Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup Sapa Mantan

Di Malam itu Berpendar Harapan

Adelia Sufri oleh Adelia Sufri
17 Mei 2019
A A
malam pendar harapan

malam pendar harapan

Share on FacebookShare on Twitter

Malam ini pada pukul 22:00, aku berencana untuk menyelesaikan segala macam urusan yang ada.

Jadi aku merangkai dengan cantik mawar merah, mawar putih, dan tulip kesukaan Mama, kusatukan sehingga jadilah buket bunga yang indah sekali.

Selain itu, aku juga membungkus jam tangan yang selalu diidamkan Papa sebagai kadonya. Papa adalah pengoleksi jam tangan dan sangat berdedikasi dalam merawatnya, sehingga bisa kupastikan Papa akan senang dengan kado ini. Tidak lupa pula, untuk adikku Anneke, aku menghadiahkan untuknya stoples choco cookies buatanku sendiri. Dia sering memuji kue hasil buatanku dan favoritnya adalah choco cookies.

Ketiga kado spesial itu kubawa hati-hati menuju mobil yang kuparkir di basement apartemen. Aku akan membawanya kepada pemiliknya sekarang, karena malam ini aku ingin mengakhiri semuanya.

Dalam keheningan aku mengendarai mobil menuju Pemakaman Melati. Begitu tiba di pemakaman, aku meletakkan buket bunga di atas makam Mama, kado jam tangan di atas makam Papa, dan stoples choco cookies di atas makam Anneke. Aku tersenyum kepada tiga orang yang paling menyayangiku itu untuk terakhir kalinya sebelum menyusul mereka.

Setelah agak sore, aku kembali ke apartemen yang merupakan peninggalan Papa. Aku benci tinggal di rumah yang hanya ada aku dan kenangan, jadi aku memilih tinggal di sini.

Sepanjang jalan menuju kamar, aku menyapa semua orang yang kutemui; satpam apartemen, bocah di lobi yang digandeng mamanya, kakek-nenek di lift, dan tetangga pria yang baru pertama kali kutemui. Semuanya kuberi senyum untuk terakhir kali, karena malam ini aku akan mengakhiri semuanya.

Saat malam telah tiba, aku membersihkan diri, mengenakan dress putih selutut kesukaan Mama, mengepang rambut panjangku seperti Anneke, mengenakan sandal pemberian Papa, lalu menuju ke atap apartemen.

Baca Juga:

Resolusi 2023 Kalian Gagal? Nggak Apa-apa, Resolusi 2024 Juga Bakal Gagal kok, Tenang Saja

Kenali Apa Itu Breadcrumbing dalam Hubungan, Lebih Parah daripada Ghosting!

Tiba di atap, aku memutuskan berdiri di pinggir, memandang ke bawah dan melihat kota yang sesak dengan kendaraan lalu memandang langit malam yang lapang tanpa bulan dan bintang.

Aku menanti jam menunjukkan pukul 22:00 sambil bercengkrama dengan Tuhan.

Maaf, aku tidak punya kado untuk-Mu, Tuhan. Aku hanya ada satu pertanyaan untuk terakhir kali.

Setelah sebelumnya sudah seringkali aku memaki, menuntut, menyalahkan-Mu atas semua hal yang menimpaku. Aku hanya ingin tahu.

Apakah Engkau sungguh membenciku?

Hening. Hanya desau angin yang kudengar di saat aku ingin mendengar jawaban Tuhan.

Aku menarik napas, menengok kembali jam di pergelangan tanganku. Lima menit lagi menuju pukul 22:00. Aku siap untuk menyelesaikan semua urusan ini.

***

Malam ini di pukul 21:55, untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku menyaksikan upaya bunuh diri.

Semuanya berawal dari kepindahanku ke sebuah apartemen tadi siang. Aku pria yang malas berjibaku dengan macet, jadi aku memilih pindah ke apartemen yang dekat dengan kantor. Di apartemenku yang baru ini, aku menghuni kamar 1725 di lantai 17.

Saat baru keluar dari lift di koridor lantai 17, aku berpapasan dengan seorang perempuan yang juga baru keluar dari kamar 1724, tangannya penuh dengan sebuket bunga dan kado. Kukira dia mau pergi ke sebuah pesta. Tapi ekspresinya tidak menunjukkan kebahagiaan melainkan kemurungan.

Mengherankan memang tapi aku tidak mau peduli. Toh semua orang punya privasi yang tidak perlu kita korek hanya karena kita penasaran. Tapi meski aku mencoba tidak peduli, aku tidak bisa tidak ingat wajahnya.

Sore harinya, ketika aku selesai mandi dan memutuskan untuk keluar mencari makan, aku kembali berpapasan dengan perempuan murung tadi. Anehnya, ekspresinya sekarang sangat berbanding terbalik dengan pertemuan pertama kami. Dia kini telihat sumringah.

Dia tersenyum padaku. Manis sekali. Membuatku lupa bagaimana cara membalas senyum tanpa menampakan ekspresi terpesona. Namun, hanya itu. Hanya sebentar sebelum dia berlalu ke dalam kamarnya. Aku mengangkat bahu, mencoba tidak peduli dengan perempuan yang punya senyuman manis tapi tatapannya terlihat … kosong.

Usai mengisi perut dan nongkrong dengan teman-teman selama berjam-jam, aku kembali ke apartemen saat hari sudah malam. Sebenarnya acara nongkrongnya belum selesai, tapi aku pamit lebih awal untuk istirahat, proses pindahan tadi rupanya menguras banyak tenaga.

