Di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah, ada beberapa logat atau aksen yang mencirikan suatu daerah. Misalnya logat ngapak identik daerah Banyumas-an, sedangkan logat medok mencirikan daerah pantura dan sekitarnya. Adapula logat Jaksel, eh Jaksel bukan Jateng, ding.
Beberapa orang, menganggap aksen ngapak adalah sesuatu yang lucu dan unik, sehingga di beberapa situasi justru dijadikan bahan bercandaan. Apalagi jika melihat sesama orang ngapak ngobrol langsung, dijamin kita yang nggak terbiasa melihat dan mendengar akan tergelitik. Dulu, saya pun begitu. Saya hanya tahu bahasa ngapak dari film Tuyul dan Mbak Yul di mana jin sering bilang kepriben, nyong, dan sebagainya.
Setelah saya memasuki dunia perkuliahan, kebetulan lingakaran pertemanan saya didominasi teman-teman ngapak dari Kebumen, Tegal, Wonosobo, serta Banjarnegara. Spontan saya pun sering tertawa saat mereka menggunakan bahasa ngapak. But, literally semua logat adalah bentuk ke-bhineka tunggal ika-an, yang mana hal itu harus tetap dilestarikan dengan cara terus-terusan dipergunakan.
Tak hanya logat ngapak yang didiskriminasi atau dipandang sebelah mata, logat medok pun memiliki nasib yang hampir sama. Orang yang tidak terbiasa mendengar, pasti akan tertawa. Katakanlah menahan tawa, biar nggak jahat-jahat amat. Lha gimana nggak dipandang sebelah mata, orang yang berlogat medok sering dianggap ndeso alias pelosok. Tidak hanya itu, kami yang medok termasuk saya sering dianggap wagu kala berbicara bahasa Indonesia, lebih-lebih ketika speaking English, bisa-bisa di-bully netizen kayak Pak Jokowi waktu pidato dulu. Padahal kan bicara bahasa Inggris nggak mempermasalahkan logat, toh yang penting grammar dengan pengucapan katanya benar. Ayolah, nggak melulu bahasa Inggris itu harus native Inggris, mari berbanggalah dengan Javanese English versi kearifan lokal ini.
Nggak cuma sebatas sebagai bahan candaan dan bully-an, bahasa medok dan ngapak juga mendapat diskriminasi di bidang pekerjaan. Contoh nyata, beberapa bulan lalu sebagai jobseeker ulung yang sudah mulai frustasi, saya scroll beranda aplikasi lowongan kerja. Mengingat jurusan Ilmu Perpustakaan sangat minim lowongan, saya putuskan untuk mencari lowongan yang dibuka untuk semua jurusan. Scroll, scroll, ketemu lowongan customer service. Saya klik, baca persyaratan, dan bajindul, batin saya. Lha kok ada persyaratan “tidak boleh berlogat daerah”. MAK TRATAP TOH AKU. SPEAK SHAMING? Eh emang ada speak shaming? *Ngarang
Fyi nih aja nih untuk para penyedia kerja, dengan kalian tertawa dan memberikan nilai rendah pada bahasa logat dan medok itu sudah bikin kita-kita ini minder, lho. Ditambah kalau ada persyaratan harus fasih bahasa Inggris, good looking, dan tetek-bengeknya. Lha kok ya tega-teganya nambahi persyaratan nggak boleh pakai logat daerah. Saking mindernya bisa-bisa saya ambles ke tanah -_-
Padahal kan jika ditelaah lebih lanjut, Indonesia sebenarnya perlu customers service, call center, telemarketing, dan pekerjaan lain yang menggunakan logat daerah lho. Mumpung Indonesia sedang musim gebrakan-gebrakan baru yang out of the box seperti pak menteri-menteri itu, kenapa pekerjaan-pekerjaan itu tidak dirombak saja? Siapa tahu nih ya, dengan kita yang berlogat daerah ini, baik medok ngapak maupun logat lainnya justru mampu menarik hati customer, mencairkan suasana, menurunkan tekanan darah customer pas complain. Bahkan yang tadinya sudah meluap-luap mau marah nggak jadi gara-gara dengar suara unik kita. COBA deh dibayangin? Menggemaskan kan? HAHAHA.
Siapa tahu juga, kita yang berlogat daerah lebih jago dalam urusan problem solving, lebih jago marketing, lebih bisa mencairkan keadaan, dan lebih-lebih lainnya. Tapi ah ya sudahlah ya, nggak usah maksa jadi customer service, call center dan pekerjaan lain yang memang menuntut kita untuk fasih berbahasa Indonesia tanpa embel-embel logat daerah. Bagaimanapun, suara merdu nan syahdu ala-ala Indonesia banget tetap yang akan diutamakan dalam memberikan pelayanan. Kita yang berlogat daerah cukup tahu diri saja, toh masih banyak pekerjaan lain yang bisa menerima kita apa adanya kok. Investasi Binomo misalnya. Eh udah bangkrut ya?
NB: Teruntuk kamu pemilik logat, pesan saya cuma satu. Jangan pernah malu sebab kalian seharusnya bangga, karena nggak semua orang bisa dan mewarisi logat sepertimu. Kamu beda, kamu istimewa.
Tertanda, dari hamba Allah yang medok.
BACA JUGA Orang Ngapak: Ketika Sebuah Logat Menyimpan Kenangan atau Rinawati tulisan lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.