Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup Fesyen

Citayam Fashion Week: Bergaya Adalah Hak Setiap Orang, Bukan Cuma Mereka yang Beralas Kaki Nike Atau Berparfum Bvlgari

Paula Gianita Primasari oleh Paula Gianita Primasari
12 Juli 2022
A A
Citayam Fashion Week: Bergaya Adalah Hak Setiap Orang, Bukan Cuma Mereka yang Beralas Kaki Nike Atau Berparfum Bvlgari Terminal Mojok

Citayam Fashion Week: Bergaya Adalah Hak Setiap Orang, Bukan Cuma Mereka yang Beralas Kaki Nike Atau Berparfum Bvlgari

Share on FacebookShare on Twitter

Tak ada yang salah dari Citayam Fashion Week, anak muda dari berbagai kota satelit Jakarta bebas mengekspresikan selera fesyen mereka.

Berangkat dari sebuah konten yang belakangan viral di TikTok, nama kawasan Jenderal Sudirman, Jakarta, kembali melambung dan membanjiri lini masa pelbagai media sosial di tanah air. Pasalnya, peristiwa unik baru-baru saja terjadi di sekitar wilayah tersebut. Tepatnya di area selasar depan pintu MRT Dukuh Atas, para remaja tanggung berseliweran dengan dandanan yang cukup nyentrik dan mencolok mata. Kawula muda berusia belasan tahun tersebut rupanya adalah anak SCBD. Bukan, kita tidak sedang membicarakan mbak-mbak SCBD yang beraroma parfum mahal, bersepatu Tory Burch, dan berkalung lanyard merek Coach. SCBD yang dimaksud adalah plesetan kekinian dari Sudirman, Citayam, Bojong Gede, dan Depok.

Fenomena anak muda dari berbagai kota satelit yang melakukan eksodus ke kawasan elite di Jakarta tersebut tengah hangat diperbincangkan khalayak. Tidak hanya komentar bernada positif, banyak pula lontaran sindirian sinis yang ditujukan pada para pemuda-pemudi eksentrik tersebut.

Mereka dianggap mencemari keindahan kawasan Sudirman yang dikenal sebagai distrik bisnis di Jakarta Selatan dan identik dengan gedung pencakar langit serta barang branded. Saking kontrasnya pemandangan antara penampakan anak-anak muda asal kota-kota penyangga yang mengusung gaya street fashion dengan kemewahan kawasan Sudirman, terciptalah apa yang disebut dengan Citayam Fashion Week.

Entah apa maksud adanya julukan Citayam Fashion Week tersebut. Jelas, ini bukanlah sebuah event besar tahunan yang digelar dengan konsep terencana seperti Paris Fashion Week atau Jakarta Fashion Week. Malah, beberapa orang beranggapan penyematan Citayam Fashion Week ini lebih seperti sebuah ejekan terhadap kaum marginal yang disimbolkan oleh anak gaul Citayam. Seolah, mereka tidak pantas beradu selera fashion di area Sudirman yang sejatinya merupakan tempat terbuka milik publik karena kurang mewakili image “wah” ala anak gaul Jaksel.

Sebagaimana yang sudah diketahui banyak orang, anak gaul Jaksel kerap mengenakan fashion items dengan merek internasional berharga ratusan ribu hingga belasan juta. Sedangkan street fashion yang kembali dipopulerkan remaja Citayam cenderung nyeleneh dan bersifat personal tanpa terkukung aturan fesyen. Jajanan mereka pun berbeda. Kalau anak Jaksel menyesap Starbucks, remaja Citayam sudah puas dengan mengunyah cilok.

Opini liar masyarakat pun mulai bermunculan tentang keberadaan mereka di Jakarta, mulai dari motivasi mencari pacar, pencarian jati diri, hingga keinginan remaja Citayam untuk dilihat sebagai individu bebas yang tidak kalah keren dari anak gaul metropolitan. Padahal, apa pun latar belakang mereka nongkrong di tempat tesebut adalah urusan pribadi yang tak perlu terlalu jauh dicampuri.

Kemudian keluhan pun bergulir ke arah kebersihan kota dan keamanan lingkungan. Seakan-akan eksistensi anak gaul Citayam perlahan akan membuat wajah angkuh kawasan Sudirman bersalin menjadi lingkungan yang kotor dan berpotensi menaikkan tingkat kriminalitas di tempat tersebut.

Baca Juga:

Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

Hal ini menarik untuk dicermati. Tidak sekadar sentilan terhadap pemerintah terkait dengan persoalan area hijau dan terbuka untuk publik yang dirasa kurang memadai di kota selain Jakarta. Jakarta rupanya masih menjadi magnet bagi mayoritas orang untuk mengikrarkan eksistensi diri sekaligus menggali rezeki. Bisa dikatakan, ini menjadi pecutan bagi pemerintah masing-masing daerah untuk mengelola kotanya agar tetap bisa menjadi daya tarik bagi warganya sendiri tanpa perlu mengadu nasib ke ibu kota yang katanya lebih kejam dari ibu tiri.

Lebih dari itu, fenomena Citayam Fashion Week ini mengungkap adanya diskriminasi kelas serta klaim terhadap area tertentu yang semestinya diperuntukkan masyarakat umum. Ketidaksukaan sejumlah golongan individu yang merasa mempunyai hak penuh berada serta berkegiatan di kawasan Sudirman terhadap pemuda Citayam mengisyaratkan keengganan mereka untuk berbagi tempat umum dengan orang di luar kelas mereka dalam hal kemampuan finansial.

