Saya terharu dengan Mas Taufik dalam tulisannya tentang budaya sepak bola di Kampung Bajo. Obrolan kami pasca mabuk, ternyata menjadi bahan tulisan yang bisa menambah khasanah perihal sepak bola Indonesia. Melalui tulisan yang tenang dan penuh dengan kenang tersebut, saya yakin, Indonesia memang sudah seharusnya maju dalam cabor sepak bola.
Setidaknya, saya dapat melihat satu tali dari fungsi dan guna sepak bola di tiap daerah Indonesia, yakni daya tarik. Yah, bisa juga itu fungsi sepak bola di masa kini. Ada gula ada semut pun menjadi sahih, ada sepak bola ya ada politisi. Bagaimana dengan Kampung Bajo, Mas Taufik? Sudahkah politik mengakar kuat? Jika nggak ada, maka memang belum saatnya tiba.
Melalui tulisan ini, izinkan saya membandingkan dengan sepak bola di kampung saya, yang biasanya menggelar kompetisi bernama Piala Hokage. Sebuah kompetisi yang pialanya dari kayu yang diukir. Sebagai penghargaan kepada Hokage Pertama di kampung saya dulunya disinyalir sebagai tukang kayu. Ya, setidaknya menguasai kayu-kayuan. Tapi nggak hobi kerja, kerja, dan kerja. Capek, katanya.
Benar, kampung saya bernama Konoha. Kampung yang masuk dalam teritori kekuasaan Daimyo Negara Api. Klub bola di kampung saya namanya sungguh ciamik, yakni PSK. Akronim dari Persatuan Sepakbola Konoha. Sepak bola dengan menggunakan jurus-jurus yang patut ditakuti.
Misalkan ketika lawan mencoba menendang bola ke gawang, kiper kami, salah satu Klan Hyuga, menggunakan jurus byakugan guna melihat pandangan 360º dan juga melihat arus cakra lawan. Gelandang tengah kami adalah Shisui Uchiha, legenda lapangan tengah. Jurus koto amatsukami-nya bisa menghapus memori dan mengobrak-abrik pertahanan lawan.
Sedangkan federasinya bernama PSSK. Akronim dari Persatuan Sepakbola Seluruh Konoha. Federasi kami, sungguh bikin geleng-geleng kepala. Korup, nggak paham sepak bola, jajaran yang seakan nggak mementingkan sepak bola, serta federasi yang penuh lelucon adalah puncaknya.
PSSK ini bagai palugada kendaraan politik. Setidaknya bagi ketua federasi. Sejak zaman Danzo, tetua desa yang membutuhkan tadah politik dan menjadi Hokage bayangan, blio terlebih dulu nyemplung di federasi ini. PSSK adalah kuda pacu politik yang amat megah. Sejak jadi ketua federasi, Danzo makin ngosak-ngasik maruk jabatan. Bahkan, ia sempat membeli saham PSK, hmmm, PS. Konoha.
Sepak bola nggak berprestasi di Konoha. Makanya, nggak pernah dimunculkan di media. Ketua federasi, nggak mikirin prestasi, terpenting sudah dapat kursi nomor satu di Dapil Konoha, ya sudah tujuannya tercapai. Sepak bola favorit bagi masyarakat Konoha, federasi memanfaatkan guna memuaskan tabiatnya.
Ketua federasi terbaru, yang enggan saya sebutkan namanya, justru tingkat narsistiknya kelewat batas normal. Kalau nggak update cuitan di Twitter dengan hastag #JumatBarokah, ya ngucapin Selamat Hari Ninja atau Selamat Hari Raya Shinobi. Sungguh, nggak jelas arah dan tujuannya ke mana selain wajahnya harus nampang di poster-poster sepak bola Konoha.
Selama pandemi, sepak bola Kampung Konoha mati total. Ketidaktegasan federasi ambil sikap, yang kena ya para pemain-pemain kami. Misalkan nih ya, Kampung Otogakure, saudara satu rumpun kami, memilih format liga setengah kompetisi. Federasi mereka, terpenting adalah pemain puas, suporter menikmati, dan menutup kompetisi dengan hormat. Cuan belakangan, deh. Kompetisi sehat, toh cuan bakalan ngalir.
Ada lagi, Sunagakure yang sudah keluar jawaranya. Mereka menggandeng aparat terkait untuk keberlanjutan liga. Ketika federasi paham sepak bola nasib pemain-pemain, ketua federasi yang tegas, dan juga pemerintah mereka mengurus pandemi dengan baik dan benar, segala elemen berjalan baik dan hormat di Sunagakure.
Sedangkan Konoha ya masih begini-begini saja. Masih bergelut dengan ketegasan ketua federasi yang seakan nggak pernah ngapa-ngapain selain bercuit dan pamer foto di Twitter. PSSK ini nggak tegas mengelola pemain-pemain yang nasibnya digantung selama pandemi.
Bahkan, banyak pemain PS. Konoha yang sekarang merumput bersama tim tarkam. Selain buruk bagi perkembangan karier si pemain, hal ini juga seharusnya diperhatikan oleh PSSK. Federasi hanya memberikan opsi demi opsi. Padahal, Ada hidup yang digantung di dalamnya. Para atlet Konoha ini butuh kejelasan, bukan opsi.
Jika nggak ada (atau nggak punya) tindakan nyata, bahkan memberikan opsi sampai seribu tahun lamanya, jeleh lah, wahai PSSK. Sama-sama butuh makan, sama-sama butuh kehidupan yang layak. Shame on you, Persatuan Sepakbola Seluruh Konoha!
BACA JUGA Tobirama Senju, Bapak Pendidikan Konoha yang Mengubah Dunia Ninja dan tulisan Gusti Aditya lainnya.