Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Politik

Di Toko Buku, Syiah-Sunni dan Komunis-Fasis Tak Pernah Saling Bertengkar

Erwin Setia oleh Erwin Setia
3 Juli 2019
A A
di toko buku

di toko buku

Share on FacebookShare on Twitter

Selain merenungi nasib yang begini-begini saja, saya punya kebiasaan yang cukup untuk membuat hidup tak semakin keparat, yaitu mengunjungi toko buku. Saya memang tak sering-sering amat ke toko buku, tapi itu adalah satu di antara sedikit kegiatan yang membuat saya lebih optimistis menjalani hari.

Sebagaimana kita tahu, di toko buku terdapat rak-rak berisi buku-buku—namanya saja toko buku, kalau isinya akuarium berisi ikan-ikan, itu namanya toko ikan, Maliiih—beraneka ragam. Ada buku anak-anak, remaja, dan cerita dewasa. Ada buku-buku cerita, filsafat, cara budidaya lele, maupun cerita seorang anak filsafat yang tiba-tiba banting stir kepengin budidaya lele. Pokoknya macam-macam deh.

Dari keanekaragaman penghuni rak toko buku itu, saya belajar tentang hidup damai-berdampingan walau berbeda-beda. Tahukah kamu, di toko buku, kamu bisa menemukan Alkitab tak jauh-jauh amat letaknya dengan Alquran. Dan kedua buku itu tak pernah saling hantam atau merasa paling suci dan saling menyingkirkan satu sama lain. Mereka anteng, tenang, dan terlihat bijaksana di tempat masing-masing sebagaimana umumnya sebuah buku.

Bukan hanya itu, di toko buku, kamu bisa juga menemukan berbagai ideologi yang berseberangan berjejer rapi tanpa keributan. Misalnya di rak biografi. Saya pernah melihat buku biografi Sarwo Edhie Wibowo berada tak jauh dengan buku biografi D. N. Aidit. Saya menunggu keributan terjadi di antara keduanya. Tapi, tidak ada apa-apa. Keduanya masih tetap bergeming selayaknya sejilid buku.

Masih di rak yang sama, bisa pula kamu menemukan biografi tebal Soeharto berdampingan dengan biografi Tan Malaka. Soeharto dengan senyum khasnya. Tan Malaka dengan muka seriusnya. Bahkan, masih dalam rak sama pula, ada itu sebuah buku biografi Chairul Tanjung—salah satu pengusaha besar (bagaimana kamu menyebutnya? Kapitalis?) Indonesia—berjajar. Dan mereka semua tak bertengkar. Tan Malaka yang komunis tak menyerbu Soeharto ataupun Chairul Tanjung. Keduanya damai-damai saja sedamai Selingkuhan 1 dan Selingkuhan 2 di daftar kontak WhatsApp-mu.

Beralih ke rak-rak buku Islam, keanekaragaman juga tampak mencolok. Di sana, misalnya, kamu bisa menemukan buku Haidar Bagir yang terindikasi Syiah terletak dekat saja dengan buku Yazid bin Abdul Qadir Jawas yang dikenal sebagai ustaz Salafi (bagaimana kamu menyebutnya? Wahhabi?) dan juga buku Ustaz Abdus Somad selaku ustaz Sunni.

Dan tahukah kamu, ketika orang-orang di luar sana bertengkar karena perbedaan paham beragama, buku-buku itu tetap berhati sejuk dan tenang. Mereka tak pernah bertengkar, tak pernah saling merobek dan menghancurkan diri masing-masing. Di toko buku, Syiah-Sunni tak pernah bertengkar.

Hal ini membuat saya bertanya: agama apa yang pantas bagi buku-buku? Barangkali seperti pohon dalam cerpen Eko Triono, buku tak punya agama dan memang semestinya begitu.

Baca Juga:

Alasan Gramedia Tidak Perlu Buka Cabang di Bangkalan Madura, Nggak Bakal Laku!