Ini sedikit mengingatkan kita pada film Parasite di mana seorang tuan kaya raya merasa ada bau kurang sedap di mobil yang dikendarai oleh sopir pribadinya yang juga berasal dari kalangan orang kurang berada. Padahal yang namanya tempat umum, kan, bebas dinikmati siapa saja tanpa perlu membayar. Masa iya mentang-mentang distrik mewah, lantas siapa pun yang berkunjung ke sana wajib memakai barang bermerek from head to toe?

Sudah menjadi stigma yang mengakar lama bahwa kemiskinan selalu dikaitkan dengan hal yang buruk seperti sumber kriminalitas dan kekumuhan. Rasanya, stereotipe ini terlalu berlebihan jika dihubungkan dengan kedatangan remaja Citayam dan sekitarnya ke Jakarta. Mereka toh hanya berlagak dengan fesyen yang memang harga dan labelnya tidak bisa disejajarkan dengan brand yang biasa dipakai oleh anak gaul berdompet tebal seperti Kate Spade, Michael Kors, atau Nike.

Tapi, apa salahnya sih menyandang pakaian murah dan berlalu lalang di kawasan Sudirman tanpa intensi selain terlibat dalam pertunjukan fesyen ala jalanan? Bukankah fesyen juga menjadi salah satu alat komunikasi non-verbal? Melarang mereka berunjuk gigi melalui fesyen sama artinya dengan membungkam suara mereka dalam berekspersi.

Harusnya dengan mencuatnya fenomena ini, pemerintah dan masyarakat bisa mengambil momen untuk kebaikan bersama. Salah satu contohnya adalah dengan memberdayakan pentolan atau para pemengaruh dari komunitas tersebut yang sedang naik daun untuk menyuarakan program seperti menjauhi narkoba, menerapkan KB dalam rumah tangga, atau wajib belajar.

Dalam dunia mode pun, daripada mencaci maki, fenomena Citayam Fashion Week ini sepatutnya dilirik sebagai inspirasi dan langkah awal guna menciptakan suatu medium bagi para pencinta fesyen dari berbagai kelas sosial tanpa harus tunduk pada aturan berpakaian tertentu selayaknya Harajuku Style di Shibuya, Jepang. Tidak hanya di Jakarta, kota-kota lain pun sebenarnya memungkinkan untuk diadakan lokasi serupa asalkan ada dukungan dari pemerintah setempat.

Ruang terbuka adalah milik siapa saja. Begitu pula dengan fesyen. Bergaya adalah hak setiap orang. Bukan hanya mereka yang beralas kaki Nike dan berparfurm Bvlgari.

Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 5 Alasan Kita Nggak Perlu Nyinyirin Anak Citayam yang Nongkrong di SCBD.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 12 Juli 2022 oleh

Tags: Citayam Fashion Weekpilihan redaksistreet fashion
Paula Gianita Primasari

Paula Gianita Primasari

Mahasiswa doktoral UNDIP jurusan Manajemen Pemasaran asal Semarang.

ArtikelTerkait

6 Mie Ayam Jogja yang Unik untuk Perkaya Petualangan Rasamu Terminal Mojok.co

6 Mie Ayam Jogja yang Unik untuk Perkaya Petualangan Rasamu

6 April 2022
5 Mi Instan yang Cocok Dibikin Mi Nyemek, Lebih Enak daripada Indomie Goreng!

5 Mi Instan yang Cocok Dibikin Mi Nyemek, Lebih Enak daripada Indomie Goreng!

20 September 2023
Kapolda DIY Benar, Fight Club Memang Bukan Solusi Pemberantasan Klitih di Jogja

Kapolda DIY Benar, Fight Club Memang Bukan Solusi Pemberantasan Klitih di Jogja

20 Agustus 2024
5 Alasan Mie Sukses's Nggak Sukses Merebut Hati dan Lidah Masyarakat Indonesia

5 Alasan Mie Sukses’s Nggak Sukses Merebut Hati dan Lidah Masyarakat Indonesia

7 Agustus 2025
Mirisnya Menjadi Warga Kabupaten Pemalang

Mirisnya Menjadi Warga Kabupaten Pemalang

15 Februari 2023
Alienoid Blockbuster Fantasi Penuh Aksi dan Komedi dari Korea Selatan Terminal Mojok

Alienoid: Blockbuster Fantasi Penuh Aksi dan Komedi dari Korea Selatan

28 Juli 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Nestapa Tinggal di Kendal: Saat Kemarau Kepanasan, Saat Hujan Kebanjiran

Nestapa Tinggal di Kendal: Saat Kemarau Kepanasan, Saat Hujan Kebanjiran

22 Desember 2025
Jepara Adalah Kota Ukir, Kota yang Ahli Memahat Indah kecuali Masa Depan Warganya

Jepara Adalah Kota Ukir, Kota yang Ahli Memahat Indah kecuali Masa Depan Warganya

26 Desember 2025
Dosen Pembimbing Nggak Minta Draft Skripsi Kertas ke Mahasiswa Layak Masuk Surga kaprodi

Dapat Dosen Pembimbing Seorang Kaprodi Adalah Keberuntungan bagi Mahasiswa Semester Akhir, Pasti Lancar!

25 Desember 2025
Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

26 Desember 2025
Perpustakaan Harusnya Jadi Contoh Baik, Bukan Mendukung Buku Bajakan

Perpustakaan di Indonesia Memang Nggak Bisa Buka Sampai Malam, apalagi Sampai 24 Jam

26 Desember 2025
Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, tapi Layanan QRIS-nya Belum Merata Mojok.co

Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, Sayang Layanan QRIS-nya Belum Merata 

24 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa
  • Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu
  • Pantai Bama Baluran Situbondo: Indah tapi Waswas Gangguan Monyet Nakal, Itu karena Ulah Wisatawan Sendiri

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.