Toleransi tinggi orang Jogja terhadap jam karet kadang bikin sewot
Jujur saja, perbedaan yang satu ini bikin saya gemas. Jogja memang lekat dengan kehidupan slow living yang membuat orang-orangnya jadi jauh lebih santai. Namun, tidak saya sangka, mereka juga begitu santai terhadap waktu janjian atau bertemu. Dengan kata lain, waktu yang ngaret atau terlambat adalah hal yang biasa.
Setelah menyelami kehidupan di Kota Pelajar, akhirnya saya bisa menyimpulkan bahwa jam karet selayaknya oksigen bagi penduduknya. Guna meluruskan, pernyataan tadi bukan sindiran melainkan pemahaman akan ketidaksamaan nilai yang dijunjung masyarakat. Menurut saya, warga Jogja lebih menghormati kehadiran seseorang ketimbang kepatuhan terhadap waktu. Istilahnya, “ngajeni” orang. Bahkan, bisa dikatakan, penerimaan lapang dada atas praktek jam karet ini adalah bentuk keluwesan hidup di sana.
Menggunakan arah mata angin sebagai penunjuk jalan adalah hal biasa
Di Jogja, mendengar orang mengarahkan jalan dengan kalimat “belok timur, lalu ambil selatan Tugu” merupakan makanan sehari-hari. Mengombinasikan landmark beserta arah mata angin menjadi pedoman umum petunjuk jalan di Jogja. Namun, kalau metode ini diterapkan di Semarang, yang muncul justru kebingungan kolektif.
Pasalnya, tata kota antara Jogja dan Semarang saja sudah jauh berbeda. Jogja dibentuk dengan sistem radial dan dibantu dengan keberadaan Gunung Merapi sebagai kompas alami. Sementara, wilayah Semarang yang berbukit menuntut masyarakatnya lebih pragmatis dalam menetapkan orientasi. Dua logika navigasi tersebut sama-sama efektif. Sayangnya, akan menjadi lucu ketika dicoba di bukan kota asalnya.
Perbedaan bukanlah sesuatu yang ada untuk dipertentangkan. Yang terpenting adalah meningkatkan kemampuan beradaptasi agar tidak mempermalukan diri sendiri. Sebab, apa yang dipandang berbudaya di suatu daerah, mungkin saja menjadi dosa urban di tempat lain.
Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Sudah 5 Tahun Pindah dari Semarang ke Jogja dan Masih Saja Merana
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.