Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Featured

Bundesliga, Rasa Iri, dan Alasan Saya Mengkritik Jokowi

Yamadipati Seno oleh Yamadipati Seno
17 Mei 2020
A A
Saya Curiga Pakde Jokowi Hidup di Universe yang Lain terminal mojok.co

Saya Curiga Pakde Jokowi Hidup di Universe yang Lain terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Bundesliga sepak mula juga. Sebuah pemandangan yang disambut dengan haru oleh dunia. Sepak bola, yang baru juga “istirahat” dua bulan, ternyata sangat bikin kangen. Menjadi satu lagi bukti kalau sepak bola adalah olahraga terbesar di dunia. Ya maaf saja, no debat.

Sabtu (16/5) saya punya jatah menulis di Mojok. Tema yang saya pilih adalah alasan-alasan pagelaran Bundesliga yang (seharusnya) menjadi tamparan untuk Pak Jokowi. Tulisan itu murni berupa kritik. Tidak ada unsur kebencian secara personal. Namun, tetap saja banyak yang merasa risih karena saya membandingkan yang tidak sebanding: Pak Jokowi dan Indonesia dengan Jerman dan Bundesliga.

Lewat tulisan ini, izinkan saya mengelaborasi….

Alasan saya mengkritik Jokowi

Pertama, Lee Dixon, legenda Arsenal pernah berkata seperti ini: “Ketika kamu bermain dengan pemain yang lebih baik, secara otomastis, levelmu akan meningkat juga.” Lee Dixon bersyukur bisa berlatih bersama Dennis Bergkamp. Kedatangan Bergkamp berpengaruh kepada level para pemain secara tidak langsung.

Apa hubungannya dengan Bundesliga dan Jokowi? Hubungannya adalah soal mencontoh. Jerman berani memberi lampu hijau kepada Bundesliga untuk sepak mula. Keputusan ini jelas tidak sederhana. Mulai dari aspek kesehatan, protokol menggelar acara yang melibatkan banyak orang, hingga aspek keamanan (mencegah berkumpulnya suporter) berhasil dipenuhi.

Kita ambil satu variabel saja: aspek kesehatan. Indonesia sudah punya sistem deteksi dini potensi adanya pandemi. Namun, kenapa masih kecolongan juga? Korban meninggal di Jerman sudah menyentuh 7.000 jiwa, sedangkan di Indonesia “baru” seribuan. Namun, kenapa Jerman memberi izin untuk Bundesliga? Apakah tidak menghitung risiko?

Sungguh konyol jika kita berburuk sangka kepada Jerman. Artinya, di Jerman, sistem kesehatan dan PENCEGAHAN sudah tertata dengan baik. Semuanya diiringi oleh akal sehat dan ketegasan dari pemerintah, yang menular ke warganya. Apakah Pak Jokowi tidak ingin mencontohnya?

Tidak ada salahnya mencontoh “yang sudah baik”. Tidak memalukan. Tidak ada dana untuk penanganan pandemi? Saya kok tidak percaya. Mungkin lebih tepatnya tidak fokus. Pak Jokowi, maaf, tidak tegas. Baik kepada jajaran elite maupun ke warganya. Bagaimana bisa UU Minerba lolos? Kenapa Perppu Corona yang di dalamnya ada pelanggaran konstitusi serius terus jalan?

Baca Juga:

Betapa Membosankannya Jadi Fans Bayern Munchen

Pandemi Berkepanjangan Bikin Penderita Maskne seperti Saya Kewalahan

Rakyat masih saja dianggap bodoh? Lee Dixon pernah bilang kalau fans itu bakal tahu ketika pemain tidak tulus bermain. Rakyat di sini sama seperti fans Arsenal, yang pasti tahu kalau pemerintah tidak tulus menjaga nyawa rakyat. Sudah begitu, tidak ada kesadaran akan bahayanya pandemi yang ditegaskan oleh pemerintah. Mau hidup berdampingan dengan corona? Ya maaf saya, saya takut.

