Ibu mertua biasa dikisahkan sebagai sosok yang kurang bisa akur dengan menantu perempuannya. Apalagi jika tinggal serumah, waduh, sudah hafal rasanya mendengar cerita tentang perseteruan tanpa akhir antara menantu perempuan dengan ibu mertuanya. Kalau di media sosial, postingan gibah tentang mertua biasanya bakal ruameee banget. Dan biasanya dalam postingan begitu, warganet akan memberi saran untuk pisah rumah dengan mertua. Dikirane gampang duite, Lur~
Itu problematika untuk yang masih tinggal serumah bersama mertuanya. Sedangkan yang tidak tinggal serumah dengan mertuanya pun tak kalah pelik. Biasanya, selisih paham yang terjadi berkaitan dengan cara mengasuh cucu, apalagi kalau sang anak mantu update urusan kesehatan dan parenting, sementara mertuanya masih mengagungkan budaya lama yang kurang relevan dengan pengetahuan masa kini. Dijamin dongkol vs dongkol, tuh.
Dalam relasi kurang baik antara menantu perempuan dengan ibu mertua, posisi pria sebagai suami dan sebagai anak jadi serba salah. Membela ibunya kok ya kurang pas, karena istrinya juga benar. Ngotot belain istri, kok ya takut durhaka pada ibunda. Lakon pria ini pun biasanya memilih diam dan meminta istrinya lebih berbesar hati. Walaupun ada pula yang mending gelut dan cerai karena merasa ibunya direndahkan.
Meski kerumitan hubungan ibu mertua dan menantu perempuan sangat pelik, tetap saja yang namanya manusia, kebanyakan tidak memikirkan risiko itu saat akan menikah. Hal-hal yang sudah diusahakan para konsultan prapernikahan, karena belum terjadi ya hanya dianggap sebagai hal remeh yang diberitahukan oleh konsultan untuk menguji kemantapan calon pengantin.
Nanti giliran sudah kejadian, kadung cinta, menikah, dan beranak banyak, baru bingung lantaran “masalah kecil” tadi ternyata terus saja mengganggu harmonisnya kehidupan rumah tangga. Kalau sudah begitu balik ke konsultan minta solusi instan, lalu marah-marah kalau yang dikonsultasikan ternyata butuh proses panjang untuk penyelesaiannya. Byuh!
Kadang, kalau sudah telanjur terjadi tekanan batin akibat hubungan buruk dengan ibu mertua, yang bisa dilakukan adalah bertahan dengan segala sakit di dada atau dengan bercita-cita menjadi ibu mertua yang baik. Nah, untuk perihal kedua ini, saya punya tipsnya, meski saya belum menjadi mertua, sih. Tips ini saya analisa dari ibu mertua, yang menurut saya tak sama dengan yang ada di kisah-kisah menyedihkan tentang hubungan menantu perempuan dan ibu mertua.
#1 Berteman dengan menantu di media sosial
Dengan berteman di media sosial, ibu mertua dapat mengamati bagaimana keseharian menantunya. Akan tetapi, ada baiknya jika ibu mertua menjadi silent reader saja supaya menantu merasa nyaman meski dikepoin. Dengan berteman di media sosial, saat ngobrol pun, ibu mertua dapat menyesuaikan topik apa yang cocok dibahas dengan menantu. Misalnya, menantu suka drakor Start-Up, bahas tuh menantu tim siapa. Asal jangan gelut saja karena rebutan second lead. Hehehe…
#2 Memercayakan dapur pada menantu
Untuk menantu yang suka memasak, dapur bagaikan istana. Jika masih serumah dengan mertua, istana ini sering punya pemimpin ganda. Tak ada salahnya memberi ruang bagi menantu buat berekspresi. Jika khawatir terlalu banyak merecoki, ibu mertua bisa menyingkir dulu, nyapu halaman, update status, baca Twitter, atau belanja di Shopee, asalkan sang menantu bisa bebas bereksperimen di dapur, deh.
#3 Memuji menantu
Pastikan memujinya dengan kalem. Jangan lebay dan harus relevan dengan kelebihan menantu. Kalau memuji masakan menantu enak, padahal sering membuat gosong tempe goreng, lha itu sih namanya sinisme. Kalau menantunya rajin baca Mojok, pasti langsung paham dengan gaya sotar-satir. Cilaka. Maka pastikan pujiannya tepat dan secukupnya kayak lagu Hindia, tuh. Aha-aha secukupnya…
Ketiga tips tadi adalah hal-hal yang dilakukan oleh ibu mertua pada saya. Daripada cuma pamer punya mertua yang super duper baik, mendingan saya analisa kebaikan beliau dan bagikan ke dunia. Siapa tahu kelak soal tidak akurnya ibu mertua dengan menantu perempuan hanya akan menjadi mitos belaka. Berharap agak lebay boleh dong ya, perdamaian dunia pastinya dimulai dari perdamaian-perdamaian kecil di keseharian umat manusia.
BACA JUGA Menyelisik Manfaat Lek-Lekan Para Ibu yang Dibalut dengan Istilah Me Time dan tulisan Butet Rachmawati Sailenta Marpaung lainnya.