Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Faldo Maldini dan Fenomena Politisi Muda Rasa Boomer

Aminah Sri Prabasari oleh Aminah Sri Prabasari
15 Agustus 2021
A A
faldo maldini politisi muda mojok (1)

faldo maldini politisi muda mojok (1)

Share on FacebookShare on Twitter

Faldo Maldini meributkan mural tak berizin, sejak kapan mural yang merupakan seni jalanan merasa perlu meminta izin? Viani Limardi memarahi polisi yang menghentikan mobilnya, sejak kapan pembuat kebijakan boleh mengabaikan aturan?

Sepak terjang politisi milenial belakangan ini menjelaskan bahwa hanya usia mereka saja yang muda. Attitude-nya, sih, menua akibat kepentingan-kepentingan yang pragmatis dan bukan karena idealisme.

Pertanyaan yang mau tidak mau mampir di kepala banyak orang saat ini: “Kenapa publik juga perlu menyimak drama para politisi bau kencur saat politisi yang sudah mulai berkarat sibuk pasang baliho padahal pemilu masih jauh dan masih dalam situasi pandemi?”

Dari perkataan-perkataan para politisi muda belakangan ini sepertinya kita bisa belajar bahwa menjadi politisi adalah jalan pintas untuk berjaya dan berkuasa sambil dikenang sebagai seorang hipokrit oleh sesama anak muda seusianya. Menjadi hipokrit dengan latar belakang status sosial bagus dan pendidikan tinggi ternyata nggak susah-susah amat: pilih profesi politisi.

Politisi adalah profesi? Ya iyalah, ada jenjang karier dan beban pekerjaan (sekaligus perputaran uang) di partai politik.

Yang menjadi sumber persoalan karier sebagai politisi selama ini adalah mengaku dan merasa bekerja untuk rakyat plus idealisme. Faktanya, mereka bekerja untuk jenjang karier dirinya sendiri ke depan.

Sebelumnya ada kisah mantan stafsus milenial Presiden Jokowi cum pengusaha startup yang bilang ingin “menyalakan lilin lebih baik daripada menyalahkan kegelapan”—diksi yang biasanya bisa ditemui di novel atau cerpen seangkatan penulis Mira W—ternyata dapat proyekan kemudian mundur dari panggung politik. Ada mantan aktivis yang kemudian menjadi jubir Prabowo Subianto, ia mengingatkan kita pada politisi usia 50-60 tahun yang hobi masuk TV untuk eyel-eyelan tanpa merasa perlu mendengar lawan bicara. Dan yang perlu banget disebut adalah deretan nama politisi muda terlibat kasus korupsi: Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, Muhammad Nazaruddin, Wa Ode Nurhayati, Romahurmuziy, Imam Nahrawi, Zumi Zola, Sri Wahyuni Maria Manalip, Novi Rahman Hidayat, Adriatma Dwi Putra, dan seterusnya. Nama-nama tersebut adalah deretan politisi di eksekutif dan legislatif yang diharapkan membawa perubahan, ujung-ujungnya kena kasus korupsi.

Kembali ke Faldo Maldini dan Viani. Ironisnya, keduanya dari PSI. Partainya para orang-orang muda yang mengaku menginginkan ada perubahan di perpolitikan Indonesia. Saat publik merasa ada PSI sebagai alternatif pilihan untuk Pemilu ke depan, eh ternyata zonk. Masih ada saja kadernya yang “muka baru, rasa lama” alias “usia muda, attitude Orba”.

Baca Juga:

Menyesal Kuliah Jurusan Pendidikan, Tiga Tahun Mengajar di Sekolah Nggak Kuat, Sekolah Menjadi Ladang Bisnis Berkedok Agama

Korupsi dan Krisis Integritas Adalah Luka Lama Banten yang Belum Pulih

Ternyata nggak ada bedanya politisi partai baru dengan para politisi partai lain yang cara berpikir dan berperilakunya sudah ketinggalan jaman, ya?

Sayang sekali setelah sekian tahun berproses dengan susah payah, perpolitikan di Indonesia khususnya kaderisasi partai dan meritokrasi, hanya jalan di tempat. Publik yang dahulu skeptis seperti yang dipotret oleh survei LSI tahun 2011 yang menyatakan bahwa hanya 24,8 persen saja publik yang tidak meragukan politisi muda, kini harus kembali menerima kenyataan.

Perlu kita cerna baik-baik juga fenomena selebritas muda belia beralih profesi menjadi politisi. Bagi partai politik para selebritas ini membawa dua keuntungan yaitu mahar dan popularitas sebagai modal elektoral. Para selebritas ini sukses berkarier sebagai legislator berkat pragmatisme partai politik. Idealnya, yang menjadi calon legislator adalah mereka yang mempunyai latar belakang serta mengerti tentang proses politik dan legislasi, untuk mencetak mereka yang seperti itu tentunya menjadi tugas dan kewajiban partai politik, tapi proses ini di-skip. Akibatnya, ya, bisa lihat sendiri wajah parlemen kita seperti apa.

Jadi, kalau dipikir-pikir permasalahannya ada di integritas individu atau kaderisasi partai politik yang bapuk? Keduanya, dong.

Pemilu 2014 dan 2019 bisa dibilang adalah bukti dari buruknya kaderisasi partai politik. PDIP saja masih GR sampai sekarang, merasa Jokowi bisa jadi presiden berkat jasa partai. Duh, jangan harap inisiatif publik di luar partai bergerak mendukung saat Pilpres 2014 itu bisa terulang buat kepak sayap Mbak Puan. Nggak ada yang minat sama baliho, Bunda Mega, ciyus~

Apalagi buat partai baru seperti PSI, baru berkuasa di area Jakarta dan sekitarnya saja sudah mulai ada kadernya yang arogan. Deja vu sepak terjang para politisi muda di Partai Demokrat di 2004-2009 nggak, sih? Saya termasuk recehan statistik yang terpukau dengan iklan “katakan tidak pada korupsi”, dulu. Sekarang sih sudah tobat berkat video ucapan Selamat ultah dari Mas Ibas buat Mas AHY, alhamdulillah.