Lee Dixon mencontoh determinasi seorang Bergkamp di lapangan latihan. Semuanya demi mengangkat level sendiri. Toh nanti, ketika level individu meningkat, yang merasakan nikmatnya juga klub. Mari contoh mereka yang sudah berhasil, Pak. Tidak memalukan kok dengan mengakui kesalahan untuk kemudian memperbaikinya.

Kedua, menentukan prioritas, Pak.

Apa sih yang ingin dikejar dari pelonggaran PSBB? Saya tidak menemukan alasan lain selain aspek ekonomi. Tidak lockdown tidak masalah. Namun, Pak, sebaiknya PSBB dievaluasi. Bukan untuk dilonggarkan, tetapi diperketat, atau setidaknya dipertegas.

Jerman, tidak tanggung-tanggung mengkarantina seribu rumah di awal pandemi untuk mencegah penularan. Bisa dibayangkan jika Jerman tidak tegas sejak awal. Bisa jadi, saat ini, Jerman masih seperti Inggris dan Amerika, yang bebal dan seperti enggan mengakui kalau negaranya gagal melindungi rakyat. Bisa jadi, Bundesliga akan null and void seperti Liga Prancis, alih-alih bisa sepak mula lagi di pertengahan Mei.

Ketika negara tidak fokus, kita sangat sulit mengharapkan rakyatnya bisa fokus juga. Rakyat itu, pada titik tertentu, seperti anak kecil yang mencontoh orang tuanya. Kamu pasti paham dengan perbandingan ini: nasi angkringan dan McD Sarinah atau Indira Kalistha dengan corona adalah jenama mobil.

Iri kepada Bundesliga

Itulah dua alasan saya mengkritik Pak Jokowi. Sekarang, kenapa saya iri dengan Bundesliga?

Saya fans Arsenal. Namun, pada mulanya saya fans PSIM Jogja. Artinya, di sudut hati saya, ada harapan untuk melihat sepak bola Indonesia bisa sepak mula seperti Bundesliga. Apalagi PSIM Jogja baru saja kembali ke “The New Mandala Krida” setelah renovasi selama beberapa tahun. Nostalgia dengan stadion legendaris jelas saya rindukan.

Lewat webinar Bonek Writer Forum, saya mendengar langsung dari Oktafianus Fernando, salah satu pemain Persebaya Surabaya bahwa pandemi ini bikin sulit para pemain sepak bola. Banyak yang tidak punya tabungan lagi karena sepak bola terhenti. Ada yang masih bisa membantu istri berdagang, ada pula yang sudah kebingungan menyambung hidup.

Melihat Bundesliga dirayakan dunia, rasa iri itu muncul begitu saja. Namun, ketika Pak Jokowi mengajak rakyat “hidup berdampingan dengan corona”, saya melihat sepak bola, dan event lainnya, tidak akan bisa berjalan untuk waktu yang lama. Rakyat akan dibiasakan untuk bekerja berdampingan dengan corona. Namun, di sisi lain, kesukaan rakyat akan direnggut.

Bisa apa kita ketika corona tidak bisa diisolasi? Bundesliga bisa sepak mula setelah melewati proses yang pelik. Kesadaran antara pemerintah dan warga seperti menjadi satu. Corona belum bisa diobati, tapi kolaborasi pemerintah dan warga memungkinkan sepak bola mulai lagi. Saya iri, dan saya sedih.

BACA JUGA Bundesliga Menjadi Tamparan Keras Untuk Jokowi dan Para Pembantunya dan tulisan Yamadipati Seno lainnya. Follow Twitter Yamadipati Seno.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pengin gabung grup WhatsApp Terminal Mojok? Kamu bisa klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 17 Mei 2020 oleh

