Saya adalah seorang lulusan Sistem Informasi Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha). Boleh dibilang, saya baru saja melewati babak akhir kuliah yang berat.
Hampir tiap malam di kos, saya bergadang ditemani kopi dan tumpukan referensi. Layar laptop yang penuh diagram dan tabel rencana jangka panjang tak jarang membuat kepala penat. Pernah terbersit di benak ini perasaan putus asa, takut skripsi yang saya kerjakan tak kelar juga. Namun dengan susah payah, saya berhasil menuntaskan skripsi dan diwisuda.
Di podium wisuda, saya kira perjuangan terberat sudah lewat. Tetapi ternyata selepas itu tantangan baru yang tak kalah pelik sudah menunggu.
Lulusan Sistem Informasi mencari lowongan kerja yang tak kunjung datang
Selepas lulus, saya memutuskan pulang ke kampung halaman di Jembrana, Bali Barat. Dengan gelar sarjana Sistem Informasi, saya optimis mencari pekerjaan pertama. Sayangnya, optimisme itu pelan-pelan terkikis seiring waktu.
Lowongan kerja di bidang IT rupanya tak sebanyak yang saya bayangkan, apalagi di daerah kecil seperti Jembrana. Setiap hari saya rajin membuka situs lowongan dan mengirim lamaran ke sana kemari. Kalaupun ada lowongan menarik di luar kota untuk lulusan Sistem Informasi, saya terpaksa mengurungkan niat karena tak bisa merantau jauh. Maklum, saya terlahir sebagai anak laki-laki terakhir dan diharapkan orang tua untuk tetap tinggal dekat keluarga.
Meski begitu saya tak tinggal diam. Sembari menunggu kabar baik, saya mencoba menyibukkan diri dengan freelance sebagai web developer untuk proyek-proyek lokal. Mulai dari membuat website profil bisnis, toko online, hingga pembuatan dokumen yang berkaitan dengan IT.
Honornya memang pas-pasan, sekadar cukup untuk uang jajan dan beli kuota internet, tetapi saya bersyukur bisa mengasah ilmu yang saya dapatkan di bangku kuliah. Setidaknya freelance membuat saya tetap produktif meski masih mencari pekerjaan tetap.
Akan tetapi di balik itu ada perasaan waswas, sampai kapan saya harus begini? Melihat teman-teman seangkatan mulai memamerkan foto tempat kerja baru di media sosial, saya hanya bisa menarik napas panjang.
Hingga suatu hari secercah harapan muncul. Ada panggilan kerja dari sebuah rumah sakit di Jembrana Bali. Setelah penantian panjang, akhirnya ada juga yang melirik CV saya. Tanpa pikir panjang, saya menerima tawaran tersebut. Membayangkan inilah awal karier yang sesungguhnya sekaligus kesempatan bagi lulusan Sistem Informasi seperti saya.
Kerja pertama disuruh benerin CCTV
Seperti perusahaan lainnya, di hari pertama bekerja saya menghabiskan waktu dengan masa orientasi untuk mengenal lingkungan bisnis. Di masa orientasi, saya dibawa ke setiap ruangan yang berisi monitor CCTV dan tumpukan berkas. Kalau dilihat di surat kontrak, posisi resmi saya sih programmer. Namun kenyataannya, hampir tiap hari saya disuruh menjadi “teknisi umum” di kantor tersebut.
Belum seminggu bekerja, saya sudah diminta memeriksa CCTV rusak, memasang ulang kabel LAN, hingga membetulkan printer macet. Pekerjaan yang sebenarnya di luar bayangan saya sebagai lulusan Sistem Informasi saat menerima tawaran kerja ini.
Sejujurnya saya tak mau mengeluh. Saya sadar bahwa saya adalah orang baru. Namun minggu berganti bulan, tugas yang datang tak jauh-jauh dari urusan remeh seperti CCTV eror, instal ulang Windows, dan setting WiFi ngadat. Alih-alih mengembangkan sistem informasi atau ngoding aplikasi seperti impian saya dulu, saya merasa lebih mirip tukang servis elektronik dadakan. Rekan-rekan di kantor bahkan mulai melekatkan stereotipe. Apa pun yang berbau listrik dan komputer, pasti memanggil saya.
Soal gaji tak kalah mengundang sesak di dada. Gaji awal yang saya terima sebagai lulusan Sistem Informasi ternyata jauh di bawah UMK Jembrana. Yang lebih menyedihkan, nominalnya bahkan setara dengan tenaga kebersihan di kantor.
Sejujurnya saya kecewa, tapi berharap situasi membaik. Tiap pulang kerja, tubuh saya lelah bukan karena menganalisis sistem seperti cita-cita saya dulu, melainkan karena naik-turun tangga mengecek CCTV dan kabel jaringan.
Akhirnya setelah menimbang berbagai hal, saya memutuskan resign. Keputusan tersebut cukup berat mengingat sulitnya mencari pekerjaan bagi lulusan Sistem Informasi di Jembrana Bali. Namun bertahan di posisi itu rasanya semakin tak ada gunanya bagi perkembangan karier saya.
Memutuskan tetap berkarya di kampung halaman sebagai lulusan Sistem Informasi
Kini saya kembali ke rutinitas awal, namun dengan perspektif berbeda. Di pagi hari, saya bekerja paruh waktu sebagai web administrator di sebuah lembaga lokal. Pekerjaannya sederhana, menjaga website dan media sosial agar tetap aktif dan terbarui. Gajinya tak besar, tapi cukup untuk memenuhi kebutuhan harian sederhana di Jembrana yang relatif tak semahal di kota.
Sore harinya saya mengambil beberapa proyek freelance pembuatan website dan proyek IT lainnya. Kadang saya meeting dengan klien melalui Google Meet, kadang juga bertemu di tempat nongkrong terdekat. Ada kepuasan tersendiri ketika melihat bisnis kecil tetangga saya kini punya website sederhana buatan saya. Hal kecil ini justru membuat saya sebagai lulusan Sistem Informasi lebih bermanfaat.
Tentu saja pilihan untuk tetap tinggal di kampung bukan tanpa konsekuensi. Karier saya mungkin tak melesat cepat seperti teman-teman yang merantau ke Denpasar atau Badung. Sesekali terlintas penyesalan kenapa tak mencoba peruntungan di kota besar dari dulu. Namun tiap kali ragu, saya mengingat alasan utama saya bertahan: keluarga.
Jadi fresh graduate di daerah terpencil penuh tantangan
Menjadi fresh graduate di daerah terpencil seperti Jembrana memang penuh tantangan. Saya pikir banyak cerita serupa di luar sana. Tak semua lulusan perguruan tinggi mendapat pekerjaan impian dengan gaji tinggi. Saya yakin ada yang harus pontang-panting seperti pengalaman saya.
Meski jalan hidup berliku dan tak sesuai ekspektasi awal, saya merasa lega masih bisa melakukan hal yang saya sukai dan berguna bagi orang sekitar. Cerita soal penderitaan sebagai lulusan Sistem Informasi ini membuat saya menyadari satu hal: tak apa bergerak perlahan, asal tetap berjalan.
Penulis: Ida Bagus Indra Dewangkara
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Sistem Informasi: Jurusan IT yang Nggak Cuma Ngurusi Komputer doang.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















