Covid-19 yang sebentar lagi akan upgrade ke patch 21, seakan mematikan banyak euforia dan rencana yang tersusun sebelumnya, tak terkecuali dalam sepak bola lokal maupun internasional. Agenda dari masing-masing liga maupun federasi semua dibuat berantakan. Seperti halnya bidang lain, sepak bola pun sempat mengalami masa lockdown sebagai tindakan preventif ketika awal pandemi.
Dampaknya, sepak bola yang menjadi nafas bagi sebagian hajat hidup orang juga sempat mati suri, tak terkecuali di Malaysia. Segala aktivitas sepak bola profesional di negeri ini terhenti sejak 16 Maret 2020. Selang lima bulan kemudian liga kembali berlanjut pada 22 Agustus 2020 dan berakhir pada 31 Oktober 2020 dengan keputusan akhir penentuan juara hanya sampai satu putaran kompetisi. Johor Darul Ta’zim selaku pemuncak klasemen keluar sebagai pemenang.
Kurang dari tiga minggu setelah selesainya liga Malaysia, tepatnya di pertengahan bulan November, FAM (Federasi Sepak Bola Malaysia) secara tiba-tiba memutuskan untuk segera memulai kompetisi baru musim 2021. Seolah pengurus FAM maupun Malaysian Football League (MFL) selaku operator liga nggak ada yang merangkap anggota parpol dan ikut mengurus urusan pemilu 2023. Buru-buru banget, heran.
Padahal, masih banyak waktu untuk santai dulu. Kenapa pengurus FAM terlalu terburu-buru hingga nggak memberikan keleluasaan waktu bagi pengurus klub memikirkan kontrak pemain yang njlimet, ini malah terlalu cepat memberikan kepastian kompetisi baru. Hadeh.
FAM juga nggak kasian dengan para pemain untuk memberi kelonggaran waktu agar para pemain bisa ikut tarkam di jeda kompetisi. Padahal, hal tersebut sangat bagus untuk jaga kondisi, andai dapat sangu kan lumayan bisa untuk jajan es ABCD di kedai Uncle Muthu. Belum lagi kalau ada tawaran bisa ikut fun football bareng selebritis Malaysia terus sangunya lebih gede kan lumayan. Hal baik kok dipersulit, padahal nggak melanggar kontrak sebab hanya “fun football” dan untuk jaga kondisi. Andai cedera itu bukan masalah bukan?
Yang lebih aneh, kenapa polisi Malaysia ini memberikan izin keramaian untuk sepak bola. Padahal hingga hari ini, kasus corona di Malaysia ini masih tinggi. Selain itu lebih menggiurkan untuk membuka pintu pariwisata bagi Malaysia yang terkena resesi di kuartal III agar lebih cepat pulih secara ekonomi daripada menjalankan kompetisi sepak bola. Sebab 11 vs 11 di lapangan belum termasuk wasit itu sudah melanggar protokol kesehatan daripada berkumpul di tempat wisata.
Selain itu yang bikin heran, FAM ini kenapa nggak menyelenggarakan piala perdana menteri atau bekerja sama dengan pemimpin daerah menggelar piala sultan, kemudian mengundang klub dari negara lain sebagai peserta tambahan. Kan lumayan pialanya untuk nambah koleksi trofi, plus bisa buat bahan untuk debat kusir di sosial media andai jadi juara. Kapan lagi kan bisa arak-arakan hasil juara piala pramusim? Masa iya, kompetisi pramusim yang gelar juaranya sangat bergengsi ditiadakan hanya karena di Malaysia sedang nggak ada pemilu.
Saya kira FAM harus segera mengubah keputusannya. Alangkah lebih baiknya, mencontoh kebijakan PSSI selaku federasi sepak bola kita. Menjalankan kompetisi sepak bola tanpa terburu-buru. Kebijakan itu merupakan keputusan baik dari PSSI. Satu tahun kompetisi selesai dalam jangka waktu dua tahun lebih pun nggak masalah, yang penting alon-alon asal kelakon agar rantai penyebaran corona di negara kita bisa ditekan serendah mungkin. Begitu mungkin niat baik PSSI.
Membiarkan pemain bisa ikut tarkam ataupun fun football untuk menjaga kondisi selagi pandemi merupakan keputusan bijak, syukur-syukur pemain bisa dapat sangu agar dapur tetap ngebul. Memberikan kesempatan pemain untuk dapat main sinetron untuk mengisi waktu di jeda kompetisi juga merupakan ide brilian lain. Selain itu, memberikan keleluasan waktu bagi klub berdiskusi masalah kontrak dengan pemain dengan kelonggaran waktu yang terlalu sangat panjang adalah keputusan bijaksana lain dari PSSI.
PSSI, bagi saya merupakan contoh terbaik dalam mengelola manajemen liga yang dapat membuat jadwal efektif, dapat dengan jeli menggabungkan waktu timnas bermain di jeda internasional dengan waktu berjalannya liga. Bahkan, PSSI pernah menggelar turnamen piala Indonesia yang berlangsung selama 15 bulan sehingga mencatatkan sejarah sebagai turnamen terlama di dunia. Uniknya lagi turnamen ini sempat terhenti karena adanya turnamen pramusim yang lebih bergengsi karena gelar tersebut berasal dari presiden. Sungguh. PSSI. Keren!
Pada akhirnya, saya akan bangga berucap bahwa PSSI adalah federasi terbaik dengan semua rekor timnas dan kebijakannya hingga saat ini. Saya percaya bahwa semua sudah diperhitungkan dengan baik oleh PSSI. Jadi, kita sebagai penikmat sepak bola lokal harus bangga dengan kebijakan dan terobosan ala PSSI daripada kebijakan kesusu ala FAM yang ra mashok blas!
BACA JUGA Lupakan Glorifikasi, ayo Bangun Persiba Bantul! dan tulisan Muhammad Arif N Hafidz lainnya.