Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Duka Praktisi Bela Diri: Susah Mencari Guru, Stigma Suka Berkelahi, dan Dianggap Bisa Sembuhin Kesurupan

Taufik oleh Taufik
15 Juli 2020
A A
bela diri MOJOK.CO

bela diri MOJOK.CO

Share on FacebookShare on Twitter

Berangkat dari kesukaan akan film aksi dari beberapa aktor macam Barry Prima, George Rudy, Jackie Chan, dan Jet-Li, saya tertarik belajar bela diri. Namun, karena hidup di pedesaan, niat saya terhalang oleh sedikitnya orang yang menguasai ilmu bela diri.

Sebenarnya, di beberapa daerah (terutama pedesaan) di Jawa, justru banyak yang jadi pusat perguruan silat. Namun, tetap saja berbeda dengan daerah pedesaan saya di pelosok Sulawesi.

Demi cita-cita ini, saya mencoba mengutarakan keinginan belajar bela diri ke om sendiri. Namun, nyatanya, tidak semudah angan-angan. Kedekatan kerabat tidak menjamin diterima dengan mudah untuk jadi murid. Dan lagi, menurut orang-orang, om saya ini bukan ahli dalam bela diri, lebih kepada ilmu pernapasan.

Entahlah, seperti apa itu bentuknya. Yang pasti, setelah itu saya tidak pernah lagi punya keinginan berguru kepada om saya sendiri. Walau keinginan saya untuk bisa salto dan menggunakan jurus ala ala tokoh dunia persilatan di film-film laga makin tidak bisa saya bendung.

Setelah drama dengan om saya, saya bersama beberapa teman yang juga ingin jago beladiri mulai melakukan konsolidasi, “Bagaimana kalau kita otodidak saja? Bukankah di film-film juga begitu? Banyak jagoan yang berangkat dari belajar kitab-kitab ilmu bela diri secara mandiri lantas jadi jagoan pamungkas?”

Narasi film yang kami telan bulat-bulat, menambah semangat. Hanya perlu menemukan kitab ilmu silat macam di film-film itu, pikir kami.

Berbekal uang yang kumpulkan secara mandiri dan sukarela, kami memperoleh kitab ilmu silat (lebih tepatnya kumpulan jurus kungfu). Mulailah kami belajar dasar-dasar teknik kuda-kuda, pukulan, dan tendangan.

Beberapa film laga dengan pameran bintang-bintang terkenal juga tidak lupa jadi santapan kami hampir setiap hari. Film aksi Jackie Chan, Jet-Li, Tony Jaa, Scott Adkins, dan sebangsanya tidak luput dari daftar film yang kami tonton. Tapi semua itu tidak menjamin ilmu kanuragan kami bertambah. Mentok sampai bisa salto dan teknik tendangan salto ala pesepak takraw. Akhirnya teman-teman saya menyerah.

Baca Juga:

7 Rekomendasi Film Jackie Chan di Vidio, Tampilkan Seni Bela Diri yang Memukau

Madiun, Kota Pendekar, Kota Pecel, Kota dengan Segudang Julukan

Kesempatan emas saya dapatkan ketika hijrah ke Surabaya. Saat awal kuliah, saya kembali tertarik belajar bela diri lagi. Kebetulan di kampus, ada Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) sebagai wadah kreativitas dan bakat mahasiswa. Awalnya saya ikut capoeira, namun hanya beberapa kali pertemuan saja, UKM Capoeira ini lantas tutup. Penyebab jelasnya saya kurang tahu.

Tidak mau patah arang, saya daftar di UKM taekwondo. Awalnya coba-coba, karena jujur saya lebih tertarik Wing Chun, yang saat itu mulai populer berkat film Ip Man. Atau kalau tidak, ya muay thai yang dipopulerkan Tony Jaa lewat salah satu filmnya, Ong Bak.

Setelah jalan beberapa bulan, saya semakin tertarik mendalami taekwondo. Karena ternyata, mirip-mirip sama muay thai yang lebih banyak menggunakan teknik tendangan itu. Semakin semangat lagi karena, salah seorang gebetan kebetulan ikut taekwondo juga. Awalnya saya berpikir, “Kalau nggak dapet ilmu bela dirinya, minimal si gebetan bisa jadi pacar saya.” Walau pada akhirnya, saya lebih memilih fokus taekwondo.

Awal saya mendalami bela diri sekaligus awal mula segara huru-hara. Selama masih tingkatan geup (sabuk putih sampai merah, atau sebelum sabuk hitam) saya beberapa kali juga mengalami kondisi “merasa paling jago”.

Kalau dalam tingkatan pencari ilmu, masih pada tahap sombong dan merasa paling tahu. Dan karena kesombongan sudah mulai menguasai, semua orang saya anggap sebagai lawan sparring. Bahkan sekelas dosen yang masuk kategori “killer” juga saya incar jika berani macam-macam sama nilai saya.

Saya sempat tanya beberapa senior dan pelatih, kenapa saya sepertinya bar-bar. Dan jawaban mereka malah bikin penasaran. “Nanti kalau udah sabuk hitam, kamu bakal tahu.”

