Sewaktu kecil dulu ketika hari raya Idul Fitri, seperti biasa saya dan keluarga pasti mengunjungi tetangga dan sanak saudara untuk bersilaturahmi. Saat mengunjungi tetangga dan saudara, pasti akan disuguhi berbagai macam makanan, entah itu makanan ringan yang selalu siap di atas meja dan juga makanan berat seperti rendang, semur, atau opor ayam. Jika diperhatikan, ada sebuah makanan yang selalu muncul tiap tahunnya di meja tamu. Sebuah kaleng Khong Guan yang menjadi semacam misteri, apakah tahun ini isinya sesuai dengan namanya, atau sama seperti hari kemarin yang berisi rengginang? Saat-saat membuka tutup kaleng Khong Guan itu udah kayak membuka kado dari mantan, bikin deg-degan.
Tapi, jujur saja, meskipun isinya rengginang, asal rengginagnya gurih dan renyah juga tak masalah. Toh orang-orang akan makan dengan lahap, justru ketika isinya benar-benar Khong Guan malah banyak yang menyisakan. Dari sekian banyak macam biskuit di kaleng Khong Guan, cuma beberapa saja yang digemari, saya sih paling gemar sama roti marienya.
Namun, ada yang aneh nggak sih? Kalau dipikir-pikir lagi, kenapa ketika biskuit ori Khong Guan habis, rengginang yang menjadi pilihan untuk mengisi tempatnya? Dulu saya kira itu hanya terjadi di kampung atau kota saya, tapi setelah dewasa dan mengenal media sosial ternyata kaleng Khong Guan yang berisi rengginang banyak dijadikan meme. Hampir semua orang di wilayah Indonesia mungkin punya cerita yang sama.
Kok bisa kompak begini, kenapa semua memilih rengginang, ada apa dengan rengginang? Dari sekian banyak makanan ringan di Indonesia, kenapa malah rengginang? Bisa saja kan diisi kerupuk, pastel kering, atau bisa juga diisi keripik singkong. Apakah ini ada hubungannya dengan tradisi atau kepercayaan tertentu?
Masyarakat kita yang masih sangat tradisional baik di desa atau kota, tabu sekali dengan perubahan. Seperti Pak Narayan Shankar dalam Film Mohabbatein. Kaku, tidak suka perubahan. Padahal yang abadi di dunia ini justru perubahan itu sendiri. Jadi, masyarakat kita itu seakan takut dengan perubahan walau sekecil apa pun itu. Pamali katanya. Mungkin juga rasa takut dan pamali ini yang akhirnya membuat semua orang kompak dengan satu hal bahwa kaleng Khong Guan saat sudah kosong harus diisi rengginang.
Jadi mungkin saja dulu ada orang pertama yang punya inisiatif untuk mengisi kaleng Khong Guan dengan rengginang. Sebab, rengginang cukup mudah untuk dibikin, praktis, dan disukai banyak orang. Kabar itu pun menyebar ketika banyak tetangga berkunjung ke rumahnya saat lebaran. Pada tahun berikutnya, seluruh desa ikut-ikutan mengisi kaleng Khong Guan dengan rengginang. Dari seluruh desa, yang ikut-ikutan kemudian menyebar ke seluruh kota, terus ke seluruh provinsi, terus begitu.
Sebab sudah menjadi tradisi, orang-orang jadi tidak berani melakukan inovasi dengan memilih cemilan lain sebagai isi kaleng Khong Guan. Takut pamali itu tadi yang menjadi alasan. Tapi, perlu diingat, bahwa kisah ini hanya rekaan saya saja, hanya khayalan, tidak ada landasan historisnya. Jadi jangan digunakan sebagai rujukan. Apalagi jadi sumber skripsi “Dinamika Hubungan Antara Toples Khong Guan dan Rengginang” jangan, bisa-bisa kamu diamuk pas seminar atau sidang.
O iya, sekadar info, di kampung saya (atau mungkin di seluruh Indonesia) rengginang terbagi menjadi beberapa macam. Ada rengginang manis ada rengginang gurih. Rengginang manis bisanya dibaluri dengan gula merah cair si atasnya. Sedangkan rengginang yang gurih juga ada dua macam. Satu berbentuk bundar dan sebesar telapak tangan, yang satu lagi berbentuk kerucut kecil. Nah, di kampung saya yang berbentuk kerucut kecil ini yang sering menjadi isi kaleng Khong Guan.
Apa pun alasan para leluhur kita memilih rengginang untuk menggantikan takhta biskuit Khong Guan, yang terpenting itu merupakan sebuah tradisi yang bijak. Dengan menggunakan kemasan secara berkelanjutan, artinya kita sudah ikut menghindari penggunaan dengan sekali pakai. Secara tidak langsung kita berkontribusi mengurangi sampah. Keren kan? Jujur saja, ketika Idul Fitri, saya memang lebih mengharapkan kaleng Khong Guan berisi rengginang ketimbang berisi biskuit orinya. Gurih dan renyahnya bikin ketagihan.
BACA JUGA Kerupuk, Variabel Penting pada Kuliner Indonesia Namun Sering Tak Dianggap dan artikel Sigit Candra Lesmana lainnya.
Sumber gambar: YouTube Khong Guan Biscuit Indonesia