Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup Personality

Celotehan Pengguna Setia Kereta Rel Listrik (KRL)

Seto Wicaksono oleh Seto Wicaksono
23 Mei 2019
A A
Mahalnya Makanan di Kereta Api dan Ingatan Akan Bakul Pecel dalam Gerbong terminal mojok.co

Mahalnya Makanan di Kereta Api dan Ingatan Akan Bakul Pecel dalam Gerbong terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Sebagai pengguna Kereta Rel Listrik (KRL) selama kurang lebih 10 tahun dan masih berlangsung hingga saat ini—pastinya ada yang lebih lama dari saya—ada beberapa cerita yang tentunya masih saya ingat bahkan terjadi baru-baru ini. Dari awal mula kuliah pada tahun 2009 sampai dengan menjadi pekerja, Kereta Rel Listrik (KRL) menjadi moda transportasi pilihan utama bagi saya juga banyak pekerja lain. Bagaimana tidak, dengan tarif yang relatif terjangkau, tentu bisa menghemat anggaran transportasi dari total pendapatan.

Selain itu, bagi saya yang berdomisili di Bogor dan bekerja di kawasan Jakarta, akan lebih menghemat banyak waktu perjalanan jika berangkat kerja menggunakan KRL dibanding berkendara dengan mobil. Belum lagi menghadapi macetnya jalanan di ibu kota Indonesia—paling tidak sampai dengan saat ini sebelum ada keputusan untuk benar-benar dipindah.

Beberapa pola tingkah laku para pengguna KRL pun sudah biasa saya lihat, alami, dan menjadi ‘sarapan’ sehari-hari. Paling tidak bagi saya yang selalu berangkat kerja pada saat matahari belum terbit dan pulang kerja setelah matahari terbenam. Itu kenapa, kadang saya merasa terjebak dalam nostalgia rindu pada pancaran sinar matahari.

Diawali dari keluhan para pengguna KRL yang sering mengeluh di media sosial, dengan cara mention akun resmi (at)CommuterLine. Memang, akun itu dibuat untuk menanggapi keluhan para pelanggan, mulai dari AC KRL yang tidak menyala sehingga menjadi terasa panas, jadwal kereta telat dari sebagaimana mestinya, sampai laporan jika ada pemuda yang duduk di kursi dan tertidur lalu difoto sedangkan ada orang yang membutuhkan untuk duduk—entah orang tua atau ibu hamil. Maksud saya sih, untuk case yang terakhir akan lebih efektif jika menegur langsung dibanding harus memfoto dan lapor via medsos—biar viral?

Selanjutnya, sudah biasa jika pengguna KRL di jam pagi tidur sambil berdiri—karena tak kuasa menahan kantuk. Ditambah pada jam kerja, KRL pasti penuh padat, tidak memungkinkan untuk duduk. Lalu lutut terasa lemas dan akhirnya seperti akan jatuh sehingga penumpang yang juga berdiri akan kaget. Ini seringkali saya alami—jika sudah seperti itu, saya selalu berpura-pura memejamkan mata agar terlihat masih tertidur untuk meminimalisir malu.

Selain itu, saya selalu menggunakan masker kesehatan untuk menutup mulut dan hidung—tidak melulu karena sedang sakit—lebih kepada pagi hari pada saat banyak orang yang belum sarapan biasanya aroma tidak sedap dari mulut tidak terkontrol. Jadi ini bentuk usaha saya dalam melindungi rongga hidung. Lagi—jika tertidur selama perjalanan lalu mulut saya terbuka—masker ini dapat menjadi pelindung utama dari rasa malu. Bisa juga untuk melindungi pernafasan saya dari bahaya sengatan aroma ketiak yang tidak sedap. Biasanya ini terjadi pada sore hari, saat bakteri sudah tidak tahan untuk melakukan pemberontakan di sekitar area tubuh.

Sudah menjadi rahasia umum pada jam berangkat atau pulang kerja, KRL selalu penuh sesak. Rasanya sudah biasa melihat secara langsung cekcok antar penumpang jika saling berdesakan. Tidak mengenal laki-laki atau perempuan, muda atau dewasa. Pernah kala itu, ada seorang bapak yang tidak suka saat bapak yang lain menyandarkan badannya. Sampai si bapak sewot dan berkata, “MAS, JANGAN LENDOT-LENDOT KE BADAN SAYA DONG. BERAT TAU!”

Saya dengan sengaja capslock kutipan apa yang dikatakan oleh si bapak, agar kekesalannya terasa. Lucu, karena dua orang bapak-bapak berdebat saling tidak mau berhimpitan.

