Sejak munculnya pada awal tahun 2000 an, dangdut koplo sudah mendapat hadangan dari beberapa praktisi dangdut nusantara. Sebut saja Rhoma Irama yang sempat menganggap dangdut koplo bukan bagian dari musik dangdut, sampai perseteruan Rhoma Irama dengan Inul Daratista yang dianggap menodai musik dangdut. Mulai dari goyangan yang tidak senonoh, hingga lirik-lirik yang dianggap tidak pantas menjadi dalih ketidaksukaannya terhadap musik ini.
Terlepas dari ketidaksukaan Raja Dangdut terhadap dangdut koplo, sub-genre ini ternyata menyebar lebih cepat dan lebih mudah diterima. Kultur masyarakat pesisir dan kelas bawah menjadi pasar yang empuk bagi dangdut koplo. Mengingat lirik-lirik yang digunakan berkutat tentang masalah tidak punya uang, ditinggal menikah, hingga sakit hati. Kedekatan ini yang membuat dangdut koplo cepat mengambil hati para pendengarnya. Namun genre musik ini tidak mudah mendapat atensi dari anak-anak muda, terlebih lagi anak-anak muda perkotaan.
Dangdut koplo masih dianggap sebagai musik kaum pinggiran dan musik kelas bawah oleh beberapa anak-anak muda perkotaan. Anggapan yang norak, katrok, dan tidak keren menjadi dalih mengapa tidak banyak anak muda yang menyukai dangdut koplo. Meskipun banyak mendapat cacian atau hujatan dari banyak anak muda, dangdut koplo bisa dipastikan terselip di salah satu playlist mereka. Setidaknya itulah yang terjadi dengan teman saya, sebut saja namanya Freddie.
Di lingkungannya, Freddie terkenal dengan gayanya yang sok keren. Mulai dari baju, celana, sepatu, hingga daftar lagu yang hanya dia yang tahu. Freddie tak pernah terlihat biasa-biasa saja. Gayanya selalu paling nyentrik diantara kami. Kalau tidak nyentrik, setidaknya beda sendiri lah sama kami. Urusan penampilan, Freddie cukup pilih-pilih. Dia hanya mau pakai baju, kaus atau celana yang mereknya paling dianggap keren dan edgy. Saya juga nggak tahu apa maksudnya.
Untuk urusan musik, Freddie lebih keras lagi. Semenjak naiknya band-band independen tanah air ke permukaan, Freddie menjadi lebih pilih-pilih soal musik. You name it lah nama-nama bandnya. Freddie bahkan sudah tidak mau lagi mendengarkan band-band dari label besar. Meskipun saya yakin, satu atau dua lagu dari band-band label besar masih sesekali didengarkannya secara diam-diam.
Kalau musik dangdut, Freddie mungkin lebih parah. Dia tak hanya benci sub-genre dangdut koplonya seperti Rhoma Irama dulu. Dia bahkan membenci dangdutnya, langsung ke akarnya. Tak ada alasan yang pasti mengapa Freddie membenci dangdut, apalagi dangdut koplo. Meski tak sampai membenci yang parah, di lingkungan kami Freddie memang terkenal paling benci dengan dangdut. Seperti ketika saya dan Freddie sedang naik motor di jalan, kami melewati sebuah lapangan yang sedang ada orkes dangdut. Freddie langsung bilang, “ndeso banget sih mereka.”
Kelakuan Freddie malah mengesankan bahwa adanya dikotomi sosial antara pendengar band-band independen, dengan pendengar dangdut koplo. Meskipun pada kenyataannya memang ada, tapi ya mbok dilebur dikotominya. Jangan malah dijauhkan lagi.
Tapi akhirnya Freddie menyerah juga. Beberapa minggu lalu, Freddie akhirnya “berkenalan” dengan musik dari dua orang DJ yang suka meremix lagu-lagu pop rock jadi musik koplo. Entah kena petir dimana, Freddie jadi berubah haluan menjadi pendengar dua orang DJ ini, yang menamakan mereka . Meskipun gayanya tetap sok keren, soal musik setidaknya Freddie sudah lebih kompromi.
Setelah saya lihat beberapa video live dari Feel Koplo, memang benar bahwa mereka ini seperti messiah untuk musik koplo. Bagaimana tidak, biasanya dangdut koplo ditonton oleh bapak-bapak, mas-mas belum mandi, sampai gondes-gondes. Kini dangdut koplo ditonton oleh mas-mas edgy dan mbak-mbak trendy. Ini juga membuat musik koplo dikenal lagi oleh muda-mudi yang lebih luas. Meskipun lagunya hanya sebatas lagu-lagu pop yang diremix jadi koplo.
Bayangin aja, mas-mas edgy dan mbak-mbak trendy datang ke sebuah acara, yang ternyata musiknya dangdut koplo remix. Nggak cuma itu, mereka juga nyanyi dan joget bareng. Seakan-akan dangdut koplo adalah jalan hidupnya. Padahal jika disuruh datang ke acara dangdutan di lapangan yang gratis pun, mereka malah nggak ada yang mau.
Tak hanya Feel Koplo, banyak juga orkes-orkes yang mulai merambah pasar anak muda dengan gayanya masing-masing. Tentu dengan dangdut sebagai akarnya. Ini juga yang membuat Freddie berkompromi dengan dangdut koplo, meskipun dia masih sering ngejekin acara dangdutan dan orang-orangnya dengan kata ndeso.
Padahal kalau dilihat, dangdut koplo kekinian juga nggak jauh beda dengan dangdut koplo pada umumnya. Wong cuma beda tampilan, beda orang-orangnya aja. Lainnya ya sama aja, selama itu masih di ranah dangdut koplo. Bahkan musiknya pun ya sebelas dua belas lah.
Anak-anak muda semacam Freddie ini menjadi sasaran empuk untuk musik-musik seperti Feel Koplo dan kawan-kawannya yang mengandalkan remix-remix lagu pop/rock. Meskipun sejak dulu banyak yang sudah melakukannya dan banyak diputar di acara-acara dangdutan, hingga nikahan. Istilahnya, sebelum ini tenar, mereka sudah mengakar.
Tapi ya kembali lagi, namanya musim pasti berganti. Anggap saja dangdut seperti ini sedang memasuki musimnya. Modal laptop sama mixer saja, nggak perlu gendang, seruling, icik-icik, atau apapun lah. Nggak tahu juga akan bertahan lama atau tidak, meskipun dangdutnya enak banget e bos. Koplonya itu lho, serasa berdosa kalau nggak goyang.
Nikmati dulu lah tahun ini. Joget-joget dulu sepuasnya. Mumpung penontonnya keren-keren. Mumpung panggungnya lagi banyak. Siapa tahu tahun depan sudah jarang lagi yang seperti ini dan Freddie mungkin juga sudah ganti lagi musiknya. (*)