Gramedia Menyedihkan, Ramai Pengunjung Bukan untuk Beli Buku melainkan Alat Tulis dan Aksesori Lucu

Setelah menjelajahi rak buku Islam, marilah beranjak ke rak fiksi. Rak fiksi biasanya menjadi bagian toko buku yang paling ramai dikunjungi. Ya, begitulah, ketika kenyataan dan hal-hal yang sifatnya faktual kerap tak sesuai harapan, pada akhirnya orang memilih untuk beralih kepada (buku) fiksi—yang sebetulnya isi ceritanya kerap tak sesuai harapan juga, sih, hehe.

Di rak ini, perdebatan soal apakah suatu buku fiksi layak mendapat predikat buku sastra atau bukan tak lagi relevan. Semuanya adem ayem saja di sini. Buku-buku Tere Liye bisa berdempetan dengan buku-buku Eka Kurniawan. Boy Candra bisa berhadapan dengan Pramoedya Ananta Toer. Keduanya bersatu dalam satu nama: rak fiksi.

Soal penempatan buku pada rak tertentu ini, ada cerita unik sekaligus menggelitik sekaligus miris. Alkisah ada buku berjudul Agama Apa yang Pantas bagi Pohon-Pohon karya Eko Triono. Itu buku kumpulan cerpen, buku fiksi. Tapi, tahukah kamu di mana buku itu bertempat? Di rak buku agama! Masyaallah sekali memang.

Mudah-mudahan sih jangan sampai ada novel Cantik Itu Luka diletakkan di rak fesyen dan Kambing & Hujan ditaruh di rak flora dan fauna.

Demikianlah. Di toko buku, perbedaan-perbedaan tak menyebabkan keributan dan pertengkaran. Buku-buku itu sama-sama terbuat dari kayu; isi mereka berlain-lainan, tapi tak lantas membuat mereka saling geruduk dan seruduk seperti orang-orang yang jarang baca buku atau baca buku tapi yang itu-itu saja.

Seperti kata Anne Frank, “Kertas lebih sabar daripada manusia.”

Terakhir diperbarui pada 20 Januari 2022 oleh

Tags: fasismekomunismesunnisyiahtoko buku
Erwin Setia

Erwin Setia

Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

ArtikelTerkait

Tenang Saja, Pasar Bisa Diciptakan di Toko Buku

Tenang Saja, Pasar Bisa Diciptakan di Toko Buku

6 Januari 2020
wisata jakarta, Dear Mas Kevin, Benarkah Toko Buku Bisa Ciptakan Pasar?

Dear Mas Kevin, Benarkah Toko Buku Bisa Ciptakan Pasar?

7 Januari 2020
pedagang buku penjual buku online toko buku online Segalau-galaunya Hubungan Tanpa Status, Masih Lebih Galau Tak Kesampaian Beli Buku di Tanggal Tua

Mending Beli Buku di Togamas atau Gramedia, ya?

11 Mei 2020
Merepotkan Sekali Mencari Buku di Pekalongan

Merepotkan Sekali Mencari Buku di Pekalongan

15 Januari 2020
Seandainya Toko Buku di Purbalingga Sebanyak Gerai Es Teh Jumbo, Mahasiswa Nggak Akan Kerepotan Mojok.co

Seandainya Toko Buku di Purbalingga Sebanyak Gerai Es Teh Jumbo, Mahasiswa Nggak Akan Kerepotan

17 November 2023
Social Agency Baru: Toko Buku yang Krisis Identitas

Social Agency Baru: Toko Buku yang Krisis Identitas

31 Agustus 2022
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

1 Desember 2025
5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru Mojok.co

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru

2 Desember 2025
Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

2 Desember 2025
Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

4 Desember 2025
Pengajar Curhat Oversharing ke Murid Itu Bikin Muak (Unsplash)

Tolong, Jadi Pengajar Jangan Curhat Oversharing ke Murid atau Mahasiswa, Kami Cuma Mau Belajar

30 November 2025
7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

30 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.