Sebagai seorang yang masih belajar, saya tidak tanggung-tanggung. Beberapa tempat latihan menjadi markas saya menimba ilmu. Kalau dihitung-hitung, selama menjadi junior taekwondo, saya sudah berlatih kepada sekira lima orang guru. Walau pada akhirnya tetap satu guru yang saya anggap paling berkontribsi. Namun, jasa guru yang lain juga tetap tidak bisa saya lupakan begitu saja.

Saat saya menyandang sabuk hitam DAN II sekira 2016 dan menjadi pelatih di kampus, terjadi “gesekan kecil” saat Pekan Olahraga Mahasiswa. Kejadian ini tidak ada hubungannya dengan saya, juga fakultas. Apalagi saat itu, saya juga sudah lulus.

Namun, murid-murid saya di dojang (tempat latihan) memohon saya masuk ke “arena” bentrokan itu hanya karena saya sudah sabuk hitam. Lah, mereka yang bentrok dan tawuran itu pada bawa balok kayu, batu, dan senjata tajam lainnya. Dipikirnya karena saya sudah sabuk hitam lantas kebal senjata tajam gitu?

Lagian, saya tidak ada hubungannya sama tawuran itu, kenapa harus sok jagoan? Biar dikira setara Donnie Yen di film Ip Man yang lawan 10 orang sabuk hitam karate itu? Yang ada, saya mati konyol. Pasalnya ini tawuran, bukan pertarungan fair satu lawan satu. Lagian nih ya, menyandang sabuk hitam itu bisa dikatakan bisa berkelahi. Tapi ya nggak berarti suka berkelahi. Tolong bedakan.

Suatu ketika di sebuah kejuaraan silat, saya mengajak teman untuk menonton. Ndilalah, teman yang ikut ini ternyata tidak tahu apa-apa soal bela diri. Sesaat sampai di tempat, saya ditanyai begini, “Kamu kok nggak ikutan?”

Saat itu, rasanya saya ingin menendang muka teman saya itu pakai tendangan tanpa bayangan. Jadi, teman saya ini mikirnya, bisa bela diri itu berarti semua bentuk kejuaraan bisa saya ikuti. Kenyataanya, bahkan di kejuaraan khusus taekwondo saja, masih dikategorikan berdasarkan umur dan berat badan.

Pernah juga pada suatu waktu, saat saya sedang memimpin latihan, di luar tempat latihan ada huru-hara. Seorang mahasiswa mengalami kesurupan. Orang-orang berkumpul. Beberapa orang mencari dukun atau orang pintar agar si mahasiswi ini bisa segera disembuhkan.

Lalu salah seorang dari penonton adegan kesurupan itu menghampiri saya. “Bro, ada cewek lagi kesurupan di luar. Bisa bantuin gak?” Seketika semua murid saya tertawa terbahak. Saya ingin menjelaskan kepada orang yang mendatangi saya meminta bantuan tersebut, tapi saya juga sudah kadung ikutan ketawa.

Dan masih banyak sekali pengalaman yang saya pikir, agak sulit untuk dinalar tapi nyata terjadi. Sayangnya, mungkin cukup ini saja dulu yang bisa saya bagikan. Dan lagi, pengalaman saya di atas bisa saja berbeda dengan teman-teman lain yang menggeluti bela diri berbeda.

BACA JUGA 5 Alasan Mengapa Kita Perlu Berdamai dengan Mantan atau tulisan Taufik lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

—

Terakhir diperbarui pada 15 Juli 2020 oleh

Tags: bela dirikungfusilat
Taufik

Taufik

Ide adalah ledakan!

ArtikelTerkait

Branding Madiun Kampung Pesilat Indonesia yang Berlebihan

Madiun, Kota Pendekar, Kota Pecel, Kota dengan Segudang Julukan

30 Juli 2023
5 Film Bela Diri Terbaik Sepanjang Masa

5 Film Bela Diri Terbaik Sepanjang Masa

17 Juni 2023
Tarung Derajat, Bela Diri Penyelamat dan Pemberi Harapan bagi Orang Lemah kayak Saya

Tarung Derajat, Bela Diri Penyelamat dan Pemberi Harapan bagi Orang Lemah kayak Saya

23 Juni 2023
Apa Benar Tarung Jalanan Lebih Baik daripada Bela Diri Terminal Mojok

Tarung Jalanan Dianggap Keren, Apa Benar Lebih Baik daripada Bela Diri?

1 Januari 2023
Hal yang Mungkin akan Terjadi jika Anak Bela Diri Ikut Mosh Pit terminal mojok.co

Hal yang Mungkin akan Terjadi jika Anak Bela Diri Ikut Mosh Pit

22 Februari 2021
bela diri karate mojok

5 Alasan yang Bikin Ragu untuk Mengikuti Bela Diri

20 Juli 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

30 November 2025
4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang Mojok.co

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang

3 Desember 2025
Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

30 November 2025
Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

3 Desember 2025
Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

1 Desember 2025
Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.