Baca Juga:

7 Sisi Terang Jakarta yang Jarang Dibahas, tapi Nyata Adanya: Bikin Saya Betah dan Nggak Jadi Pulang Kampung

Go Show Tidak Sama dengan Tarif Khusus, dan Istilah Kereta Api Lain yang Sering Dianggap Sama, padahal Beda

Belum lagi penumpang yang kesulitan turun karena banyak sekali penumpang menumpuk di depan pintu, meski banyak yang mengalah untuk turun lebih dulu namun juga tidak sedikit yang tertahan sampai terlewat stasiun tujuannya. Ada yang berhasil turun, tapi sandal atau sepatunya tertinggal di dalam kereta karena sebelumnya tidak sengaja terinjak penumpang lain.

Awal saya menggunakan KRL—saat KRL kelas ekonomi masih beroperasi—banyak peristiwa yang saya alami, mulai dari pencopet yang biasa ditemui pada transportasi umum, sampai pedagang yang berjualan di dalam kereta. Sudahlah sesak, pedagang lalu lalang pada gerbong kereta. Belum lagi penumpang yang memaksa naik hingga atap kereta atau bergelantungan di pinggir dan depan kereta.
Saat ini—bukan hanya KRL—tiap stasiun pun sudah dipugar demi kenyamanan pengguna. Sudah terlihat lebih teratur dan tertib dengan suasana yang juga tidak kalah modern. Perlu diapresiasi juga perihal jadwal keberangkatan KRL yang semakin banyak sehingga lebih memudahkan penumpang dalam memilih jadwal pemberangkatan.

Selain cerita duka dalam kereta, pasti ada juga suka yang dirasa. Semoga transportasi massal di negara kita ini semakin dan selalu membaik keadaannya agar lebih diminati masyarakat luas.

Terakhir diperbarui pada 5 Oktober 2021 oleh

Tags: Anak KeretaAnkerKereta Rel ListrikKRL
Seto Wicaksono

Seto Wicaksono

Kelahiran 20 Juli. Fans Liverpool FC. Lulusan Psikologi Universitas Gunadarma. Seorang Suami, Ayah, dan Recruiter di suatu perusahaan.

ArtikelTerkait

Cikarang Punya Rute KRL, tapi Kami Malah Iri Sama Karawang (Unsplash)

Rute KRL Bikin Orang Karawang Iri Sama Cikarang? Wah, Salah, Justru Kami yang Iri Sama Karawang

20 Juli 2023
Alasan Emak-emak Cikarang Memenuhi dan Jadi Raja KRL Tujuan Tanah Abang jawa timur

Alasan Emak-emak Cikarang Memenuhi dan Jadi Raja KRL Tujuan Tanah Abang

16 Februari 2025
Naik KRL Jakarta Kota-Nambo, Tua dan Capek di Perjalanan Mojok.co malang

Naik KRL Jakarta Kota-Nambo, Tua dan Capek di Perjalanan

10 Januari 2024
Panduan Menikmati Transportasi Umum di Jakarta Terminal Mojok

Panduan Menikmati Transportasi Umum di Jakarta

1 Februari 2023
Lagu “Go Go Kota Solo” Alasan Saya Suka Naik KRL Jogja-Solo Mojok.co

Lagu “Go Go Kota Solo” Alasan Saya Suka Naik KRL Jogja-Solo

24 Oktober 2024
Berangkat Kerja Naik KRL dari Cibinong ke Tangerang: Buat yang Ahli Aja

Berangkat Kerja Naik KRL dari Cibinong ke Tangerang: Buat yang Ahli Aja

19 April 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

22 Desember 2025
Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

16 Desember 2025
Lumajang Bikin Sinting. Slow Living? Malah Tambah Pusing (Unsplash)

Lumajang Sangat Tidak Cocok Jadi Tempat Slow Living: Niat Ngilangin Pusing dapatnya Malah Sinting

19 Desember 2025
Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

18 Desember 2025
Nestapa Tinggal di Kendal: Saat Kemarau Kepanasan, Saat Hujan Kebanjiran

Nestapa Tinggal di Kendal: Saat Kemarau Kepanasan, Saat Hujan Kebanjiran

22 Desember 2025
Hal-hal yang Harus Diketahui Calon Perantau sebelum Pindah ke Surabaya agar Tidak Terjebak Ekspektasi

Hal-hal yang Harus Diketahui Calon Perantau sebelum Pindah ke Surabaya agar Tidak Terjebak Ekspektasi

18 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa
  • Menguatkan Pembinaan Pencak Silat di Semarang, Karena Olahraga Ini Bisa Harumkan Indonesia di Kancah Internasional
  • Dianggap Aib Keluarga karena Jadi Sarjana Nganggur Selama 5 Tahun di Desa, padahal Sibuk Jadi Penulis
  • Terpaksa Jadi Maling-Mendekam di Penjara karena Lelah Punya Orang Tua Miskin, Sejak Kecil Hanya Bisa Ngiler ke Hidup Enak Teman Sebaya
  • Membandingkan Warteg di Singapura, Negara Tersehat di Dunia, dengan Indonesia: Perbedaan Kualitasnya Bagai Langit dan Bumi
  • Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.