Namun, sepertinya rencana istirahat lebih awal itu harus batal ketika aku berpapasan untuk ketiga kalinya dengan perempuan-murung-tapi-punya-senyum-manis tadi.

Aku yang berada di dalam lift—hendak keluar—dan dia yang baru mau masuk ke dalam lift, kami berhadapan dan saling memandang. Hanya ada aku sendiri di dalam lift ini. Kulemparkan sebuah senyum padanya, tapi tak ada balasan, ekspresinya mirip seperti pertemuan pertama kami tadi.

Penampilannya pun aneh, dia mengenakan gaun putih yang membuat dirinya kelihatan makin pucat dan rambutnya dikepang mirip anak-anak. Padahal sebelumnya penampilannya terkesan tomboy.

Begitu aku keluar dari lift, dia masuk. Pintu lift menutup. Rasanya ganjil. Aku berbalik sekali lagi ke arah lift, entah apa alasannya aku pun tidak tahu. Yang kutahu, saat aku melihat lift itu menuju lantai teratas apartemen ini, jantungku berdegup cepat.

Semuanya seperti kilasan film yang melintas di kepalaku. Wajahnya yang murung. Senyuman manis dengan tatapan kosong. Gaun putih. Rambut dikepang. Lift yang menuju lantai paling atas apartemen di jam yang hampir menunjukkan pukul 10.

Oh tidak. Aku sungguh tidak ingin peduli sebenarnya dengan situasi ini. Tapi sialan, kakiku bahkan sudah berlari menuju tangga darurat. Menaiki satu demi satu anak tangga, mencapai lantai teratas sambil terus berharap tebakanku salah. Tapi rupanya harapanku tidak dikabulkan.

Perempuan itu berdiri di ujung atap apartemen yang tanpa pagar pembatas. Dia mendongak ke langit. Dari posisiku, aku bisa melihat dia tengah menutup mata.

Aku sebenarnya sungguh tidak ingin peduli, tapi tidak bisa. Persetan dengan privasi setiap manusia, aku akan melakukan hal yang harus kulakukan malam ini. Jadi, dengan napas yang masih setengah-setengah, aku pelan-pelan berjalan mendekati perempuan itu setelah diam-diam menghubungi petugas keamanan apartemen ini.

Sekarang yang perlu kulakukan hanyalah mengulur waktu selama mungkin sambil menunggu pertolongan.

“Oi,” panggilku.

Perempuan itu membuka matanya tapi belum berbalik.

“Aku pria dari keluarga baik-baik. Mapan. Tampan. 28 tahun. Belum punya pacar.” Perempuan itu berbalik, kulanjutkan ucapanku, “Mau kencan denganku?”

END

Terakhir diperbarui pada 8 Oktober 2021 oleh

Tags: CerpenFiksiHarapanhubungan
Adelia Sufri

Adelia Sufri

Nama saya Adelia Sufri. Sehari-hari saya berprofesi sebagai mahasiswa biasa di salah satu perguruan tinggi negeri.

ArtikelTerkait

baper

Fenomena Sejak Ada Kata Baper, Kata Maaf Semakin Susah Diucapkan

14 Juli 2019
anak sulung

Anak Sulung yang Berkuasa di Rumah

20 Juli 2019
5 Informasi Penting yang Perlu Kalian Tahu Sebelum Konsumsi Obat terminal mojok.co apoteker apotek farmasi efek samping obat

Nasihat Bidan

18 Mei 2019
Jasa Merangkai Kata yang Laris Manis: Kok Bisa?

Jasa Merangkai Kata yang Laris Manis: Kok Bisa?

7 Agustus 2019
beda agama

Jangankan Cinta Beda Agama, Cinta Yang Satu Agama Itu Tak Semudah Yang Kamu Kira

11 Juni 2019
dulu saya

Sebuah Curhatan Mahasiswi : Perilaku yang Saya Benci Dulu Adalah Perilaku Saya Sekarang

11 Juni 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

17 Desember 2025
3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

16 Desember 2025
Potensi Wisata Indramayu yang Belum Tergarap Maksimal (Wikimedia)

Potensi Wisata Indramayu yang Belum Tergarap Maksimal

21 Desember 2025
Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

18 Desember 2025
Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

23 Desember 2025
4 Rekomendasi Film India Penuh Plot Twist Sambil Nunggu 3 Idiots 2 Tayang

4 Rekomendasi Film India Penuh Plot Twist Sambil Nunggu 3 Idiots 2 Tayang

18 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Jogja Mulai Macet, Mari Kita Mulai Menyalahkan 7 Juta Wisatawan yang Datang Berlibur padahal Dosa Ada di Tangan Pemerintah
  • 10 Perempuan Inspiratif Semarang yang Beri Kontribusi dan Dampak Nyata, Generasi ke-4 Sido Muncul hingga Penari Tradisional Tertua
  • Kolaboraya Bukan Sekadar Kenduri: Ia Pandora, Lentera, dan Pesan Krusial Warga Sipil Tanpa Ndakik-ndakik
  • Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa
  • Menguatkan Pembinaan Pencak Silat di Semarang, Karena Olahraga Ini Bisa Harumkan Indonesia di Kancah Internasional
  • Dianggap Aib Keluarga karena Jadi Sarjana Nganggur Selama 5 Tahun di Desa, padahal Sibuk Jadi Penulis

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.