Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Gejog Lesung dan Tradisi Masyarakat Gunungkidul Usir Pulung Gantung

Jevi Adhi Nugraha oleh Jevi Adhi Nugraha
10 Januari 2022
A A
Gejog Lesung dan Tradisi Masyarakat Gunungkidul Usir Pulung Gantung Terminal Mojok

Gejog Lesung dan Tradisi Masyarakat Gunungkidul Usir Pulung Gantung (Unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Akhir tahun 2021 lalu, Ravacana Films kembali merilis film terbarunya di YouTube berjudul Lamun Sumelang (2019). Singkatnya, film yang disutradarai Ludy Oji Prastama memotret fenomena kasus bunuh diri di Gunungkidul, tempat saya bernapas dan berkembang.

Cerita berawal saat Agus (Freddy Roterdam) menunggu munculnya pulung gantung di sebuah ladang. Saat melihat pulung gantung melintas, ia buru-buru mendatangi lokasi jatuhnya pulung gantung untuk membunuh salah seorang yang hendak melakukan gantung diri. Hal ini ia lakukan sebagai syarat atau tumbal sesuai arahan seorang dukun agar anak semata wayangnya yang sedang sakit segera sembuh.

Pulung gantung sendiri dipercaya berbentuk menyerupai bola api terbang yang akan jatuh di pekarangan rumah warga. Sebagian masyarakat Gunungkidul percaya pemilik rumah akan melakukan gantung diri jika ketiban (kejatuhan) bola api terbang itu. Untuk itu, dalam film berdurasi 18 menit tersebut menggambarkan sosok Agus yang sedang mencari tumbal dengan cara mendeteksi jatuhnya pulung gantung.

Film Lamun Sumelang cukup berhasil menyita perhatian publik, terutama kawula muda Gunungkidul. Terlepas dari banyaknya simbol-simbol yang digunakan dalam setiap adegan, film tersebut mampu memotret latar belakang sebagian masyarakat Gunungkidul yang kerap dianggap sebagai penyebab banyaknya kasus bunuh diri seperti depresi dan penyakit menahun.

Di balik kompleksitas masalah yang disajikan film Lamun Sumelang, ada tradisi masyarakat Gunungkidul yang tidak ditampilkan dalam film, yaitu mengusir pulung gantung. Salah satu tradisi mengusir pulung gantung ala masyarakat Gunungkidul yang kerap dilakukan adalah membunyikan lesung.

Dalam tradisi masyarakat Gunungkidul, lesung tidak hanya berfungsi sebagai alat penumbuk padi, tetapi juga digunakan untuk mengusir pulung gantung. Biasanya, alat penumbuk padi ini akan dibunyikan ketika salah satu warga ada yang melihat pulung gantung atau setelah ada kasus gantung diri.

Biasanya, warga akan membunyikan lesung secara bersamaan saat surup (menjelang magrib). Tidak sekadar memukul lesung, warga juga menyanyikan lagu-lagu khas gejog lesung seperti lesung jumbenglung, padang bulan, hingga camping gunung.

Sebagian masyarakat percaya bahwa membunyikan lesung dapat mengusir pulung gantung. Konon, ketika ada orang memukul alat penumbuk padi ini, pulung gantung tidak berani jatuh atau mencok (menempel) di pekarangan warga. Selain itu, masyarakat juga percaya membunyikan lesung akan membuat pikiran seseorang menjadi tidak kosong, sehingga calon pelaku bunuh diri akan mengurungkan niatnya untuk melakukan gantung diri.

Baca Juga:

Kasihan Solo, Selalu Dibandingkan dengan Jogja, padahal Perbandingannya Kerap Tidak Adil!

Drini Park, Tempat Wisata Viral di Gunungkidul yang Cukup Dikunjungi Sekali Saja

Selain gejog lesung, ada juga beberapa tradisi lain yang biasa dilakukan untuk mengusir pulung gantung.

Membunyikan kentongan

Membunyikan kentongan menjadi salah satu cara mengusir pulung gantung yang paling umum dilakukan oleh masyarakat Gunungkidul. Kentongan sendiri merupakan alat komunikasi tradisional yang terbuat dari bambu atau kayu berongga. Biasanya kentongan diletakkan atau digantung di pos ronda, posyandu, balai dusun, dan tempat umum lainnya.

Sama seperti lesung, kentongan biasa dibunyikan secara serempak oleh warga saat surup atau menjelang salat magrib. Tidak sekadar alat musik, bunyi-bunyi yang dihasilkan saat memukul kentongan juga menyuratkan tanda-tanda tertentu.

Ada sebuah kode rahasia pada setiap banyaknya bunyi pukulan kentongan. Misalnya bunyi “tok” enam kali secara berulang pertanda keadaan aman. Namun, jika dibunyikan dua kali, lalu jeda, kemudian dibunyikan dua kali, pertanda bencana alam terjadi.

Khusus untuk mengusir pulung gantung, biasanya masyarakat akan membunyikan kentongan dengan kode titir. Titir sendiri merupakan kode kentongan yang dipukul secara cepat tanpa jeda. Selain digunakan untuk mengusir pulung gantung, bunyi ini juga sebagai pertanda adanya banjir, angin topan, kebakaran, tanah longsor, dan bencana alam lainnya.

