Fenomena Go International dan Sikap Sok Tahu Kita

go international

go international

Segala sesuatu yang menggunakan embel-embel ‘internasional’ memang sering dianggap wah. International school dianggap lebih keren dibanding sekolah negeri. Pun, istilah ‘standar internasional’ terdengar lebih bagus dibanding ‘standar lokal’ (jika ada). Pokoknya, hal yang berbau internasional selalu menarik perhatian, termasuk istilah go international.

Dalam dunia hiburan, go international menjadi salah satu fenomena yang menarik untuk diikuti. Go international dianggap sebagai suatu proses untuk menaikkan level seorang artis, baik segi kualitas maupun popularitas. Di balik semua itu, tentu ada motif ekonomi yang melatarbelakangi seorang artis memilih go international.

Artis-artis yang memutuskan go international hampir semua berkiblat pada Hollywood, Amerika Serikat yang dianggap sebagai pusat industri hiburan di dunia. Ada anggapan bahwa jika seorang artis bisa menaklukkan pasar Hollywood, maka dia otomatis menaklukkan pasar hiburan dunia. Jika bisa eksis di Amerika Serikat, maka sudah pasti terkenal seantero jagad.

Fenomena go international dapat dikatakan sebagai sebuah tren universal. Banyak artis dari berbagai negara, sejak dulu sampai sekarang dan terus akan berlanjut, berbondong-bondong mencoba peruntungan untuk melebarkan sayap karirnya ke berbagai negara.

Dari Tiongkok, kita sudah lama mengenal Jackie Chan yang terkenal sebagai aktor laga berkualitas atau Zhang Ziyi yang sempat menyita perhatian dunia dengan meraih penghargaan Golden Globe. Malaysia juga punya Siti Nurhaliza yang tak hanya terkenal di negara-negara Melayu, namun juga populer sampai Eropa dan Amerika.

Artis-artis India juga tak mau kalah. Banyak aktor India yang bermain dalam film Bollywood terkenal sampai ke penjuru dunia karena perannya. Belum lagi artis-artis Korea yang terkenal melalui Kdrama dan Kpop berkualitas dibalut paras menawan yang mudah memikat muda mudi sedunia.

Go International Artis Indonesia

Tren go international juga terjadi di tanah air. Generasi 70an sampai 90an pasti tak asing dengan nama penyanyi Anggun. Bisa dibilang, Anggun adalah salah satu artis Indonesia yang lebih dulu go international. Lagu-lagu Anggun banyak diputar di radio berbagai negara pada masanya.

Ada juga penyanyi Sandy Sandoro dan Agnes Monica (sekarang mengganti nama panggung menjadi AGNEZ MO) yang juga terkenal dan berprestasi sampai tingkat internasional. Pun, jangan lupakan ‘anak ajaib’ Joey Alexander, pianis cilik yang pernah mencicipi rasanya tampil dan menjadi nominasi Grammy Awards, ajang penghargaan musik nomor wahid di dunia.

Di era sekarang, selain AGNEZ MO yang masih aktif berkarya, ada nama-nama baru asli Indonesia yang mengepakkan sayap bermusiknya di Amerika Serikat, sebut saja Rich Brian dan NIKI. Dua anak muda tersebut seolah enggan tertinggal dalam persaingan musik dunia.

Dalam bidang acting, ada nama-nama beken asal Indonesia seperti Iko Uwais, Joe Taslim, dan Yayan Ruhiyan yang talentanya diakui dunia. Dalam bidang modelling, ada Kelly Tandiono yang sering nampang di majalah fesyen beken atau Ayu Gani yang pernah memenangi ajang Asia’s Next Top Model, kontes model Asia paling prestisius.

Sebenarnya, banyak sekali artis asal Indonesia yang melempar karyanya di kancah internasional dan dikenal di berbagai negara. Di atas, saya hanya menyebut beberapa nama di beberapa bidang saja. Tentu, masih banyak nama-nama lain yang saya lewatkan karena keterbatasan informasi.

