Ada satu fenomena yang begitu umum terjadi di gerobak-gerobak gorengan di seluruh Indonesia, tetapi jarang dibahas secara serius. Orang yang mau beli, tapi semua gorengannya dipegang dulu sebelum dipilih. Fenomena ini, meskipun terlihat sepele, nyatanya sangat mengganggu. Setiap hari, gorengan di jalan-jalan harus melewati seleksi ketat dari konsumen. Jari-jari para konsumen seolah punya indra keenam untuk menemukan mana gorengan yang paling layak dibeli.
Coba bayangkan, kamu sedang berdiri di depan gerobak gorengan dan matamu tertuju pada bakwan sayur yang menggoda di sana. Tapi tiba-tiba, datanglah seseorang yang tampak jauh lebih cermat dari dirimu. Orang itu langsung mendekat, dan seakan tak ragu, mulai memeriksa gorengan satu per satu.
Ada bakwan yang disentuh, dicubit sedikit, lalu dilepaskan. Tahu isi diangkat, diperhatikan dengan serius, lalu dikembalikan lagi dengan santai. Lalu kamu mulai khawatir, apakah gorengan impianmu akan terselamatkan dari “pelecehan” ini?
Gorengan yang kehilangan harga dirinya
Sekarang mari kita lihat dari sudut pandang yang lebih tragis: dari perspektif si gorengan. Bayangkan jadi tahu isi yang sudah digoreng dengan sepenuh hati, hanya untuk disentuh dan dilepaskan begitu saja. Apa yang dirasakan oleh tempe goreng yang awalnya renyah di luar, lalu kehilangan sedikit kerenyahannya setelah berkali-kali dicubit orang-orang tanpa dibeli?
Setiap kali disentuh, gorengan ini sedikit-sedikit kehilangan rasa percaya dirinya. Mereka sudah siap memberikan kebahagiaan di gigitan pertama, tapi yang datang malah pegang-pegang doang.
Memangnya para pembeli ini bisa membuktikan kalau tangan mereka sudah bersih? Saya nggak yakin kalau orang-orang yang punya perilaku pegang-pegang gorengan ini sudah cuci tangan sebelumnya. Apa iya sih, tukang gorengan harus menyediakan wastafel tepat di depan gerobak untuk mengantisipasi hal-hal semacam ini terjadi?
Baca halaman selanjutnya: Menyentuh tanpa membeli…