Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Buat Apa Sekolah Jika Hanya Jadi Penurut?

Ahmad Zulfiyan oleh Ahmad Zulfiyan
9 Mei 2019
A A
belajar di sekolah

belajar di sekolah

Share on FacebookShare on Twitter

Sudah nggak kaget, tapi gemes melihat adanya diskriminasi pendidikan. Sejak dulu, pendidikan memang sudah nggak ramah kelompok marjinal. Pada zaman kolonial Belanda, hanya segelintir golongan yang memiliki privileges, umumnya adalah keturunan ningrat, anak pegawai Belanda, dan anak penguasa yang memiliki akses pada pendidikan formal.

Pada zaman tersebut, tak hanya akses pendidikan bagi pribumi yang dibatasi, namun juga adanya kepentingan Hindia Belanda dalam pengadaan sekolah dimana lulusannya diproyeksikan untuk menjadi pegawai rendahan dalam struktur birokrasi kolonial.

Sampai sekarang, tradisi tersebut tetap dilanggengkan oleh ‘Yang Berkuasa’, sang pembuat sistem. Masyarakat miskin sangat sulit mengakses pendidikan tinggi yang berkualitas. Oh, lebih tepatnya masyarakat miskin tur bodoh. Seleksi masuknya saja sudah menganggap yang bodoh dan miskin nggak boleh sekolah.

Kenyataan tersebut berseberangan dengan cita-cita Menteri Pendidikan Nasional pertama republik ini, Ki Hadjar Dewantoro, yang menginginkan akses egaliter terhadap pendidikan yang berkualitas.

Pada masanya, Ki Hadjar Dewantoro membuat Sekolah Taman Siswa yang ditujukan untuk kaum pribumi yang tak bisa mengenyam pendidikan Belanda. Taman Siswa menjadi simbol bahwa seharusnya pendidikan bukan hanya untuk orang kaya, namun semua golongan. Berpuluh tahun, cita-cita tersebut nampaknya belum jua terwujud.

Menurut Paulo Freire, pendidikan seharusnya membebaskan. Ia mengkritik pendidikan yang malah mengopresi peserta didik. Opresi ini tak hanya dalam bentuk kekerasan fisik, namun juga psikis. Institusi pendidikan berperan dalam mengungkung pikiran peserta didik sedemikian rupa. Secara ekstrem, Freire menyebutnya sebagai sebuah penindasan.

Jika menilik fakta di lapangan, pendapat Freire sangat relevan dengan kondisi pendidikan Indonesia. Institusi pendidikan menganggap peserta didik sebagai objek yang ‘diajar’, bukan sebagai rekan belajar. Objektifikasi ini membuat peserta didik mendapat batasan-batasan yang berdampak pada pikirannya yang jua tergungkung.

Akibatnya, pendidikan tidak lagi meliberasi pemikiran kritis peserta didik. Pendidikan malah menyetir peserta didik untuk berlaku sesuai logika ekonomi; mencari keuntungan sebesar-besarnya. Mahalnya biaya pendidikan juga turut mendorong adanya keinginan untuk balik modal. Jika demikian, pendidikan hanya berperan sebagai pencetak para penurut.

Kita bisa melihat praktiknya di sekitar. Di ranah sekolah dasar dan menengah, peserta didik dipaksa mengikuti aturan-aturan tertentu yang mereka sendiri bingung untuk apa aturan tersebut dibuat. Peserta didik diberi doktrin jika nilai adalah segalanya. Akibatnya, mereka akan berpikiran pragmatis dan (dipaksa) abai dengan permasalahan sekitar.

Di ranah pendidikan tinggi, sebenarnya polanya sama. Mahasiswa dipaksa untuk menuruti aturan yang dibuat dosen jika ingin mendapatkan nilai tinggi. Mahasiswa dibatasi untuk bertindak mulai dari pemaksaan secara formal untuk mengenakan kemeja, celana bahan,dan sepatu pantofel sampai adanya larangan untuk bersikap kontra terhadap pemikiran dosen.

Padahal nilai, aturan, dan tetek bengeknya itu adalah bagian dari cara untuk mencapai tujuan pendidikan, bukan tujuan itu sendiri. Mahasiswa yang bersikukuh terhadap pandangannya dan kontra terhadap pendapat dosen akan diganjar dengan nilai rendah. Karena menginginkan nilai bagus agar cepat lulus, mau tak mau mahasiswa mengikuti pandangan dosen, meski berseberangan.

Pun, masih banyak sekali dosen yang tidak membolehkan mahasiswanya mengikuti berbagai kegiatan organisasi, baik dalam maupun luar kampus, dengan dalih akan menganggu proses belajar di kelas yang pada akhirnya berdampak pada waktu kelulusan yang molor.

“Berhenti ikut organisasi-organisasi nggak jelas itu atau ngulang semester depan?”

Jika kalimat sakti itu muncul dari mulut dosen, mahasiswa bisa apa sih?

Praktik pendidikan, mulai dasar sampai tinggi cenderung mempertumpul kepekaan yang parahnya dilegalisasi oleh sistem. Sistem pendidikan yang masih menggunakan indikasi skor yang tidak mengakomodasi pemikiran kritis dan pemecahan masalah membuat pendidikan sekadar berperan untuk mencetak para penurut.

Peserta didik harus menjadi penurut dan menurut terhadap sistem yang berlaku. Jika tidak, peserta didik akan mendapatkan sanksi formal dari institusi pendidikan dan sanksi sosial dari orang-orang sekitar karena dianggap ‘menyimpang’. Diunen-uneni sampai berbulan-bulan.

Tak heran banyak sekali kasus kecurangan ujian demi mendapat skor tertinggi sebagai indikasi bahwa sistem memiliki kekuatan besar untuk menggiring tindakan dan pikiran peserta didik.

