Kalau ada tim yang harusnya menyesali kepergian Federico “El Halcon” Valverde, bukan Penarol, tim asalnya, tapi Arsenal. Sebelum melesat tinggi bersama Real Madrid, klub pertama yang menemukan Valverde di Uruguay sana.
Fede sempat menjalani trial untuk Arsenal. Namun, fisiknya yang amat ringkih bikin Arsenal putar balik. Saat itulah, Juni Calafat memberi titah ke petinggi di RM City: bawa ahli nutrisi dan dokter terbaik yang kita punya, bentuk permata ini jadi lebih indah.
Dan insting Juni Calafat terbukti. Pemain yang ceking itu, ternyata permata yang memang dibutuhkan oleh The Great White.
***
Beberapa pertandingan terakhir sepertinya adalah pembuktian kualitas Valverde yang sebenarnya. Dia bukanlah pemain dengan gocekan maut atau tendangan geledek. Bahkan, posisinya di starting lineup masih terancam. Namun, bukan berarti ia pemain yang buruk. Ia jauh dari itu.
Valverde bisa dibilang pemain yang spesial. Pada laga melawan Chelsea dan Liverpool di Liga Champions, ia punya peran yang unik. Saat menyerang, ia menjadi winger kanan. Saat transisi, ia jadi gelandang keempat sisi kanan Madrid. Saat bertahan, ia jadi bek kelima, yang bikin pertahanan Madrid makin kuat karena di tengah akan diisi Carvajal-Militao-Alaba.
Peran ini, sempat diemban Lucas Vazquez di masa Zidane melatih. Namun tentu saja, gagal total.
Selain itu, Valverde punya stamina, kecepatan, dan daya jelajah yang tinggi. Kemampuannya menunjang peran yang amat berbeda itu. Terlihat ketika Benzema absen, ia bisa mengisi kekosongan yang ada. Meski tentu saja tak sesempurna Benzema. Siapa sih yang bisa menandingi Benzema?
Belakangan, Valverde kerap mencetak gol. Hal ini, membuktikan bahwa Valverde, sebenarnya adalah pemain yang komplet. Namun, entah mengapa, puja-puji untuknya amat jarang terdengar. Tak seperti pemain-pemain di Liga Inggris, yang sekali melakukan rabona, akan dikenang setiap waktu.
Namun, sepertinya, Fede tak butuh itu.
***
Sebenarnya saya tertawa mendengar Fede Valverde “menyebut” dirinya sendiri sebagai El Halcon, alias Si Elang. Terdengar cringe, tapi semakin ke sini, saya semakin paham maksudnya.
Real Madrid sedang menjalani transisi. Pemain tua seperti Benzema, Kroos, Modric, dan lain-lain akan segera menemui akhir karier mereka. Manajemen tahu betul masalah ini, maka dengan bertahap, pemain muda diintegrasikan ke skuat. Dimulai dari pembelian Fede dan Vinicius, lanjut ke Rodrygo, Camavinga, dan yang terbaru adalah Tchouameni.
Pemain-pemain tersebut memang berusia muda, namun efek mereka ke permainan tak bisa dianggap sepele sama sekali. Mereka menggenggam satu piala UCL, kecuali Tchouameni. Dan sepertinya pun, Tchouameni tak perlu menunggu lama-lama untuk jatahnya.
Ketika bicara kumpulan pemain muda Madrid, orang akan menyebut Vinicius Junior. Tak mengagetkan, memang dialah pembeda. Dia benar-benar menjadi ancaman. Kalau kau melihat lawan menerapkan overload di sisi kiri Madrid, percayalah itu semua hanya untuk menghentikan Vinicius.
Namun, sebenar-benarnya wajah pemain muda Madrid saat ini, paling tepat ya Valverde. Dialah perwujudan semangat Santiago Bernabeu, yang harus ditunjukkan oleh pemain Real Madrid. Determinasi tinggi, rela berkotor-kotor (baca: keras) demi menjaga nama Madrid, dan mengerahkan semua yang ia punya, itulah alasannya.
Maka, ketika Federico Valverde menyebut dirinya Si Elang, saya paham, bahwa ia sedang menunjukkan ke dunia, ia akan terbang tinggi dan dilihat oleh banyak orang. Seperti yang sedang ia peragakan sekarang, membuat orang meliriknya dan menaruh harapan padanya. Bahwa suatu saat nanti, Real Madrid akan ia bawa terbang tinggi, jauh lebih tinggi.
Dan pegang kata-kata saya: suatu saat nanti, ketika bicara pemain ideal, orang akan menyebut Federico Valverde sebagai representasi pemain yang diidamkan. Berdarah-darah demi klub, berdarah-darah demi harga diri.
Sumber gambar: Akun Instagram @fedevalverde
Penulis: Zubairi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Tetaplah Berdansa, Vini!