Kadang saya mikir kalo internet ini kasian banget sih. Dia sering dijadiin kambing hitam di sistem pendidikan kita khususnya di perguruan tinggi. Ketika jelas-jelas dia dibikin buat melampaui batas-batas alam yang menghalangi manusia untuk saling terhubung, dan saling memudahkan dalam mencari informasi, dosen-dosen di perguruan tinggi malah mengingkari ciptaan maha tinggi ini dengan sering sekali bilang kalau internet jangan diandalkan buat nyari referensi.
Mohon maaf nih ya, permintaan dosen yang kayak gitu tuh udah nggak relevan dengan zaman di mana kita tinggal. Betul, zaman digital! Sebab kita harus pintar-pintar menempatkan diri, atau seengaknya manut-manut saja kalau nda bisa. Hehehe.
Walau mungkin keresahan dosen akan banyak mahasiswanya yang nyari referensi dari internet sama dengan ketakutan Einstein tentang dunia yang hanya menghasilkan generasi idiot jika artificial intelligent menggantikan interaksi manusia. Tapi ya jika keresahan dan ketakutan itu terus dipelihara, kita semua keburu idiot duluan sebelum menciptakan peradaban tanpa digitalisasi. Poinnya sebenarnya gimana kita mampu menempatkan diri saja di era digital ini.
Jadi ada baiknya saya kira, kita ajukan pertanyaan kepada dosen-dosen kita yang sering menyalahkan mahasiswanya yang mengandalkan internet buat nyari referensi. Sudahkah bapak/ibu menempatkan diri di era digital ini?.
Motif dasar dari keresahan tersebut kan berasal dari situs-situs web atau blog tempat mahasiswa mencomot referensi yang bagi dosen tidak dapat divalidasi nazab keilmiahannya. Jadi mengapa tidak dosen menyediakan referensi terpercaya yang bisa diakses mahasiswanya di internet, atau artikel-artikel penelitian dosen, jangan hanya dipublish di jurnal yang kebanyakan tidak bisa diakses secara full teks dong. Bisa sih diakses kalau bayar, namun iuran SPP aja banyak yang tidak dapat potongan (semenjak pandemi ini) apalagi harus bayar jurnal lagi.
Kalau dosen belum melakukan hal tersebut, jangan terlalu resah amatlah sama mahasiswa yang mengandalkan internet untuk mencari referensi.
Atau saya kasi tahu deh, misalnya saja, seorang dosen mempunyai web pribadi, dan mempublish referensi-referensi terpecaya di dalam web tersebut. Maka ajaklah mahasiswanya untuk mengaksesnya dan menjadikannya referensi makalah, kan mudah, nggak perlu lagi kita menyalahkan internet. Kalau hal seperti itu sudah dosen lakukan dan dosen masih meresahkan mahasiswanya yang mengandalkan internet untuk mencari referensi, yah berarti salah sendiri, toh web pribadi itu punya bapak sendiri.
Setidaknya saling share hasil bacaan, penelitian, atau hal-hal yang bermanfaat sesuai disiplin ilmu yang ditekuni, yang berasal dari dosen itu sendiri. Bisa kok dilakukan pas kuliah biar kuliah tidak sekadar isi absen.
Tanpa menafikan kehadiran buku sebagai saluran utama dari sebuah ilmu, adanya integrasi, transformasi, dan kombinasi material serta non-material ke entitas digital tentulah harus terus digalakkan.
Mungkin saja jika Einstein tahu akan hal ini, maka saya kira ia tak akan takut lagi dengan dunia yang dikuasai digital, bahkan bisa saja ia mendukungnya sebab dalam banyak kutipannya ia juga mengatakan “Pendidikan adalah apa yang tersisa setelah semua dipelajari di sekolah.”
Dan tampaknya agak salah kaprah dengan definisi kita tentang teknologi atau dalam hal ini yang berhubungan erat dengan digital, sebab kita lebih sering mengartikannya sebagai alat semata, dan jika alat itu tidak berhasil kita justru melabelinya sebagai benda yang bekerja dengan tidak tepat, padahal bisa saja penggunaanya yang masih keliru. Heidegger telah mencetuskan ‘aletheia’ bahwa manusia mengharuskan berteknologi, sebab teknologi bagian dari manusia itu sendiri, akan tetapi dalam fungsinya yang bersensi.
BACA JUGA Bapak dan Ibu Dosen, Anjuran Kampus Itu Kuliah Online Bukan Ngasih Tugas dan tulisan Sahyul Pahmi lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.