Boleh saja publik sekarang dianggap sekadar terheran-heran dengan kenyataan politisi muda generasi milenial punya cara berpikir dan berperilaku mirip baby boomer, dianggap enteng oleh politisi yang bersangkutan. Tapi, keheranan tersebut akan tersimpan sebagai rekam jejak, terutama setelah muncul di Twitter. Maka dari itu, para politisi muda, berbenahlah.

Jika politisi yang saat ini beredar ternyata nggak bermutu, publik lah yang harus menentukan standar. Saat politisi lebih suka berpikir dan bersikap pragmatis, publik lah yang harus setia dengan idealisme.

Sayang banget kan setelah segala proses politik yang panjang dan melelahkan itu, publik yang berharap terlahir politisi cum negarawan ternyata hanya mendapatkan politisi cum aktor?

Tapi, semuak-muaknya sama politisi muda sekarang, para anak muda lainnya kalau bisa jangan langsung memutuskan golput. Nanti kalau negara menyamar jadi mobil matic yang dikemudikan driver pemula, mau injak rem malah injak gas, kan rakyat juga yang kena imbasnya.

Jika kita sudah mulai capek diminta tukang coblos sekaligus bayar biaya pemilu lewat pajak, enyahkan saja para politisi ra cetho dari daftar layak coblos.

Kita, para tukang coblos yang merupakan komponen penting berdirinya negara, layak dapat politisi dengan attitude dan cara berpikir yang lebih baik dan sesuai zaman.

BACA JUGA Prabowo Bakal Kalah Kata Faldo Maldini: Sudah Saatnya Ganti Nama Jadi Faldo Ibrahimovic dan tulisan Aminah Sri Prabasari lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 7 September 2021 oleh

Tags: boomerfaldo maldiniKorupsiMilenialPojok Tubir Terminalpolitisi muda
Aminah Sri Prabasari

Aminah Sri Prabasari

Perempuan yg merdeka, pegawai swasta yg punya kerja sambilan, pembaca yg sesekali menulis.

ArtikelTerkait

Lips Service dan Politik Abang-abang Lambe terminal mojok.co

Lips Service dan Politik Abang-abang Lambe

29 Juni 2021
Sisi Gelap Coffee Shop di Jogja: Jadi Tempat Cuci Uang para Owner "Gelap"

Sisi Gelap Coffee Shop di Jogja: Jadi Tempat Cuci Uang para Owner “Gelap”

9 Maret 2024
jerinx musik hardcore rock post hardcore punk mojok

Jerinx, Nora, dan Kemarahan yang Salah Sasaran

23 Juni 2021
Tren Ikoy-ikoyan: Ngemis, tapi Kok Menolak Disebut Bermental Pengemis? terminal mojok.co

Tren Ikoy-ikoyan: Ngemis, tapi Kok Menolak Disebut Bermental Pengemis?

11 Agustus 2021
Buat yang Pengin Rangkap Jabatan Jadi Komisaris, Belajarlah dari Rektor UI terminal mojok.co

Buat yang Pengin Rangkap Jabatan Jadi Komisaris, Belajarlah dari Rektor UI

21 Juli 2021
politik dinasti banten tubagus chaeri wardana wawan badak bercula satu korupsi peta banten mojok

Alasan Mengapa Politik Dinasti Banten Begitu Digemari Warganya

30 April 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Nggak Punya QRIS, Nenek Dituduh Nggak Mau Bayar Roti (Unsplash)

Rasanya Sangat Sedih ketika Nenek Saya Dituduh Nggak Mau Bayar Roti Terkenal karena Nggak Bisa Pakai QRIS

21 Desember 2025
Bali, Surga Liburan yang Nggak Ideal bagi Sebagian Orang

Pengalaman Motoran Banyuwangi-Bali: Melatih Kesabaran dan Mental Melintasi Jalur yang Tiada Ujung  

19 Desember 2025
Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

19 Desember 2025
Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label "Mobil Taksi"

Panduan Membeli Toyota Vios Bekas: Ini Ciri-Ciri Vios Bekas Taxi yang Wajib Diketahui!

18 Desember 2025
Setup Makaroni Kuliner Khas Solo, tapi Orang Solo Nggak Tahu

Setup Makaroni: Kuliner Khas Solo tapi Banyak Orang Solo Malah Nggak Tahu

19 Desember 2025
Perlintasan Kereta Pasar Minggu-Condet Jadi Jalur Neraka Akibat Pengendara Lawan Arah

Perlintasan Kereta Pasar Minggu-Condet Jadi Jalur Neraka Akibat Pengendara Lawan Arah

24 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Talent Connect Dibimbing.id: Saat Networking Tidak Lagi Sekadar Basa-basi Karier
  • Ironi Perayaan Hari Ibu di Tengah Bencana Aceh dan Sumatra, Perempuan Makin Terabaikan dan Tak Berdaya
  • Kisah Kelam Pasar Beringharjo Jogja di Masa Lalu yang Tak Banyak Orang Tahu
  • Melacak Gerak Sayap Predator Terlangka di Jawa Lewat Genggaman Ponsel
  • Regenerasi Atlet Panahan Terancam Mandek di Ajang Internasional, Legenda “3 Srikandi” Yakin Masih Ada Harapan
  • Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.