Beberapa hari ini sedang ramai pembahasan tentang privilege bagi para penulis di Terminal Mojok. Saya juga nggak tahu atas dasar apa orang-orang itu memiliki asumsi seperti itu. Pasalnya saya sendiri tahu bahwa para penulis kawakan yang bermukim di Terminal Mojok itu tidak ada satu pun yang mendapat privilege seperti yang dikatakan.
Banyak praduga dari orang-orang bahwa para penulis lama yang tulisannya suka tayang itu memiliki hak istimewa ketimbang penulis baru. Kesempatan untuk ditayangkan tulisannya itu katanya jauh lebih besar ketimbang mereka yang baru. Terminal Mojok itu semakin susah nembusnya dan koutanya juga cuma diisi sama orang itu-itu saja. Tiap kirim ditolak, tiap kirim ditolak, dan yang tayang itu lagi, itu lagi. Jadi sudah pasti ini mah ada privilege-nya.
Sebenarnya saya itu malas sekali menanggapi sesuatu yang tak berdasar seperti ini. Tapi entah mengapa tangan saya gatal, ingin meluruskan isu yang simpang siur di luar saya. Saya menulis ini bukan sedang dalam rangka sebagai buzzer untuk membela tim redaktur Mojok loh, ya. Jujur saja saya itu tak kenal satu pun tim redakturnya, kecuali sama Kakak bagian pencairan fee. Hehehe. Mungkin karena nggak kenal ini juga saya jadi nyaman buat kiram-kirim tulisan terus ke sana. Jadi misal tulisan saya jelek dan ditolak, saya kan nggak perlu malu, wong nggak kenal juga.
Setelah hampir 80 artikel saya tayang di Terminal Mojok, sampai detik ini pun saya juga belum tahu tulisan seperti apa yang sebenarnya diinginkan para redaktur Mojok. Jadi saya juga masih meraba-raba dan menemukan tulisan yang sekiranya bisa menarik perhatian mereka. Memangnya mentang-mentang sudah nulis lama dan tulisannya sudah sering tayang, mereka bakal berbelas kasihan untuk melancarkan jalan kurasi tulisan kami, po? Yah, jelas nggaklah! Kalau masalah kurasi tulisan itu mereka sok-sok nggak kenal sama penulisnya, mau nulis selama apa pun kalau tulisannya emang jelek yah nggak bakal ditayangkan.
Pernah suatu hari ada beberapa orang yang DM saya, bilang kalau nulis di Mojok Terminal itu susahnya minta ampun. Sulit tembusnya. Yang dimuat itu cuma itu-itu saja. Tapi setelah saya tanya, dia sudah berapa kali ngirim ke sana, dia menjawabnya hanya satu kali atau paling banyak dua kali. Ya ampun, baru satu kali doang dan dia sudah menyimpulkan bahwa Kru Mojok itu hanya menerima tulisan orang lama? Mainmu kurang jauh, Gaes. Saya loh sampai nggak kehitung berapa artikel yang sudah ditolak dan nggak dimuat di Mojok Terminal.
Kadang orang itu hanya suka mengamati tulisan-tulisan yang ditayangkan. “Wah enak ya tulisanmu tayang.” Tapi mereka nggak pernah nanya: Sudah berapa puluh artikel yang nggak lolos kurasi dan nggak dimuat? Meski sudah pemain lama pun, kami masih sering ditolak hingga detik ini. Redakturnya itu nggak tebang pilih masalah tulisan ya. Mereka mah nggak peduli pemain lama atau baru, jelek yah jelek aja, bagus yah bagus aja.
Jadi kalau ada yang bilang, di Mojok Terminal itu ada privilege untuk penulis lama, itu HOAKS. Pernah kok saya itu selama satu minggu nulis setiap hari dan selama seminggu itu nggak tayang satu pun artikel saya. Dulu saya juga ada suuzan soal tulisan Mas Seto itu kok terbit terus, sehari bisa dua sampai empat. Tapi pada kenyataannya saya harus mengakui bahwa dia memang lebih gigih dari saya. Saya juga harus mengakui dia menulis dengan telaten untuk mengangkat tulisan tentang hal-hal kecil sekalipun.
Setelah menyapa dan berkenalan dengan Mas Seto secara langsung saya juga tahu bahwa dia pernah sehari menulis tujuh artikel sampai sebelas artikel dan hanya satu atau dua artikel yang tayang. Dia juga cerita bahwa dia pun juga mengalami hal serupa, tak peduli meski dia sudah menulis dua ratusan artikel tapi tetap saja dia juga masih mengalami penolakan hingga hari ini.
Lagipula saya lihat sekarang ini banyak kok penulis-penulis baru yang bermunculan. Jika dulu persaingan lebih mudah, bisa jadi karena dulu yang kirim sedikit. Tapi sekarang ini pemainnya semakin banyak, tentu kompetisinya semakin sulit dan ketat. Bukan hanya pemain baru yang sulit tembus, yah, yang lama pun juga susah tembus sekarang ini.
Jadi bagi teman-teman yang tulisannya belum tayang dan masih terus ditolak, jangan putus asa. Jangan suka berburuk sangka sama tim redaktur. Di sini tidak privilege-privilege-an. Mau penulis baru atau lama, punya kesempatan sama. Kesempatan ditolak ataupun tayang. Ingat ya yang bisa merasakan sakitnya ditolak artikelnya itu bukan hanya penulis baru saja, tapi penulis lama juga iya, Hanya saja karena kami terlalu sering menerima penolakan jadinya yah sudah semakin terbiasa patah hati.
Tips dari saya agar tembus di Mojok Terminal itu hanya sering-sering baca artikelnya dan sering-sering nulis. Pakai rumus: Tulis-Kirim-Lupakan-Balik Tulis Lagi
BACA JUGA Riset Saya Soal Gimana Caranya Tulisan Bisa Sayang eh Tayang di Terminal Mojok atau tulisan Reni Soengkunie lainnya.