Membunyikan cethen (cambuk sapi)

Hampir setiap warga di Gunungkidul yang memiliki sapi menyimpan cethen atau cambuk di rumahnya. Selain digunakan untuk menggerakkan atau mengatur tempo saat hewan ternak berjalan, cethen juga digunakan sebagai media mengusir pulung gantung. Biasanya, warga akan membunyikan cethen selama tiga hari setelah melihat pulung gantung atau setelah ada kasus bunuh diri.

Selain itu, beberapa warga biasanya juga akan ngubengi omah (mengelilingi rumah) sambil membunyikan cethen. Hal ini dimaksudkan agar pulung gantung tidak jatuh di pekarangan rumah. Bunyi cethen tersebut juga sekaligus sebagai pertanda ada warga yang meninggal dunia karena gantung diri.

Ruwatan

Ruwatan menjadi salah satu ritual atau upacara adat masyarakat Jawa yang hingga kini masih lestari di Gunungkidul. Sederhananya, ruwatan digunakan untuk melepaskan, menghalau, menyingkirkan, atau membuang sukerta (ancaman, malapetaka) seperti peristiwa gantung diri.

Dalam upacara ruwatan, biasanya masayarakat menyelenggarakan pertunjukan seni tradisional, salah satunya wayang kulit. Ragil Pamungkas dalam bukunya Tradisi Ruwatan menyebutkan bahwa ada lakon wayang khusus yang disajikan saat upacara ruwatan, yakni Murwakala dan Sudamala. Dua lakon tersebut termasuk wayang pada zaman purwa yang terbagi menjadi empat bagian meliputi mitos-mitos permulaan dewa, raksasa, dan manusia.

Ada sensasi rasa yang cukup berbeda melihat pertunjukan wayang biasa dengan pertunjukan wayang khusus untuk ruwatan. Hal ini saya rasakan beberapa tahun lalu, tepatnya saat warga di desa saya menggelar upacara ruwatan untuk menghentikan kasus bunuh diri. Saat itu, suasana pertunjukan wayang lebih sakral dan cukup mencekam. Pasalnya, sang dalang menggambarkan keadaan desa yang terkena sukerta (kotor, cacat, lemah) dan akan menjadi mangsa Betara Kala.

Terlepas dari itu semua, ruwatan dan membunyikan lesung, kentongan, dan cethen telah menjadi tradisi yang masih dipercayai sebagian masyarakat hingga saat ini. Selain untuk menyingkirkan sukerta, tradisi tersebut juga mengandung tata nilai, norma, dan cita-cita masyarakat dalam mewujudkan masyarakat yang ayom, ayem, tata titi tata tentrem (aman dan sejahtera).

Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Intan Ekapratiwi

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 9 Januari 2022 oleh

Tags: GunungkidulPulung Gantung
Jevi Adhi Nugraha

Jevi Adhi Nugraha

Lulusan S1 Ilmu Kesejahteraan Sosial UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berdomisili di Gunungkidul.

ArtikelTerkait

4 Tradisi Upacara Kematian di Gunungkidul selain Tabur Uang Recehan Terminal Mojok

4 Tradisi Upacara Kematian di Gunungkidul selain Tabur Uang Recehan

6 Februari 2022
5 Bakmi Jawa khas Gunungkidul yang Otentik dan Mantap Terminal Mojok

5 Bakmi Jawa khas Gunungkidul yang Autentik dan Mantap

9 April 2022
4 Tradisi Kondangan di Desa yang Bikin Heran Orang Kota Terminal Mojok ngawi

Culture Shock Orang Gunungkidul Saat Kondangan ke Ngawi Jawa Timur

25 Juni 2023
4 Candi di Gunungkidul yang Perlu Dikunjungi Mahasiswa Sejarah Terminal Mojok semanu

Derita Tinggal di Bawah Kaki Bukit Semanu Gunungkidul: Jalan Gelap, Penuh Lubang, dan Ulat Jati Bergelantungan

11 April 2023
Plang Tempik Gundul dan Salah Kaprah Lainnya tentang Gunungkidul Terminal Mojok.co

Plang Tempik Gundul dan Salah Kaprah Lainnya tentang Gunungkidul

25 Maret 2022
10 Dialek khas Gunungkidul, dari Klomoh, Jabang Bazik, hingga Kemecer Terminal Mojok.co

Gunungkidul, Daerah Penuh Kejadian Aneh yang Bikin Keanehan Bantul Terlihat Normal

11 Agustus 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025
6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting Mojok

6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting

30 November 2025
Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

1 Desember 2025
Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

2 Desember 2025
5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru Mojok.co

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru

2 Desember 2025
QRIS Dianggap sebagai Puncak Peradaban Kaum Mager, tapi Sukses Bikin Pedagang Kecil Bingung

Surat untuk Pedagang yang Masih Minta Biaya Admin QRIS, Bertobatlah Kalian, Cari Untung Nggak Gini-gini Amat!

5 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.