Tidak dapat digeneralisasi, memang. Namun, praktik-praktik pembungkaman terhadap kebebasan peserta didik di ranah pendidikan masih sering terjadi secara struktural-formal. Jika tujuannya adalah mendisiplinkan peserta didik, apakah sejauh ini efektif?

Praktik pendidikan seperti itu, jika memang dipandang efektif untuk mendisiplinkan peserta didik, nyatanya abai dengan esensi pendidikan untuk meliberasi pemikiran dan potensi. Kalau proses pendidikan hanya berhasil menciptakan penurut, apa bedanya dengan pabrik?

Tan Malaka pernah berkata bahwa pendidikan sejatinya adalah proses untuk mempertajam kecerdasan. Pendapat tersebut relevan dengan hakikat pendidikan sebagai cara manusia untuk memiliki otoritas diri secara intelektual, eksistensial, dan sosial.

Belajar tentu sesuatu yang sangat baik. Namun, jika tujuan belajar sebatas mencari nilai bagus dan menghilangkan jati diri sebagai manusia, terus apa gunanya pendidikan yang bahkan memakan waktu yang lama itu?

Pendidikan adalah untuk memanusiakan manusia, bukan membendakan maupun membinatangkan.

Terakhir diperbarui pada 12 Mei 2019 oleh

Tags: PendidikanPenurutSiswa
Ahmad Zulfiyan

Ahmad Zulfiyan

Ahmad Zulfiyan adalah pelajar sepanjang hayat. Tertarik pada isu sosial dan pendidikan.

ArtikelTerkait

Maraknya Kasus Siswa Keracunan Makanan Bukti Bobroknya Kualitas Kantin Sekolah di Indonesia

Maraknya Kasus Siswa Keracunan Makanan Bukti Bobroknya Kualitas Kantin Sekolah di Indonesia

17 Agustus 2024
Informasi Bayar UKT yang Mepet Adalah Bukti Betapa Jeniusnya Birokrat Kampus perguruan tinggi negeri

Informasi Bayar UKT yang Mepet Adalah Bukti Betapa Jeniusnya Birokrat Kampus

26 Januari 2023
5 Hal Kecil yang Bisa Meningkatkan Kemampuan Bahasa Inggris guru bahasa inggris

Betapa Pentingnya Guru Bahasa Inggris di Sekolah Dasar

12 Desember 2022
pendidikan indonesia mojok

Pendidikan di Indonesia Kurang Industri Bagaimana, Pak Muhajir?

9 Juli 2020
Menerka Alasan Guru Matematika Nggak Pernah Bolos Mengajar

Menerka Alasan Guru Matematika Nggak Pernah Bolos Mengajar

4 Maret 2024
Apa Betul Sekolah Favorit Memang Begitu Menjanjikan?

Jangan Mudah Termakan Embel-embel Sekolah Favorit, Nanti Nyesel

22 Juli 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

4 Oleh-oleh Semarang yang Jarang Dilirik Wisatawan padahal Sangat Layak Jadi Buah Tangan Mojok.co

4 Oleh-oleh Semarang yang Jarang Dilirik Wisatawan padahal Sangat Layak Jadi Buah Tangan

10 Juli 2025
Indomobil EMotor Tyranno, Motor Listrik yang Bikin Driver Ojol Cepat Balik Modal Hanya dalam 6 Bulan Mojok.co

Indomobil EMotor Tyranno, Motor Listrik yang Bikin Driver Ojol Cepat Balik Modal Hanya dalam 6 Bulan

16 Juli 2025
Admin Medsos KAI Sigap dan Komunikatif, Humas Pemerintah Harusnya Belajar dari Mereka

Admin Medsos KAI Sigap dan Komunikatif, Humas Pemerintah Harusnya Belajar dari Mereka

10 Juli 2025
4 Hal Sederhana yang Bikin Orang Semarang Kesal, Jangan Lakukan di Depan Mereka

4 Hal Sederhana yang Bikin Orang Semarang Kesal, Jangan Lakukan di Depan Mereka!

14 Juli 2025
Pengalaman Menggunakan Samsung S21+ Selama 2 Tahun Bikin Saya Yakin Mending Beli Flagship Seken ketimbang Hape Midrange Baru hape samsung saber line samsung a06 5g

13 Tahun Menjadi Pengguna Samsung: Kadang Sebel, Kadang Sebel Banget, tapi Nggak Mau Pindah, Telanjur Sayang

10 Juli 2025
Stop Kagum Berlebihan dengan Konten Romantisasi Abdi Dalem Kraton Jogja yang Melarat. Menjijikkan!

Stop Kagum Berlebihan dengan Konten Romantisasi Abdi Dalem Kraton Jogja yang Melarat. Menjijikkan!

15 Juli 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=ek8g_0FrLQM

DARI MOJOK

  • Laptop ASUS: Meski Busuk dan Bikin Malu sama Orang Berlaptop “Apel Kroak”, Tapi Saksi Banyak Orang Tuntaskan Skripsi hingga Cari Cuan
  • Apresiasi untuk Ayah yang Antar Anak ke Sekolah Hanyalah Perayaan Simbolis, Pemerintah Belum Selesaikan Masalah Utama
  • KKN Mending Dihapus Sekalian kalau Isinya Cuma Drama dan Programnya Gini-gini Aja
  • Pupuk Organik Buatan Sendiri Jadi Andalan di Tengah Krisis Bertani
  • 4 Dosa Warteg Mempermainkan Menu demi Untung Besar, tapi Bikin Kapok Pelanggan
  • Ironi Mahasiswa KKN: Merasa Berjasa Membangun Desa Orang tapi Tak Berguna di Desa Sendiri

AmsiNews

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.