Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Curhat Penjual Angkringan Jogja yang Menganggap Kotanya Biasa Saja

Gusti Aditya oleh Gusti Aditya
29 September 2020
A A
Perlahan tapi Pasti, Warmindo Menggeser Angkringan dari List Tempat Makan Murah terminal mojok.co

Perlahan tapi Pasti, Warmindo Menggeser Angkringan dari List Tempat Makan Murah terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Saya bertemu dengan penjual angkringan Jogja yang legend di Bilangan Umbulharjo. Beberapa waktu yang lalu bisnisnya gulung tikar karena pandemi. Grantino Gangga (23) namanya, namun masyarakat dan tongkrongan memanggilnya dengan Sengget. “Nama saya nggak ada korelasinya dengan akta memang, Mas. Sama seperti Jogja dan romantisme yang dari tahun ke tahun selalu dibangun,” katanya. Padahal, saya belum melempar pertanyaan.

Saya pun memulai dengan sebuah pertanyaan yang paling aman, yakni seberapa sentimentil hubungan Sengget dengan angkringan dan Jogja. Ia menjawab, “Lahir, tumbuh, dan berkembang di Kota Jogja menjadi hal yang paling berarti dalam kehidupan saya. Dengan angkringan, saya telah lalui ratusan kali matahari timbul tenggelam dan semburat beranak pinak mewarnai hari-hari saya bersama Jogja.”

Saya hanya bisa manggut-manggut. Sengget memang bakul angkringan Jogja inspiratif di Umbulharjo. Ia mengombinasikan angkringan, racikan tembakau, sastra, dan literasi di dalamnya. Ia melanjutkan, “Saya hanya geli ketika banyak selebtwit ketika kehabisan konten, pasti bakal upload foto Jogja dengan caption ‘Ada yang rindu tempat ini?’ Halah, paling mereka tahunya cuma Kilometer Nol dan sekitarnya. Jogja nggak hanya itu.”

“Ketika mereka mengatakan Jogja itu romantis karena sabda selebtwit, saya tertawa. Jelas-jelas saya menolak. Jogja bagi saya, tak lebih dari sebuah tempat. Kebetulan, tempat itu mengajarkan banyak ihwal kehidupan. Sudah. Nggak kurang, nggak lebih. Nah, yang menjadikan spesial itu dengan siapa kita melewati malam di Jogja. Prinsipnya kan begitu.” katanya melanjutkan.

Saya pun bertanya, “Jadi, nek boleh menyimpulkan, kesan romantis yang dihadirkan ini konsepnya salah?”

“Kan kata Pram, kita harus adil sejak dalam pikiran. Hal romantis hadir dari sisi yang indah dan wangun. Romantis nggak cuma melihat Tugu di malam hari, pun nggak hanya tercenung di Jalan Malioboro pagi buta. Romantis juga bisa hadir di belantara Pasar Kembang atau pinggiran Kota Jogja seperti Umbulharjo dan kawan-kawannya.”

Ia menaikkan nada suaranya, seperti seseorang yang sedang tersedak biji kedondong. “Disclaimer, ya, semua yang saya katakan di atas adalah apa yang dicurhatkan oleh para pelanggan saya.” katanya sambil tertawa.

Sambil nyeruput teh gula batu buatannya, saya kembali bertanya, “Banyak pelanggan angkringan (dulu sebelum kukut) yang anggap Jogja ini biasa aja, Ngget?”

Baca Juga:

Panduan Bertahan Hidup Warga Lokal Jogja agar Tetap Waras dari Invasi 7 Juta Wisatawan

Alasan Posong Temanggung Cocok Dikunjungi Orang-orang yang Lelah Liburan ke Jogja

“Tiap hari ada yang curhat. Mereka bukan nggak sayang Jogja, tapi mereka terpatri dengan suasana yang dihadirkan. Kadung cidro.”

Saya meminta Sengget mencontohkan sebuah kasus. Namun ia terlihat berbelit dan ada indikasi menjaga privasi curhatan pelanggannya.

Sengget pun menjawab seperti ini, “Jangan sekali pun bertanya apakah Jogja itu romantis kepada handai tolan yang punya kisah asmara tragis di kota Ini. Bagi mereka, tiap sudutnya adalah petaka. Selalu muncul bayang-bayang wajah mantan. Wajah yang selalu mengintai dengan perasaan yang kadung ambyar. Matahari tenggelam adalah saat paling sulit, bagai makan brutu yang sejatinya itu silit. Enak tapi yo ngono.”

Ketika saya membahas UMR, Sengget menolak. “Saya nggak terlibat perkara itu. Banyak curhatan masuk, kedua kubu berimbang di telinga saya. Tapi bagaimana pun, sejauh apa pikiran saya berkelana dan secepat apa kaki saya melangkah, Jogja itu sebuah miniatur peristiwa yang luar biasa canggih mandraguna. Kita seperti selalu merasa cukup, sesuai dengan kebutuhan, dan pikiran legowo bahwa hidup akan baik-baik saja, tanpa menilai esok anak cucu kita, nggak bisa terpatri dengan gaya hidup macam kita.”

Dengan hati yang amat berat, saya mencoba bertanya tentang dunia angkringan Jogja yang Sengget tinggalkan, “Ngobrol tentang angkringan yang gulung tikar, padahal sudah banyak orang yang betah, apa nggak ada cara lain untuk bertahan, Ngget?”

