tersier. Orang Jogja sendiri paling jadi tukang parkir di konser itu alih-alih bisa menikmatinya.
Harusnya buat konser intimate aja
Promotor di Jogja seharusnya bisa membedakan mana konser “sejuta umat” dan konser yang eksklusif atau intimate. Konser intimate memang dirancang untuk crowd kecil, dikonsep mesra dengan artisnya, dengan kualitas arena atau suara yang maksimal. Experience yang dirasakan harus lebih mewah, tapi mesra.
Makanya, promotor bisa mematok harga lebih tinggi untuk jenis konser seperti ini. Kalau untuk konser biasa atau model festival di Jogja, ya jangan menggunakan patokan harga konser intimate dong. Akal sehatnya tolong dipakai semaksimal mungkin.
Menggelar konser itu, saya yakin, bukan sembarang pekerjaan. Setiap promotor atau event organizer bekerja begitu keras untuk mewujudkan konser terbaik. Saya menghargai sisi tersebut. Namun, di sisi lain, orang-orang yang membayar tiket, yang membuat konser itu terjadi, tolong dimanusiakan. Tidak semua mampu membayar Rp500 ribu lebih untuk sebuah konser dengan artis-artis yang kurang populer.
Jogja, sudah lama dikenal sebagai kotanya seni. Jauh sebelum pandemi, banyak orang masih bisa menemukan konser gratis. Kalau memang berbayar, harga tiket yang dipatok masih ideal. Namun, setelah pandemi, setelah konser musik bergeliat dan “menghasilkan cuan untuk promotor mata duitan”, banyak yang latah lalu bikin konser asal-asalan aja. Pokoknya dapat duit.
Maka dari itu, mengertilah sedikit wahai para promotor. Jangan mahal-mahal kalau mau menggelar konser musik di Jogja. Kami selaku penikmat musik juga ingin berjumpa, sing a long, melepas penat dengan para musisi/band favorit kami. Masa hanya untuk melakukan itu saja kami harus menabung dengan giat, mengemis di kolom komentar agar bisa dapat giveaway, atau mencari tiket gratis dengan meminta akses ke orang dalam yang ada konser itu.
“Terus harga tiket yang ideal untuk konser di Jogja itu berapa?”
Kalau ada pertanyaan seperti itu, saya akan mengusulkan dua hal. Pertama, jangan asal pukul rata untuk konser di Jogja. Kalau yang tampil sekelas Dewa 19, mungkin masih wajar harga tiket dipatok Rp400 ribu seperti di Prambanan tempo hari. Namun, kalau yang tampil itu populernya cuma lokalan, ya jangan disamakan atau mendekati itu.
Usulan kedua, kalau konsernya menampilkan dua atau tiga artis lokal, harga tiket yang dipatok jangan di atas Rp100 ribu. Ingat, banyak massa dari artis lokal itu bukan orang kaya. Mungkin masih bocah yang harus menabung untuk menonton.
Keseimbangan ini bisa terjadi kalau promotor atau event organizer tidak latah dengan momen. Mentang-mentang konser lagi menguntungkan, lalu bikin asal-asalan dengan harga mahal. Baru-baru ini, sebuah konser di Bandung batal karena panitia yang tidak profesional. Jangan sampai gelaran musik di Jogja dapat cap buruk karena keserakahan pihak-pihak tertentu.
Penulis: Khoirul Atfifudin
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Wajar Kalau Kita Jadi Nggak Suka Slank