Nggak apa-apa dosen pelit nilai, apalagi dosen di jurusan Keguruan. Harapannya supaya bisa menghasilkan calon guru yang berkualitas.
Beberapa waktu lalu saya membaca tulisan Aida Fauzia di Terminal Mojok soal dosen pelit nilai. Sebagai mahasiswa saya cukup setuju dengan sebagian besar isi tulisan tersebut. Ya mahasiswa mana juga yang mau dipersulit nilainya, kan.
Akan tetapi setelah saya renungkan kembali, dalam sistem perkuliahan kita dosen memang seharusnya pelit nilai. Perkuliahan memang seharusnya dijalankan dengan ketat terlebih lagi di jurusan Keguruan. Hal ini sebagaimana pengalaman saya selama 6 semester menjadi mahasiswa PGSD.
Daftar Isi
Dosen pelit nilai memacu keseriusan mahasiswa dalam perkuliahan
Ekspektasi tinggi terhadap kompetensi mahasiswa sudah seharusnya ada. Kalau nggak demikian, perkuliahan bisa dibilang bakal cuma jadi formalitas. Ekspektasi yang tinggi terhadap kompetensi mahasiswa justru dapat memacu mahasiswa untuk bisa lebih serius dalam menjalani perkuliahan.
Memang sih ketahanan psikologis masing-masing orang berbeda, tapi hal itu tak boleh jadi alasan untuk mewajarkan kita menjadi manja untuk mendapat nilai tinggi dengan usaha ala kadarnya alias nggak serius.
Bayangkan saja jika standar kompetensi yang ditetapkan ala kadarnya dan perkuliahan dibuat gampang mendapatkan nilai. Saya jamin malah banyak mahasiswa yang meremehkan kuliahnya. Mungkin dalam benak mahasiswa bakal begini, “Halah, kuliah nggak sulit-sulit amat, yang penting presensi nggak kosong dan ngumpulin tugas nilai pasti aman.”
Hal ini nyata berdasarkan pengalaman saya. Selama menjalani perkuliahan, saya menjumpai beberapa dosen yang menurut saya dan teman-teman saya baik banget. Beliau murah hati dalam memberikan nilai. Akan tetapi karena kemurahan hati itulah saya dan kawan-kawan saya sering kali menganggap enteng perkuliahan beliau. Tenang, yang penting presensi dan mengumpulkan tugas nilai aman.
Jaminan kualitas lulusan terutama mahasiswa jurusan Keguruan
Standar ketat terhadap kompetensi yang harus dimiliki mahasiswa diperlukan untuk menjamin adanya kualitas lulusan. Bayangkan saja seseorang memegang gelar sarjana tapi ketika ditanya seputar bidang keilmuannya cuma ngang-ngong. Apa nggak konyol?
Standar ketat ini tentu seharusnya diberlakukan di semua jurusan, terlebih di jurusan Keguruan. Lulusan jurusan Keguruan perlu memiliki kompetensi yang mumpuni di bidangnya. Sebab, guru memiliki peranan yang sangat vital dalam pelaksanaan pendidikan terutama jenjang pendidikan dasar.
Masalah kompetensi guru beserta jaminan kesejahteraannya memang nggak selesai-selesai di negara kita. Hal ini karena tempat untuk menggembleng calon guru, yakni kampus, nggak pernah disenggol sama sekali. Sistem perkuliahan di jurusan Keguruan perlu perombakan agar lebih ketat, bahkan sejak detik pertama penerimaan mahasiswa baru untuk menjamin kualitas lulusan. Di sisi lain, pemerintah juga harus memberi jaminan bahwa lulusan jurusan Keguruan mampu mendapat kesejahteraan yang layak.
Jujur saja selama saya menjadi mahasiswa jurusan PGSD, kemampuan yang saya dapat dari perkuliahan bisa dibilang masih sangat kurang. Perkuliahan justru terlalu fokus dalam tata cara pembuatan administrasi dan tetek bengek lainnya. Sangat minim sekali perkuliahan penting seperti filosofi pendidikan, psikologi anak, dan kemampuan pedagogi.
Selain itu menurut saya, kebanyakan jurusan Keguruan di Indonesia masih berat pada teori di kelas daripada praktiknya. Para dosen lebih banyak memberi teori. Tentu setiap kampus tak bisa disamaratakan demikian.
Meski begitu umumnya mahasiswa yang berkuliah di jurusan PGSD mendapatkan kesempatan magang mengajar atau PLP hanya sekitar 2 bulan di semester 6. Seharusnya kesempatan pengalaman di lapangan (baca: sekolah) diperbanyak.
Sistem akreditasi memaksa pemberian nilai secara gampangan
Kita juga nggak bisa menyalahkan dosen secara penuh terhadap rendahnya kualitas perkuliahan. Para dosen dan kampus terpenjara oleh sistem yang bernama akreditasi. Akreditasi ini menjadi semacam lingkaran setan bagi dunia pendidikan kita saat ini.
Akan sulit untuk menerapkan standar tinggi dan proses perkuliahan yang ketat. Jika itu diterapkan, saya jamin bakal banyak mahasiswa yang kukut di tengah jalan atau drop out. Banyaknya mahasiswa yang drop out akan membuat kampus dipertanyakan dan berpotensi menurunkan tingkat akreditasinya.
Mau nggak mau, hal inilah yang membuat kampus salah arah orientasi dan meluluskan mahasiswanya meski dengan kompetensi ala kadarnya. Sebenarnya pihak kampus juga tahu bahwa mahasiswa yang bersangkutan masih belum layak untuk diluluskan. Tapi mau bagaimana lagi, semakin banyak mahasiswa yang drop out di tengah jalan, akreditasi kampus berpotensi turun. Akibatnya, kampus nggak mendapatkan tempat di mata masyarakat karena akreditasinya dipandang jelek.
Itulah pandangan saya mengenai dosen yang pelit nilai dalam perkuliahan. Perkuliahan yang ketat termasuk di dalamnya adalah dosen yang pelit nilai seharusnya bersifat wajib. Hal ini demi menjamin kualitas lulusan. Hanya saja bagaimana penerapannya masih menjadi PR kita bersama.
Penulis: Femas Anggit Wahyu Nugroho
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Dosen Pelit Nilai Hanya Menggali Kuburannya Sendiri.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.