Dear Bojonegoro, Kamu Nggak Harus Ikutan Bikin Malioboro Baru kok

4 Alasan Julukan Maliogoro untuk Jalan MH Thamrin Bojonegoro Kurang Tepat

4 Alasan Julukan Maliogoro untuk Jalan MH Thamrin Bojonegoro Kurang Tepat (Untung Subagyo/Shutterstock.com)

Bojonegoro nggak cocok bikin jalan ala Malioboro di kotanya, ha wong panas lho

Industri pariwisata kini menjadi salah satu industri yang diidam-idamkan setiap pemerintah kabupaten/kota, sehingga mereka berlomba-lomba mengemas kotanya agar layak dijual sebagai objek pariwisata. Sebut saja Yogyakarta, sejak dahulu ia sudah menjadi ikon wisata dengan nuansa klasik di sepanjang Malioboro. Tentu saja pantas, Yogyakarta telah menjual kotanya sedemikian rupa dan diterima oleh pengunjung dari berbagai kota ataupun mancanegara. Bahkan, mereka berlomba-lomba untuk mengunjungi kota apik satu ini.

Gaya ala-ala Malioboro ini rupanya ditiru oleh berbagai kota demi meningkatkan pengunjung di suatu jalan yang dianggap ikonik di kota tersebut. Kota Malang misalnya, Jalan Basuki Rahmat yang sempat viral awal tahun lalu disulap ala-ala Malioboro. Suasana Kota Malang yang tidak sepanas kota-kota di Jawa Timur lainnya cukup mendukung keberadaan tempat wisata baru ini. Tentu saja masyarakat setempat ataupun penghuni “sementara” Kota Malang setuju-setuju saja dengan keberadaan Malioboro versi Malang.

Ternyata oh ternyata, selain Kota Malang, ada lagi kabupaten yang berusaha meniru gaya Malioboro. Ia adalah Kabupaten Bojonegoro. Kabupaten yang berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah ini sedang berusaha setengah-setengah untuk mempercantik wilayahnya sehingga tampak indah dan layak dijual. Pasalnya, suhu hariannya saja mencapai 34°C, bahkan pernah menembus angka 40°C. Saya rasa, menggoreng telur di jalan rayanya saja akan matang.

Setiap kali saya turun Stasiun Bojonegoro yang terletak di Jalan Gajah Mada, terik matahari bisa menembus kulit kepala. Sisi kanan dan kiri jalan raya yang dulunya masih cukup banyak pepohonan, kini dibabat habis dan menyisakan trotoar kosong. Kabupaten yang sehari-harinya sudah panas, setelah kehilangan sumber resapan air semakin saja panas. Bahkan kini, gaya ala-ala Malioboro mulai dibangun, seperti menata bangku-bangku di sepanjang trotoar dan ditambahkan lampu jalan.

Pemerintah kabupaten setempat setidaknya mulai menyadari akan pentingnya ikon suatu daerah, meningkatkan industri pariwisata. Tetapi yo nggak gitu juga kaleee. Kalau dibuat begitu, minimal jangan hilangkan pepohonan yang bisa buat senderan ketika kepanasan. Apabila pepohonannya sudah hilang dan cuaca panasnya selalu menusuk kulit, siapapun pasti ogah duduk di bangku sepanjang trotoar.

Baca halaman selanjutnya

Tempat yang rindang adalah kunci, bukan Malioboro Gaya Baru

Gara-gara pengeboran minyak yang berada di setiap sudut Bojonegoro, suhu harian memang selalu meningkat. Banyak area persawahan yang diubah menjadi jalan khusus pentransferan minyak. Area pengeboran yang selalu diperluas membuat anak muda asal daerah ini banyak yang memilih melancong jauh dan mencari daerah yang cukup sejuk untuk dihuni.

Meskipun demikian, Bojonegoro masih memiliki daerah yang rindang. Sayangnya, areanya yang cenderung terpelosok ini cukup sulit untuk dijangkau masyarakat luar. Kayangan Api misalnya, daerahnya cenderung terpencil dan jauh dari hiruk-pikuk masyarakat. Suasananya cenderung lebih adem dibandingkan wilayah Bojonegoro Kota. Sayangnya, wisata ini mulai membosankan. Di malam hari, jalanannya sangat gelap karena tidak terdapat penerangan dan wisatanya juga itu-itu saja, hanya api abadi yang tidak padam.

Seapik dan seuniknya suatu daerah, setidaknya kapasitas penghijauan juga harus seimbang. Pembangunan wisata tidak melulu harus membabat habis pepohonan yang biasa digunakan sebagai resapan air di sepanjang jalan. Masih banyak cara kreatif yang mampu digunakan untuk meningkatkan pemasukan daerah melalui industri pariwisata. Malioboro memang bagus, karena ia berada di wilayah yang tepat. Nah, kota lain belum tentu cocok apabila dikemas selayaknya Malioboro.

Minimal kalau hendak mengemas daerah menjadi wisata, suhu, letak geografis, kontur wilayah harus diperhatikan terlebih dahulu. Semoga di masa yang akan datang, akan muncul orang-orang kreatif yang mampu mempercantik kabupaten ini.

Penulis: Elvin Nuril Firdaus
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Nggak Cuma di Jogja: Malioboro Juga Punya Cabang di Beberapa Kota

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version