Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Bagi Saya, Budaya “Yok-Ayok” di Madura Saat Melayat Orang Meninggal Sangat Meresahkan. Mending Dihilangkan karena Sudah Kebablasan

Siti Halwah oleh Siti Halwah
11 Juli 2024
A A
Bagi Saya, Budaya Yok-Ayok di Madura Saat Melayat Orang Meninggal Sangat Meresahkan, Mending Dihilangkan karena Sudah Kebablasan

Bagi Saya, Budaya "Yok-Ayok" di Madura Saat Melayat Orang Meninggal Sangat Meresahkan, Mending Dihilangkan karena Sudah Kebablasan (unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Membuang banyak waktu

Mengapa saya bilang begini? Karena budaya Madura satu ini kadang jaraknya nggak masuk akal, bisa lintas pulau juga. Saya pernah seharian sejak pagi ikut “yok-ayok” ke kabupaten sebelah. Tentu saja saya hanya ngikut tetangga saya dan sama sekali nggak kenal atauapun punya hubungan saudara dengan keluarga yang berduka.

Jadi, budaya “yok-ayok” Madura ini jelas banyak banget membuang-buang waktu. Apalagi terkadang dalam seminggu bisa dua sampai tiga kali.

Budaya “yok-ayok” Madura menghabiskan banyak biaya dari banyak pihak

Di Madura, biaya orang meninggal tuh hampir sama banyaknya dengan biaya pernikahan. Salah satu biaya terbanyak tentu saja jatuh pada konsumsi tamu-tamu pelayat dari desa lain (budaya yok-ayok).

Orang-orang dari desa lain yang ikut melayat seringnya bakal dikasih makan dan tasnya diisi dengan mie instan atau nasi dan lauk pauk. Bayangkan saja kalau pelayatnya minimal 20 orang, sudah habis biaya berapa tuh?

Biaya yang lain juga dikeluarkan oleh orang yang mengajak tetangganya untuk ikut melayat. Biasanya, orang tersebutlah yang akan menanggung ongkos untuk transportasinya.

Terakhir, biaya yang juga dikeluarkan oleh orang-orang yang diajak ikut rombongan “yok-ayok”. Mereka tentunya harus membawa sesuatu untuk diserahkan pada keluarga yang berduka. Biasanya sih budaya orang Madura akan membawa sembako seperti beras, mie kuning, gula, ataupun minyak goreng. Lalu bayangkan jika seminggu ada tiga ajakan “yok-ayok”, apa nggak boncos tuh?

Nah, dari penjabaran saya di atas sudah jelas bahwa budaya “yok-ayok” Madura ini merugikan banyak pihak dan menghabiskan terlalu banyak biaya. Bikin pusing rumah tangga, sesuai sama lirik lagu:

Mun keng ning sittong gik pendenan (kalau cuma satu sih masih nggak apa-apa)
Lok pateh ruwet ka pekkeran (nggak begitu bikin mumet pikiran)
Ngibeh berres dukilo yok lang-elangan (bawa beras dua kilo nggap aja hilang)
Kadheng bedeh bendung gen tellok (kadang barengan bisa sampai tiga)
Pagi sore malem kol pettok (pagi, sore, malam pukul tujuh)
Berres nem kilo e porop Sarimi tello (beras enam kilo hanya ditukar tiga Sarimi)

Baca Juga:

Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

Nggak ramah buat ibu-ibu pekerja

Budaya “yok-ayok” Madura ini seringnya dilakukan antara pukul sepuluh atau siang hari sesudah zuhur. Bergantung jauhnya jarak yang akan ditempuh. Lalu, siapa saja yang pasti nggak akan bisa ikut? Jelas adalah ibu-ibu pekerja.

Biaya hidup di desa yang sawah-sawahnya tiap hari makin terkikis tentunya membuat banyak ibu-ibu harus ikut banting tulang. Apalagi para ibu yang jadi single parent karena suaminya hilang tanpa kabar. Nah, mereka tentunya jarang bisa ikut karena harus bekerja di siang hari.

Mau diubah ke weekend pun juga sama, tetap saja banyak yang masuk kerja. Apalagi kalau kerjanya di warung-warung makan pinggir jalan yang waktu bukanya bisa sampai dua puluh empat jam nonstop.