Sengget menghela napasnya, ia menjawab dengan kebingungan seakan sedang menyusun kata-kata yang sekiranya mudah saya cerna. “Pandemi jelas jancuk sekali. Awal-awal itu saya berusaha mempertahankan lapak bersama Evan (partner Sengget mengelola angkringan), tapi ya akhirnya kandas juga.”

Sengget pun tertawa tiba-tiba, saya takut karena saya kira beliau kerasukan. Ternyata Sengget teringat satu hal. Katanya, “Pas aku mati-matian cari uang, bayar lapak yang akhirnya lepas karena sengketa lahan dengan pemilik, ndilalah pemerintah malah mengadakan pilkada dengan seenaknya, minggu pagi banyak yang pit-pitan (bersepeda). Lha kapan aku bisa cari duit lagi?”

Sengget bercerita dengan nggak menatap mata saya. Kemudian saya tanya sesuatu. Sebuah pertanyaan yang mungkin aneh, tapi inilah realitanya. “Ngget, menyesal nggak kamu berjuang mempertahankan usaha angkringan di tengah pandemi ini? Padahal orang lain bodo amat dengan pandemi?”

“Nggak, Mas. Blas nggak menyesal. Saya hanya merasa dipermainkan.” 

Gedung-gedung makin tinggi, jalan-jalan sudah mulus, tapi kok ya masih ada saja orang yang belum merdeka secara finansial dan dihegemoni oleh kata-kata indah yang buta akan realita. Memang, sungguh aneh tapi nyata. Tiada kisah paling indah, romantisme Yogyakarta.

Angkringan dan Jogja adalah sebuah simbol bagaimana kehidupan di kota ini berlangsung, bukan sekadar sebuah lapak untuk berjualan, ngopi, dan makan. Di dalamnya menyeruak banyak obrolan. Tentang keluh kesah yang dialami seseorang sepanjang hari dan bagaimana hidup membuatnya harus bertahan sekali lagi. Penjual angkringan adalah saksi saat yang lain menumpahkan emosi. Saya rasa Jogja bukan tentang romantisnya saja, tapi juga tentang luka.

BACA JUGA Bocoran 5 Tanaman Hias Paling Banyak Diburu Belakangan Ini dan tulisan Gusti Aditya lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 29 September 2020 oleh

Tags: angkringanJogja
Gusti Aditya

Gusti Aditya

Pernah makan belut.

ArtikelTerkait

ereveld makam korban perang belanda jogja sulitnya cari makam kuburan mojok

Alasan Makam di Kampung Saya Tidak Bisa Menerima Jenazah dari Luar Kampung

14 Oktober 2020
Tidak Kerja di Jakarta Bikin Saya Bersyukur sekaligus Menaruh Hormat pada Mereka yang Mengadu Nasib di Ibu Kota

Tidak Kerja di Jakarta Bikin Saya Bersyukur sekaligus Menaruh Hormat pada Mereka yang Mengadu Nasib di Ibu Kota

9 Maret 2025
Jogja di Mata Orang Solo: Saya Tak Punya Cukup Alasan Membenci Jogja

Jogja di Mata Orang Solo: Saya Tak Punya Cukup Alasan Membenci Jogja

1 Agustus 2022
3 Hal Sepele yang Sebaiknya Diperhatikan Orang Sunda saat Berkunjung ke Jogja Terminal Mojok

3 Hal Sepele yang Sebaiknya Diperhatikan Orang Sunda Saat Berkunjung ke Jogja

3 September 2022
Barista Jogja: Antara Seksi, Romantis, dan Upah Kelewat Rendah

Membongkar Alasan Barista Jogja Diupah Begitu Rendah

4 Oktober 2022
Kok Bisa Ada Orang Bahagia di Jogja, padahal Hidup Mereka Susah?  

Membongkar 10 Kebohongan Jogja yang Diyakini Banyak Orang

21 Agustus 2022
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Eretan Wetan Indramayu, Venesia Jawa Barat yang Nggak Estetik Sama Sekali

Eretan Wetan Indramayu, Venesia Jawa Barat yang Nggak Estetik Sama Sekali

24 Desember 2025
Alasan Posong Temanggung Cocok Dikunjungi Orang-orang yang Lelah Liburan ke Jogja

Alasan Posong Temanggung Cocok Dikunjungi Orang-orang yang Lelah Liburan ke Jogja

27 Desember 2025
4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

25 Desember 2025
Penjelasan Ending Film The Great Flood buat Kamu yang Masih Mikir Keras Ini Sebenarnya Film Apa

Penjelasan Ending Film The Great Flood buat Kamu yang Masih Mikir Keras Ini Sebenarnya Film Apa

28 Desember 2025
Kuliah Bukan Perlombaan Lulus Tepat Waktu, Universitas Terbuka (UT) Justru Mengajarkan Saya Lulus Tepat Tujuan

Kuliah Bukan Perlombaan Lulus Tepat Waktu, Universitas Terbuka (UT) Justru Mengajarkan Saya Lulus Tepat Tujuan

24 Desember 2025
Apakah Menjadi Atlet Adalah Investasi Terburuk yang Pernah Ada? (Unsplash)

Apakah Menjadi Atlet Adalah Investasi Terburuk dalam Hidup Saya?

27 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.