Universitas Negeri Surabaya atau yang kerap disebut UNESA memiliki dua lokasi kampus yang berbeda dalam satu kota, yakni di Lidah Wetan dan Ketintang. Nggak ada salahnya punya kampus dengan lokasi berbeda, toh UNAIR, ITS, dan UINSA pun begitu. Masalahnya terletak pada fasilitas kampus yang timpang. Padahal seharusnya meski berbeda lokasi, fasilitas kampus tetap sama, kan?
Penderitaan kuliah di Ketintang udah diulas oleh Mbak Audea lewat curhatannya di sini. Sayangnya, penderitaan itu nggak berhenti sampai di situ. Pasalnya, sudah daerahnya semrawut, fasilitas kampus buruk, sampah di mana-mana, eh, mahasiswa di UNESA Ketintang harus ngiri melihat mahasiswa UNESA Lidah Wetan yang makmur dan tertawa gembira. Wis ra penak, ngenes pisan.
Sebagai mahasiswa Ketintang, saya merasa dianaktirikan oleh kampus. Perbedaan fasilitas antara kedua kampus ini terlampau jauh, padahal masih satu instansi dan mahasiswanya sama-sama bayar UKT. Pasti perasaan ini mewakili semua mahasiswa UNESA Ketintang, apalagi yang sering main ke UNESA Lidah Wetan. Ya, kan? Hayo ngaku. Berikut beberapa perbedaan fasilitas antara kampus UNESA Ketintang dan Lidah Wetan.
Daftar Isi
Area kampus UNESA Lidah Wetan lebih adem
Hampir seluruh area kampus UNESA Lidah Wetan dikelilingi pepohonan yang rindang. Itu sebabnya suasananya lebih adem dan menenangkan. Ingat, ini masih Surabaya, lho, ademnya Surabaya jelas nggak kayak ademnya pedesaan. Tapi, kalau dibandingkan dengan Ketintang, sudah pasti kalah telak.
Di Lidah Wetan, saya sering melihat mahasiswa berjalan kaki untuk berpindah dari satu gedung ke gedung lainnya. Mereka berjalan tanpa takut kepanasan karena dilindungi bayang-bayang pepohonan. Beda banget sama mahasiswa Ketintang. Jarang sekali saya melihat mahasiswa berjalan kaki untuk berpindah gedung fakultas atau menuju food court. Maklum, panasnya Surabaya nyelekit di kulit. Sudah cuacanya panas, pohonnya sedikit, auto kepanggang, deh.
Jalanan yang luas dan lengang
Jalanan di Ketintang yang ruwet dan macet sudah disinggung pula oleh Mbak Audea dalam artikelnya, dan kondisi itu amat jauh berbeda dengan UNESA Lidah Wetan yang memiliki jalanan luas, lebar, dan lengang. Beberapa kali berkunjung ke UNESA Lidah, saya melihat bus parkir di jalan utama dan nggak ada masalah. Itu pun sisa jalannya masih muat untuk mobil lalu-lalang. Jangan tanya kalau di UNESA Ketintang, saya yakin bunyi klakson langsung terdengar di mana-mana.
Sejujurnya jalanan Ketintang yang sempit ini juga bikin saya pesimis kalau Ketintang bisa memiliki suasana adem seperti di Lidah Wetan. Gimana ya, wong nggak ada lahan kosong buat ditanami pepohonan lebih banyak. Wes pokoknya mahasiswa UNESA Lidah Wetan enak banget bisa motoran war wer wor, hawa kampusnya pun adem.
Banyak spot diskusi di kampus UNESA Lidah Wetan
Kalau melihat mahasiswa UNESA Lidah Wetan ngobrol di taman, gazebo, atau pendopo di lapangan rektorat, rasanya hati saya dongkol sekali. Gimana nggak dongkol wong jumlah spot diskusi di sana banyak banget. Kalau mau diskusi tinggal janjian dan memanfaatkan spot-spot tersebut. Tiap kali saya ke kampus Lidah, ruang-ruang diskusi terbuka selalu dipenuhi mahasiswa yang mengerjakan tugas kelompok atau organisasi kampus yang sedang rapat.
Sementara itu di UNESA Ketintang, contohnya di fakultas saya, FISH (Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum), yang semestinya butuh ruang terbuka lebih banyak untuk diskusi, hanya ada empat gazebo dan beberapa bangku. Itu pun spot ini biasanya dipakai mahasiswa makan jajanan sambil nunggu kelas. Gimana mau menghasilkan akademisi yang berkelas kalau ruang diskusinya aja terbatas?
Perpustakaan yang besar daripada di kampus UNESA Ketintang
Sejak menginjakkan kaki di perpustakaan UNESA Lidah Wetan, saya langsung kebingungan. Apakah satu universitas hanya boleh memiliki satu perpustakaan besar atau UNESA memang cuma ingin bikin perpustakaan di Lidah? Pasalnya, perpustakaan UNESA di Lidah Wetan sangat mengagumkan. Ukurannya luas, pelayanannya enak, bangunannya mewah, ditambah suasananya adem dan ayem. Sebagai mahasiswa Ketintang, tentu saja saya sangat iri.
Di Ketintang, cuma ada perpustakaan antar fakultas, itu pun banyak mahasiswa yang nggak tahu keberadaan perpustakaannya karena ukurannya nggak besar dan terlalu ndelik. Saya aja lebih sering bolak-balik ke perpustakaan Lidah Wetan karena di sana nyaman banget.
Kantin ada di tiap fakultas di UNESA Lidah Wetan
Hal terakhir yang bikin saya sebagai mahasiswa UNESA Ketintang cemburu berat dengan mahasiswa di Lidah Wetan adalah perkara kantin. Di Lidah, kantinnya besar dan banyak, tiap fakultas pasti ada. Jadi, pertarungan antre makanan hanya dilakukan dengan teman satu fakultas.
Beda ceritanya sama di Ketintang yang mana hanya ada satu food court yang menjadi rujukan tempat makan. Mahasiswa dari semua fakultas tumplek mencari makan di food court tersebut. Bayangkan, betapa beratnya pertarungan mencari makan yang harus kami lakukan. Nggak salah kalau Mbak Audea sampai mengeluh susah mencari tempat makan di Ketintang.
Begitulah kecemburuan saya terhadap mahasiswa UNESA Lidah Wetan. Semoga pihak kampus bisa mendengar keluh kesah ini sehingga ada perbaikan agar kampus UNESA Ketintang juga nggak kalah baik. Buat mahasiswa UNESA Lidah, berbahagialah kalian. Enakno, Rek!
Penulis: Naimatul Chariro
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA UNESA Terima Banyak Maba, Mahasiswa di Ketintang Makin Menderita.