Harus diakui, untuk urusan kamar mandi—terlepas apa pun latar belakang kita—pasti kita ngerasa kalau yang ada di rumah adalah kamar mandi ternyaman yang pernah ada. Entah mau punya kekurangan kayak gimana pun, kita pasti bisa betah berlama-lama di situ.
Tapi kenyataannya, makin dewasa, waktu yang kita habiskan jadi lebih lama di luar rumah. Saya sendiri misalnya, belakangan sudah mulai aktif berkegiatan di kampus. Pagi sampai siang, sibuk urusan kuliah, sementara sore menuju malam fokus melamun di kursi Indomaret.
Situasi ini kerap memaksa saya, kalau lagi tiba-tiba kebelet, untuk segera mencari kamar mandi umum terdekat. Tentu agak repot kalau saya memaksa pulang ke rumah dulu dan menempuh perjalanan sekitar satu jam. Bisa-bisa saya keburu pingsan pas kena macet di menit ke dua puluh.
Alhasil, saya sekarang jadi terbiasa untuk singgah ke beberapa toilet umum di berbagai tempat. Dan dari banyaknya kamar mandi umum yang saya kunjungi, salah satu hal yang paling bikin nggak nyaman dan marak saya temui adalah, ketiadaan sabun.
Daftar Isi
Sabun tuh penting banget, loh!
Saya kira, semua orang yang sudah tidak berada dalam fase balita, pasti ingat betul betapa tidak menyenangkannya masa-masa pandemi. Banyak dari kita yang pada akhirnya kehilangan pekerjaan, kehilangan orang tersayang, hingga terpaksa menghabiskan uang yang ada di tabungan.
Dan saya rasa kita semua ingat, langkah termudah yang selalu disosialisasikan oleh pemerintah pada masa itu adalah, rajin-rajin cuci tangan pakai sabun! Kok bisa, baru setengah dekade, orang-orang sudah lupa dan merasa kalau cuci tangan dengan sabun itu nggak penting, sih?
Bukankah, semua orang yang ke kamar mandi itu pasti setidaknya memiliki dua niatan, kalau tidak membuang kotoran, ya membersihkan anggota badan? Dan keduanya, tentu saling melengkapi dan didukung dengan eksistensi sabun!
Kebayang nggak, orang membuang kotoran, tapi sekeluarnya dari kamar mandi, kondisi beberapa anggota tubuhnya masih menyisakan kotoran?
Kalau cuma modal air mengalir aja, bukan jaminan pasti keluar kamar mandi dengan kondisi sudah bersih, dong. Bakteri kalau cuma dibilas mah enggak mati, malah seger.
Berapa sih, modal buat beli sabun?
Di beberapa kamar mandi umum yang saya temui, alih-alih menemukan sabun yang layak, saya justru lebih sering melihat kotak yang bertuliskan tarif masuk kamar mandi yang disesuaikan dengan kegiatan yang hendak dilakukan di dalam.
Tentu, saya bukannya meminta untuk tarif tersebut diturunkan atau sekalian ditiadakan. Tapi, jelas kepala saya dipenuhi dengan rasa keheranan. Kalau ternyata di dalam kamar mandi tersebut fasilitasnya tidak memadai–dalam hal ini tidak ada sabun–ya gimana bisa saya percaya kalau uang tersebut digunakan dengan amanah?
Saya yang telanjur penasaran ini, kemudian mencoba ngecek harga sabun cair di pasaran. Dan ternyata, untuk satu botol sabun cair, yang 400 ml-an, itu harganya cuma 20.000-an, loh. Artinya, hanya butuh 10 orang kencing untuk bisa membeli sabun yang layak!
Dan saya yakin, satu botol itu pasti tidak langsung habis dalam sehari. Malahan saya hampir tidak pernah melihat orang masuk kamar mandi dan sengaja mengambil sabun di sana dengan porsi yang berlebihan. Pasti secukupnya.
Jadi, saya rasa tidak perlu ada keraguan bagi pengelola kamar mandi umum untuk mulai menyediakan sabun, deh.
Kondisi sabun adalah indikator kepedulian pengelola kamar mandi umum
Salah satu alasan lain mengapa penyedia jasa kamar mandi umum ini harus mulai menimbang perihal keberadaan sabun, adalah karena sabun kerap kali menjadi salah satu tolok ukur apakah kamar mandi tersebut masih dikelola dengan baik atau tidak.
Tidak jarang saya menemukan pengelola kamar mandi–yang kalau dilihat niatnya–ini sudah masuk kategori baik. Beberapa dari mereka, terkadang sudah peduli terhadap isu kebersihan dan menyediakan sabun di dalam kamar mandi.
Namun sayangnya, kayaknya mereka gak sepeduli itu juga, atau mungkin punya kesibukan lain, sampai-sampai sabun yang ada di dalam sudah jauh dari kategori layak. Sering sekali saya ditakdirkan bertemu dengan sebatang sabun berwarna kuning pucat. Lengkap dengan tempelan beberapa kerikil dan dua helai rambut agak ikal.
Iyuch. Tentu, pada akhirnya sabun tersebut nggak bisa digunakan dengan baik, kan.
Tapi jangan salah, bukan berarti sabun dengan tipe cair itu tanpa celah. Karena pada prinsipnya, segala sesuatu yang berlebihan pasti tidak baik. Begitu pula dengan sabun cair, yang sering banget saya temui dalam keadaan keterlaluan cairnya.
Saya sebel banget tiap udah kesenengan ngelihat sebotol sabun di wastafel, tapi begitu saya pencet yang keluar cuma air. Duh. Tipu daya macam apa lagi ini!
Dalam term sepak bola, mungkin kekecewaan yang saya alami ini persis sama seperti apa yang dirasakan oleh fans MU, ketika klub kesayangan mereka resmi memboyong Antony dari Ajax. Kalau secara tampilan luar, emang udah tampak meyakinkan dan seolah-olah siap menjadi suksesor Cristiano Ronaldo. Eh, pas main di Old Trafford ternyata mainnya cuma selevel pemain cadangan di Liga 3.
Sabun itu bare minimum untuk kamar mandi umum
Di sini, saya mengajak semua orang untuk sadar dan bersepakat, kalau memang hakikatnya sabun itu adalah bare minimum untuk kamar mandi umum yang layak. Tentu ini di luar beberapa aspek penting lainnya, seperti kejernihan air dan kebersihan kamar mandi.
Karena bagi saya sendiri, kamar mandi yang nggak ada sabunnya tuh, persis kayak meja makan tapi gak ada pijakan kakinya. Bisa sih dipake, tapi kayak ada yang kurang gitu.
Jadi, saya meminta dengan sangat keikhlasannya, bagi para pengelola kamar mandi umum. Please, jangan pelit-pelit untuk urusan sabun doang. Ini tuh menyangkut hajat hidup orang banyak. Bayangin kalau ada pandemi baru lagi, cuma gara-gara nggak ada sabun yang memadai di semua toilet umum. Kan serem, ya.
Lagipun secara itung-itungan, nggak akan rugi kok, kalau nyediain sabun doang, mah. Nggak ada ceritanya orang jatuh miskin gara-gara naruh sabun di kamar mandi. Beneran deh.
Penulis: Ahmad Fahrizal Ilham
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kisaran Budget yang Dibutuhkan untuk Membuat Kamar Mandi Sederhana