Banyak dari mereka yang berusaha luar biasa untuk berkarir di tingkat internasional, tak jarang bolak-balik Indonesia-luar negeri untuk memastikan bahwa usahanya untuk go international tidak sia-sia. Banyak dari mereka yang sebenarnya berprestasi namun tidak (atau tidak mau) mendapat spotlight dari media.

Komparasi dari Netizen

Dari sekian banyak artis Indonesia yang go international, mereka memiliki penggemar masing-masing. Beberapa diantaranya bahkan punya nama (fanbase). Namanya penggemar, pasti mendukung artis yang dicintai. Saking cintanya, banyak dari penggemar tersebut yang lantas membandingkan pencapaian para artis.

Mereka menilai artis yang mereka dukung adalah yang terbaik, berhasil membawa nama baik Indonesia di kancah internasional dengan berbagai prestasi yang membanggakan. Mereka menganggap artis Indonesia lain yang sama-sama go international masih kaleng-kaleng.

Akibatnya, banyak muncul perang penggemar (fanwar) di media sosial. Mereka saling merendahkan dan mencaci maki. Menariknya, komparasi tersebut tak hanya dilakukan oleh penggemar, namun juga netizen yang menganggap dirinya netral. Memakai legitimasi prestasi, mereka tak segan merendahkan satu artis demi meninggikan artis lain.

Aneh bin ajaib. Bahkan orang-orang yang berasal dari satu negara yang sama masih sempat saling sikut hanya agar idolanya dicap lebih baik. Saya kira, identitas sebagai bangsa Indonesia bisa menyatukan para pendukung artis yang go international atas nama negara. Nyatanya, saya hanya sok tahu.

Sebenarnya, kapan sih seorang artis dianggap sukses go international? Apakah Agnezmo yang pernah duet dengan penyanyi kenamaan dunia sudah dianggap berhasil go international? Sudahkah Rich Brian go international ketika dia sukses menelurkan album fenomenal The Sailor (2019)?

Atau Iko Uwais yang berkali-kali dipuji karena perannya dalam film Hollywood apakah bisa dianggap sukses? Paling sederhana, apakah ketika seorang artis Indonesia yang sudah memiliki satu penggemar luar negeri bisa dianggap go international?

Mengukur apakah seorang artis sudah go international atau belum adalah satu hal tak gampang (baca: sia-sia) karena belum ada indikator spesifiknya. Apalagi bagi orang awam seperti kita yang tak terlibat langsung dalam proses tersebut.

Artis yang memutuskan go international dan mengalaminya langsung lah yang tahu apakah dirinya sudah berhasil atau belum. Menggunakan target pribadi yang ia canangkan, mereka tahu betul sudah di fase mana perkembangan proses go international-nya. Kita sebenarnya tak tahu apa-apa.

Sebagai penikmat yang seringkali membabi buta dalam menilai, kita memang pandai dalam berkomentar. Komentar-komentar kita sering datang hanya dari penilaian prematur yang sumbernya hanya dari media daring atau media sosial. Belum lagi ditambah ego yang membuncah dalam diri. Jadilah kita sebagai sosok yang sok tahu.

Meski begitu, menjadi sok tahu bukanlah dosa besar. Kita masih bisa masuk surga. Tak apa jika tetap ingin melakukan komparasi antarartis. Tak masalah terus-terusan menilai artis ini lebih sukses dibanding artis itu. Sekadar mengingatkan, komparasi yang kita buat tak berpengaruh besar terhadap karir si artis. Paling, waktu kita saja yang habis dengan sia-sia. (*)

 

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) yang dibikin untuk mewadahi sobat julid dan (((insan kreatif))) untuk menulis tentang apa pun. Jadi, kalau kamu punya ide yang mengendap di kepala, cerita unik yang ingin disampaikan kepada publik, nyinyiran yang menuntut untuk dighibahkan bersama khalayak, segera kirim naskah tulisanmu pakai cara ini.

Exit mobile version