Bangkalan Madura memang enggak diurus, kok, makanya masalahnya itu-itu aja dan semakin menumpuk.
Bulan lalu, ramai tulisan jamaah mojokiyah yang mengeluhkan kondisi kabupaten/kota mereka yang dianggap salah urus. Mulai dari keluhank Mba Noor Annisa tentang kemacetan Jogja. Kemudian, Mbak Helena juga mengeluhkan Kota Kebumen yang salah urus dan malah meniru Jogja padahal Jogja sendiri salah urus. Dan terbaru ada Mas Prasta mengomentari kondisi Kota Surabaya yang menurutnya juga salah urus.
Menurut saya, mereka seharusnya lebih bersyukur, sebab masih ada yang mau mengurus daerah mereka meskipun katanya salah. Berbeda dengan di Bangkalan Madura. Kampung halaman saya ini malah kayak nggak ada yang mengurus. Pokoknya sulit mencari hal yang bisa dibanggakan dari kabupaten ini. Entah itu pendidikan, pariwisata, infrastruktur, apalagi pejabatnya, mohon maaf aja ya Pak/Bu, nggak ada yang bisa dibanggakan. Nggak dulu, deh, kalau kata anak zaman sekarang.
Nah, selain yang sudah saya sebutkan tadi, ada hal lain yang juga nggak diurus sama sekali di kabupaten ini. Bahkan bikin Bangkalan Madura semakin miskin tak berpenghasilan.
Rumah makan banyak, tapi tak ada pemasukan
Di Bangkalan Madura, banyak rumah makan yang cukup ramai, bahkan menjadi ikon kabupaten ini. Tapi sayang, karena nggak diurus, banyak yang nggak taat bayar pajak. Dilansir dari Kompas.com, setidaknya ada 50 rumah makan yang nggak bayar pajak. Tahun lalu ditemukan ada rumah makan yang hanya membayar 700 juta dari total tagihan 5,9 miliar.
Lho, pantas saja, alasan yang sering saya dengar soal ketertinggalan Bangkalan Madura salah satunya ya karena kekurangan dana. Pendapatan Asli Daerah (PAD) rendah karena ternyata pemasukannya nggak maksimal.
Padahal beberapa rumah makan yang mengemplang pajak ini bukan rumah makan abal-abal. Beberapa malah menjadi ikon kuliner Bangkalan. Di tengah kondisi Bangkalan Madura yang nggak bisa banggakan, ternyata rumah makan-rumah makan tersebut juga nggak bisa jadi kebanggaan.
Mungkin kalian bertanya-tanya, kalau nggak diurus, kok bisa ketahuan? Katanya Bangkalan nggak diurus, bukan salah urus? Ya kasus ini juga ketahuan setelah Bangkalan dijabat oleh PJ bupati. Apalah seorang PJ, sebentar lagi beliau juga diganti.
Baca halaman selanjutnya: Bebas mengeksploitasi lingkungan di sini…
Di Bangkalan Madura bebas mengeksploitasi lingkungan
Kekayaan sumber daya alam di Bangkalan Madura bisa di bilang masih murni. Jika diurus dengan baik, pasti bisa membantu pemasukan untuk daerah miskin ini. Nah, saat ini eksploitasi kekayaan alam di Bangkalan Madura sudah mulai banyak dilakukan. Tapi sayangnya karena nggak diurus, eksploitasi tersebut sekadar eksploitasi, nggak bisa memberi kebermanfaatan bagi Bangkalan Madura.
Salah satu kasus yang agak ramai adalah penambangan Galian C. Tahun lalu, jumlah perusahaan tambang yang terdata di Bangkalan Madura nggak sesuai dengan jumlah yang terjadi di lapangan. Retribusi yang didapat pun nggak sebanding dengan eksploitasi yang dilakukan, yakni hanya Rp60 juta. Ini nggak sebanding dengan jumlah serta dampak penambangan yang dilakukan, misalnya kerusakan jalan akibat lalu-lalang pengangkutannya dan lain-lain.
Hal di atas jelas menunjukkan bahwa kabupaten ini memang nggak ada yang mengurus. Tak salah jika dibilang, kursi jabatan yang punya kewajiban mengurus cuma dijadikan ladang penghasilan.
Kalau saya tanya, mau sampai kapan Bangkalan Madura tetap jadi kabupaten miskin, saya rasa yang punya jabatan hanya akan menepis pertanyaan itu tanpa mau menjawabnya. Sebab, mereka memang enggan mengurus.
Penulis: Abdur Rohman
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Bangkalan Madura Memang Problematik, tapi 5 Hal Ini Patut Disyukuri Warga.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.