Kalau nggak ikut budaya “yok-ayok” di Madura bakal jadi bahan gunjingan tetangga yang lain

Kalau seandainya yang nggak bisa ikut budaya “yok-ayok” Madura nggak bakalan kenapa-kenapa, saya pasti sudah memilih nggak terlibat dengan budaya ini. Kenyataannya, orang-orang yang nggak terlibat budaya ini sering kali dikucilkan. Jadi bahan gunjingan dan kalau punya hajatan, orang-orang banyak meremehkan bahkan seringnya malah nyeletuk, “Halah, biasanya dia juga nggak ikut pas saya punya hajat, kok!”

Jadi, saya harap budaya Madura satu ini bisa segera musnah dan banyak perempuan yang memutuskan untuk bekerja. Sehingga budaya “yok-ayok” ini bisa berhenti, cukup sampai generasi di atas saya saja.

Saran saya juga, kalau mau melayat ke anggota keluarganya yang jauh, mending ajak keluarga besarnya sendiri saja. Nggak perlulah mengajak para tetangga, apalagi sampai harus sewa bus dan menginap dua hari.

Situ sebenarnya mau melayat atau pergi tamasya, sih?

Penulis: Siti Halwah
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Sisi Gelap Tahlilan di Pelosok Desa Bangkalan Madura: Ketika Kematian Jadi Ajang Pamer.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Halaman 2 dari 2
Prev12

Terakhir diperbarui pada 12 Juli 2024 oleh

Tags: budaya madurabudaya yok-ayokHajatanmaduramelayatpilihan redaksiyok-ayok
Siti Halwah

Siti Halwah

menulis untuk eksis

ArtikelTerkait

Negara Ini Masih Bisa Ditolong, kok, Tenang, Tinggal Belajar sama Prancis

Negara Ini Masih Bisa Selamat, dan Kita Semua Tahu Caranya

22 Agustus 2024
Sentra IKM Bangkalan Madura Proyek Gagal Total, Kalah sama Rest Area BUMDes Burneh

Sentra IKM Bangkalan Madura Proyek Gagal Total, Kalah sama Rest Area BUMDes Burneh

15 September 2024
Pangkas Rambut Madura: Tetap Eksis Meski Digempur Barbershop Kekinian

Pangkas Rambut Madura: Tetap Eksis Meski Digempur Barbershop Kekinian

30 Mei 2023
Sisi Gelap Kuliah di Universitas Trunojoyo Madura, Kampus Murah yang Nggak Semua Orang Bisa Betah

Sisi Gelap Kuliah di Universitas Trunojoyo Madura, Kampus Murah yang Nggak Semua Orang Bisa Betah

18 Oktober 2025
Menampik Stigma Masyarakat Madura yang Selalu Dibilang Keras dan Beringas terminal mojok.co

Di Madura, Orang Menyebut Mobil dengan Motor

2 Februari 2021
Hilangnya 9 Besi Penutup Got di Bangkalan Menegaskan kalau Orang Madura Memang Tak Layak Dibela

Hilangnya 9 Besi Penutup Got di Bangkalan Menegaskan kalau Orang Madura Memang Tak Layak Dibela

2 Agustus 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

19 Desember 2025
UNU Purwokerto, Kampus Swasta yang Sudah Berdiri Lumayan Lama, tapi Masih Nggak Terkenal

UNU Purwokerto, Kampus Swasta yang Sudah Berdiri Lumayan Lama, tapi Masih Nggak Terkenal

15 Desember 2025
Lumajang Bikin Sinting. Slow Living? Malah Tambah Pusing (Unsplash)

Lumajang Sangat Tidak Cocok Jadi Tempat Slow Living: Niat Ngilangin Pusing dapatnya Malah Sinting

19 Desember 2025
Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

19 Desember 2025
Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

16 Desember 2025
Penyakit Gredek Honda Vario Memang Bukan Kerusakan Fatal, tapi Mengganggu Mojok.co

Penyakit Gredek Honda Vario Memang Bukan Kerusakan Fatal, tapi Mengganggu

13 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi
  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.