Kemarin Google merekomendasikan saya artikel Mojok tentang betapa susahnya mendapatkan skor TOEFL 550. Ternyata artikel tersebut sebagai respons dari twit seorang dosen yang katanya dari generasi boomer, yang mana sering kali memiliki pola pikir yang kelewat husnuzan, tapi juga sotoy, “Di zaman sekarang, apa sih yang tidak mudah apalagi untuk anak muda?”
Terjadilah perang twit antara generasi muda yang tersentil dan yang pro dengan pendapat boomer tersebut. Ini sebenarnya menurut saya hanya masalah komunikasi. Yang muda terlalu sensitif dan yang tua bukannya meng-encourage malah nge-judge.
Menyamaratakan standar kemampuan bahasa Inggris anak muda hanya karena sekarang zaman serba teknologi dan modern adalah tidak tepat. Meskipun akses itu sudah ada, tidak semua orang mempunyai kesempatan, tingkat kecerdasan, dan lingkungan yang mendukung untuk belajar TOEFL. Biaya ujiannya aja pakai duit, lho.
Namun, menganggap TOEFL sebagai sesuatu yang sangat sulit dan horor sehingga terkesan skor TOEFL adalah sebuah standar yang terlalu tinggi juga salah. Realitanya, bahasa Inggris sebagai bahasa universal sangat mudah untuk diakses dan dipelajari karena materinya yang bejibun di internet.
Di sini saya berbicara untuk golongan yang memang sudah memiliki banyak akses belajar, cuma memang nggak punya keinginan untuk belajar bahasa Inggris dengan alasan: susah, otak nggak nyampe, sibuk, pola pikir “nggak kepakai juga jadi ngapain dipelajarin”, dan sejenisnya. Fakta bahwa kamu bisa baca artikel ini aja berarti kamu punya waktu luang dan kuota untuk buka internet, kan?
#1 Ubah mindsetmu
Saya suka miris dengan orang yang menganggap bahasa Inggris itu susah, TOEFL susah, semua susah. Di luar permasalahan akses, pada dasarnya ilmu tidak ada yang mudah, bedanya mau atau nggak untuk mempelajarinya.
Tanyakan pada diri sendiri, yakin emang nggak punya akses dan waktu, atau males dan kurang kesadaran aja?
Apalagi TOEFL ITP yang menjadi perdebatan itu sebenarnya lebih mudah dibanding TOEFL IBT. Pasalnya, ITP hanya menguji kemampuan pasif bahasa Inggris, yaitu listening dan reading. Berbeda dengan IBT yang menguji kemampuan aktif dan pasif yaitu listening, reading, writing, dan speaking.
#2 Mulai belajar dari dasar bahasa Inggris, bukan langsung soal-soal TOEFL-nya
Kenapa kok bahasa Inggris? Kan maunya skor TOEFL bagus aja.
Begini, makhluk darat. TOEFL aja kepanjangannya Test of English as a Foreigner Language. Ibarat kata mau belajar logaritma tapi nggak tau perkalian, ya nggak akan nyampek.
Makanya TOEFL untuk sebagian orang susah karena mereka langsung belajar soal TOEFL tanpa memahami dasarnya terlebih dulu. Di soal structure misalnya, untuk orang yang ngerti tenses pun belum tentu jawabannya betul kalau mereka nggak paham aturan partikel, kata depan (prepositions), dan sebagainya.
#3 Tau titik start
Semua orang memiliki titik start kemampuan bahasa inggris yang berbeda dan itu tidak apa-apa. Mungkin yang sekarang masih beginner, apakah bisa jadi advanced? Sangat bisa, cuma perlu waktu dan usaha lebih.
Gimana cara tau titik start? Gampang. Googling aja “english level test” atau unduh aplikasi tes bahasa Inggris di handphone. Semua gratis Gaes, modal kuota aja.
Mengetahui kemampuan awal sangat bermanfaat karena kita bisa tau bagian mana yang harus ditingkatkan. Misalnya kurang di listening, berarti belajar dari pengucapan (pronounciation). Kalau jeblok di structure, bisa mulai dari grammar.
#4 Mulai belajar dengan serius
Belajarnya dari mana? Kalau ada biaya lebih ya kursus, tapi kalau kalian sukanya yang gratisan alias cuma punya kuota kayak saya, Google dan YouTube sangat membantu.
Cambridge Dictionary punya modul sangat lengkap untuk grammar dan YouTube punya ribuan video tutorial bahasa Inggris sampai bisa milih mau belajar dari channel lokal atau luar negeri dengan berbagai aksen. Sangat bermanfaat daripada nontonin Atta Halilintar atau video prank kreatif nan lucu bodoh lainnya.
Kalian juga bisa belajar dengan cara menyenangkan lainnya supaya nggak stres di awal. Menonton film bahasa Inggris tanpa subtitle misalnya, sangat membantu agar telinga terbiasa mendengar percakapan bahasa Inggris.
#5 Bahasa dipelajari untuk digunakan
Cara paling gampang ya ngobrol dan minta bimbingan sama teman yang memang udah jago bahasa Inggris atau setidaknya lagi sama-sama belajar.
Lah gimana kalau ansos? Nggak punya temen buat dialog bahasa Inggris. Serius deh, saya sering dikira punya teman imajinasi saking seringnya monolog sendiri padahal umur udah 22 tahun.
Cara mudah lainnya: nulis status WhatsApp, ngetwit, nulis caption Instagram (jangan copy paste quote dari Google doang woy!). Malah kadang jadi lebih hati-hati di medsos karena takut grammar-nya dibenerin. Ngaku.
#6 Latihan soal TOEFL ITP
Lagi-lagi, kalau punya biaya lebih, bisa kursus. Tapi kalau kamu bokek kayak saya yang mau beli buku TOEFL pun nggak ada duitnya, bisa cari e–book di Google dan banyak sekali soal gratis, baik itu untuk reading, listening, dan structure, di Universitas YouTube.
Bukan bermaksud promosi, tapi saya banyak belajar dari channel salah satu dosen bahasa Inggris di Indonesia yang sering live streaming latihan soal TOEFL gratis (bahkan nggak ada AdSense). Banyak juga channel sejenis yang membahas soal TOEFL, tinggal kitanya mau atau nggak untuk unsubscribe Atta Halilintar belajar.
Dalam proses ini, ada yang cepat dan ada yang butuh lebih banyak waktu untuk belajar. Semua tergantung prioritas dan waktu yang diinvestasikan. Toh, tidak semua orang butuh skor TOEFL, meskipun saya juga tidak menafikan bahwa skor TOEFL adalah salah satu indikator kemampuan bahasa Inggris untuk kepentingan akademik dan profesional. Namun, setidaknya punya kesadaran dan kemauan untuk belajar bahasa Inggris itu adalah aset yang berharga.
BACA JUGA Mahasiswa Sastra Inggris Pasti Bisa Dapat Skor TOEFL Tinggi? Belum Tentu