LPDP menjadi salah satu penyelenggara program beasiswa yang banyak diminati di Indonesia. Beasiswa yang ditawarkan pun cukup beragam, dan dikejar banyak orang karena bisa membantu banyak orang melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang selanjutnya, tanpa harus pusing biaya. Semua ini sebagai bentuk komitmen LPDP dalam menyiapkan tenaga ahli dan pemimpin yang inovatif di masa yang datang.
Tapi, bukan berarti LPDP tak bikin kontroversi. Beasiswa LPDP beberapa kali dapat kritikan. Tak hanya berhenti di situ, penerima beasiswa LPDP pun kini jadi sorotan banyak orang gara-gara banyak dari mereka yang buka bimbingan meraih LPDP berbayar.
Tapi, apakah yang mereka lakukan benar-benar keliru, atau tak etis?
Bimbingan beasiswa yang kian menjamur
Tahapan seleksi beasiswa LPDP yang cukup panjang dan membutuhkan persiapan yang tidak sedikit menjadi ladang bisnis bagi segilintir orang. Beberapa waktu belakangan ini mulai banyak penyedia jasa bimbingan beasiswa atau istilah kerennya bootcamp yang bermunculan. Penyedia jasanya dapat dengan mudah kita temukan di berbagai media sosial seperti Instagram dan TikTok.
Bimbingan intensif yang diberikan mulai dari persiapan berkas, penulisan esai, hingga latihan wawancara. Para mentor yang memimbimbing dapat dikatakan berpengalaman karena berdasarkan iklan, mentornya adalah para penerima beasiswa LPDP. Dari kacamata para pemburu beasiswa bimbingan ini sangat membantu jika dibanding harus melalui semua proses tahapan pendaftaran secara mandiri. Namun, bimbingan ini tentunya tidak gratis. Kalian yang tertarik dengan jasa ini harus mengeluarkan uang dengan jumlah tertentu.
Dilema antara kebutuhan dan prinsip etis
Kalian pasti pernah dengar quote Joker yang satu ini: if you’re good at something, never do it for free.
Masuk akal? Jelas. Tapi, ada gilanya jika kalian pegang hal tersebut dengan sepenuh hati.
Bagi saya, sebenarnya masuk akal jika para penerima beasiswa LPDP (jika mereka benar-benar penerima) untuk buka jasa ini, mematok harga pun tak masalah. Tapi, perlu diingat juga, penerima beasiswa harusnya (dan kembali ke Indonesia, jika kuliah di luar) membagi apa yang mereka dapat untuk rakyat Indonesia. Ini bikin mereka terlihat tidak etis karena mereka tidak berbagi ilmunya secara cuma-cuma, padahal beasiswa mereka dibayari negara.
Tapi, tunggu dulu. Perlu lihat konteks secara lebih luas. Mereka, penerima LPDP ini, kan juga berjuang agar diterima jadi penerima beasiswa. Ilmu yang mereka punya wajar amat dijual. Wong mereka meraih ilmu tersebut dengan usaha yang tak sepele juga.
Jadi, kalau ditanya etis atau tidak, ini begitu abu-abu.
Bimbingan LPDP gratis itu banyak
Tapi, jangan khawatir. Bagi kalian yang mau berburu LPDP, tapi nggak punya modal untuk bimbingan, sebenarnya banyak yang buka bimbingan jasa gratis. Atau kalian sebenarnya bisa nanya temen yang udah keterima. Nah, perkara etis atau tidak jadi bisa dihindari karena opsinya ada banyak. Nah, kecuali opsi yang ada hanya berbayar, barulah itu jelas-jelas tak ada etika.
Banyak kok bimbingan yang gratis, yang saya tahu sih ada Cempaka Mentorship Program yang dibuat oleh Mata Garuda. Selain itu, kalian bisa cari sendiri. Pasti ada kok orang yang nggak bikin semuanya jadi duit.
Jadi, pertanyaannya etis atau tidak penerima beasiswa LPDP buka mentorship berbayar? Well, ada opsi yang gratis. Kalian bisa tinggalkan perdebatan ini dengan tidak memilih yang berbayar sih.
Penulis: Eka Anwar
Editor: Rizky Prasetya