Tags: bundesligamengkritik jokowipandemi corona
Yamadipati Seno

Yamadipati Seno

ArtikelTerkait

Menebak Alasan Orang yang Pakai Masker tapi Maskernya Dibuka

8 April 2020
tattoo artist

Sambatan Mas Pacar yang Seorang Tattoo Artist di Tengah Pandemi

17 April 2020
kenaikan ukt UIN

Saran Prank untuk Kemenag Setelah Prank Kompensasi UKT

5 Mei 2020
Lebaran Tahun Ini: Meski Raga Tak Bersama, Silaturahmi Tetap Harus Terjaga Berlutut dan Pakai Bahasa Jawa Kromo Adalah The Real Sungkeman saat Lebaran Selain Hati, Alam Juga Harus Kembali Fitrah di Hari yang Fitri Nanti Starter Pack Kue dan Jajanan saat Lebaran di Meja Tamu Mengenang Keseruan Silaturahmi Lebaran demi Mendapat Selembar Uang Baru Pasta Gigi Siwak: Antara Sunnah Nabi Atau Komoditas Agama (Lagi) Dilema Perempuan Ketika Menentukan Target Khataman Alquran di Bulan Ramadan Suka Duka Menjalani Ramadan Tersepi yang Jatuh di Tahun Ini Melewati Ramadan dengan Jadi Anak Satu-satunya di Rumah Saat Pandemi Memang Berat Belajar Gaya Hidup Eco-Ramadan dan Menghitung Pengeluaran yang Dibutuhkan Anak-anak yang Rame di Masjid Saat Tarawih Itu Nggak Nakal, Cuma Lagi Perform Aja Fenomena Pindah-pindah Masjid Saat Buka Puasa dan Salat Tarawih Berjamaah 5 Aktivitas yang Bisa Jadi Ramadan Goals Kamu (Selain Tidur) Nanti Kita Cerita tentang Pesantren Kilat Hari Ini Sejak Kapan sih Istilah Ngabuburit Jadi Tren Ketika Ramadan? Kata Siapa Nggak Ada Pasar Ramadan Tahun Ini? Buat yang Ngotot Tarawih Rame-rame di Masjid, Apa Susahnya sih Salat di Rumah? Hukum Prank dalam Islam Sudah Sering Dijelaskan, Mungkin Mereka Lupa Buat Apa Sahur on the Road kalau Malah Nyusahin Orang? Bagi-bagi Takjil tapi Minim Plastik? Bisa Banget, kok! Nikah di Usia 12 Tahun demi Cegah Zina Itu Ramashok! Mending Puasa Aja! Mengenang Kembali Teror Komik Siksa Neraka yang Bikin Trauma Keluh Kesah Siklus Menstruasi “Buka Tutup” Ketika Ramadan Angsle: Menu Takjil yang Nggak Kalah Enak dari Kolak Nanjak Ambeng: Tradisi Buka Bersama ala Desa Pesisir Utara Lamongan

Selain Hati, Alam Juga Harus Kembali Fitrah di Hari yang Fitri Nanti

21 Mei 2020
Alasan Anak Petani Tidak Bercita-cita Menjadi Petani terminal mojok.co

Menggugat Istilah Liga Petani yang Nggak Lucu Sama Sekali

26 September 2020
wudu

Daripada Berharap pada Negara, Wudu Jadi Jalan Ninja Saya Mencegah Corona

18 Maret 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

2 Desember 2025
Lamongan Megilan: Slogan Kabupaten Paling Jelek yang Pernah Saya Dengar, Mending Diubah Aja Mojok.co Semarang

Dari Wingko Babat hingga belikopi, Satu per Satu yang Jadi Milik Lamongan Pada Akhirnya Akan Pindah ke Tangan Semarang

30 November 2025
4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

1 Desember 2025
Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

2 Desember 2025
5 Hal yang Jarang Diketahui Orang Dibalik Kota Bandung yang Katanya Romantis Mojok.co

5 Hal yang Jarang Diketahui Orang di Balik Kota Bandung yang Katanya Romantis 

1 Desember 2025
Pengakuan Pengguna Tumbler Lion Star: Murah, Awet, dan Tidak Mengancam Masa Depan Karier Siapa pun

Pengakuan Pengguna Tumbler Lion Star: Murah, Awet, dan Tidak Mengancam Masa Depan Karier Siapa pun

29 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.