“Ton, pagar rubuhin!” begitu teriak Andre Taulany hampir di setiap konten video YouTube Taulany TV. Tono yang merupakan asistennya biasa dijadikan tandem, untuk pemecah suasana. Bahkan sampai dibuatkan jogetan khusus, “Teh Tono” namanya.
Drama hubungan antara artis dengan asistennya memang bukan barang baru. Dulu di era monopoli televisi, banyak asisten yang numpang nongol di acara sang majikan. Nama Uya Kuya dan Raffi Ahmad adalah segelintir artis yang sesekali memunculkan drama dengan asistennya di layar televisi.
Dulu kita mengenal Ciripa, sang asisten dari Uya Kuya, yang sering bertugas mengawal Cinta dalam acara sulap dan hipnotis itu. Si Ciripa ini bisa dikatakan sebagai sosok perintis dari jajaran asisten artis yang melambung namanya. Namanya tak kalah populer dengan si artisnya. Meski kemudian kiprahnya sebagai artis murni yang mandiri tidak laris-laris amat.
Kemudian di era YouTube sekarang ini, drama sang artis dengan asistennya semakin menjadi-jadi. Banyaknya artis yang ikut meramaikan jagat per-YouTube-an, membuat deretan para asisten ini menjadi lebih mudah on frame di kanal YouTube si artis.
Karakteristik YouTube yang lebih personal, tanpa ribet dengan urusan manajemen produksi, aturan ketat KPI, dan tanpa melalui lembaga sensor membuat para asisten ini lebih sering muncul di kanal sang majikan. Sang majikan lebih leluasa mengacak-acak persona sang asisten. Tentu demi trendingnya konten. Persoalan si asisten ikutan trending adalah bonus belaka.
Selain nama Tono, muncul beberapa nama lain, contohnya Merry sang asisten Raffi Ahmad, Slamet sopirnya Baim Wong, Agus Cita asisten dari Denny Cagur, dan Anton asistennya Sule. Sering para asisten ini tampil dalam kanal YouTube milik sang artis, kadang kala juga wajah mereka nongol di acara televisi. Tentu bersama dengan junjungannya.
Mengorbitnya para asisten dalam pusaran dunia hiburan ini tentu tidak bisa dilepaskan begitu saja dari peran sang artisnya. Hubungan yang tampak di antara kedua belah pihak ini terlihat manis-manis saja. Sang artis rela menaikkan nama sang asisten, begitu pun sang asisten dengan sukacita menyambutnya.
Ramainya deretan para asisten artis yang sedang mencoba peruntungannya dalam dunia hiburan, menguatkan fakta bahwa menjadi artis adalah idaman semua orang. Selain fakta lain misalnya tentang antusiasme ajang pencarian bakat.
Ajang unjuk bakat, seperti menyanyi, memasak, sulap, dan akrobat selalu menciptakan magnet tersendiri bagi orang-orang yang ingin menunjukkan bakat mereka, atau hanya haus popularitas. Ajang seperti ini hampir selalu dipenuhi oleh orang-orang, yang harus sabar melewati antrean yang puanjaaang, dan tak peduli lagi akan panas teriknya matahari.
Begitu pun di era internet, beragamnya aplikasi unjuk eksistensi diri mulai menjamur. Mulai dari YouTube, Tiktok, sampai Instagram. Hal ini menambah gairah yang menggebu dari para pencari eksistensi tadi.
Beragam konten, dari yang bermanfaat sampai konten sampah, dari konten yang serius sampai bercanda, dari konten yang waras sampai yang gila. Semua ada di internet. Itu semua dilakukan demi meraih popularitas. Mereka masih beranggapan bahwa populer berarti kebahagiaan, kebahagiaan karena mendapatkan uang.
Namun beda dengan para asisten tadi. Tanpa perlu berpanas-panas mengantri, tanpa perlu bersikap gila di konten mereka. Sebab mereka sudah mempunyai privilege tersendiri. Mereka langsung bisa numpang tenar bersama majikannya. Setelah tenar, barulah ia bisa menjaring penggemar mereka melalui akun media sosial yang ia punya. Sebuah jalan kesuksesan yang tak biasa.
Kita bisa melihat grafik peningkatan jumlah pengikut di akun media sosial mereka. Jumlah pengikut mereka sedikit demi sedikit terkerek naik. Seiring dengan makin intensnya ia berkolaborasi dengan sang majikan.
Kemudian melalui akun media sosialnya masing-masing, para asisten ini lalu mencoba pisah ranjang dari sang majikan. Mereka membuat konten pribadi, walau kadang masih kelewat sederhana. Namun karena telah memiliki privilege atau hak istimewa inilah, yang membuat konten sederhana sang asisten tetap dapat mencuri perhatian khalayak.
Hak istimewa tersemat karena cara yang ditempuh bukan melalui jalan yang biasa. Hak ini biasanya didapatkan oleh orang yang berpengaruh beserta keluarganya. Mereka akan diistimewakan dalam setiap kesempatan.
Untuk menjadi artis pun sama, ada orang-orang yang memiliki hak istimewa. Seseorang bisa menjadi artis jika ayah atau ibunya juga artis. Assigned status, begitu istilahnya dalam ilmu sosial. Banyak keturunan artis yang dikemudian hari mengikuti jejak orang tuanya untuk menjadi artis pula. Ini tentu bukanlah hak yang salah.
Namun orang-orang yang ditakdirkan untuk menjadi asisten artis ini juga pantas menyandang hak istimewa, mereka dibukakan jalannya oleh sang artis. Dengan berkolaborasi sebagai objek penderita atau sekadar tandem TikTok saling lempar canda.
Setidaknya ini memperlihatkan bahwa hubungan yang terjalin antara artis dan asisten adalah hubungan yang saling menguntungkan. Bukan antara budak dengan majikan.
BACA JUGA Nia Ramadhani Sebagai Duta Sosialita Indonesia dan tulisan Sofyan Aziz lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.