Kuliner Jogja yang beragam menjadi salah satu daya tarik wisatawan. Walau tidak semua makanan cocok di lidah wisatawan karena cita rasanya yang cenderung manis, kuliner Jogja selalu menarik untuk dikulik. Terutama, mengulik seputar bahan dan cerita di baliknya.
Nah, salah satu kuliner khas Jogja yang menarik untuk ditelusuri adalah brongkos. Makanan lokal ini memang kalah populer dibanding gudeg atau bakpia, tapi dari segi rasa dan cerita saya jamin bisa diadu.
Mengenal brongkos
Brongkos adalah salah satu jenis hidangan berkuah atau sup. Apabila melihat dari segi penampilan dan bahan, kekerabatan panganan ini cukup dekat sama rawon. Dua panganan itu sama-sama pakai kluwek, keluak, pucung, atau biji kepayang.
Walau sama-sama berkuah hitam, rawon dan brongkos punya beberapa perbedaan. Salah satu yang paling kentara adalah brongkos lebih kental karena pakai santan dan bumbunya lebih kompleks. Bahan inilah yang membuat brongkos punya rasa yang lebih kaya ada manis, gurih, dan pedas.
Selain bumbunya yang lebih komplit ketimbang rawon, isian pada brongkos juga lebih banyak. Di dalam makanan ini juga ada daging sapi, kadang pakai koyor, tahu, telur rebus, jipang alias labu siam, kacang tolo, dan kulit melinjo. Namun, panganan ini tidak punya makanan pendamping atau side dish seperti kecambah dan telur asin pada rawon.
Cerita di balik brongkos
Konon kuliner Jogja yang satu ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram antara abad ke-8 sampai ke-10 masehi. Dulunya brongkos disajikan sebagai hidangan istana untuk keluarga kerajaan. Bahkan, katanya makanan ini merupakan salah satu keremenan Ngarso Dalem Sri Sultan HB 9 dan HB 10.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, brongkos kian merakyat dan menjadi bagian dari makanan tradisional khas Jogja dan Jawa Tengah. Itu mengapa, kuliner ini juga bisa ditemukan di Magelang, Temanggung, Solo, dan Demak dengan variasinya masing-masing.
Pada keluarga tardisional Jogja, brongkos jadi salah satu menu makan sehari-hari favorit. Para simbah atau orang tua pasti lihai memasak panganna ini. Fakta menariknya, brongkos lebih nikmat lagi kalau sudah dipanasi beberapa kali. Ini sesuai dengan madzhab atau gaya kuliner Jogja yaitu pawon anget, yaitu memasak menu yang spesifik disukai masing-masing anggota keluarga tetapi konsekuensinya masakan tersebut akan sisa jadi harus dipanasi lagi besoknya.
Dengan ngenget atau dipanasi lagi, rasa brongkos akan jadi lebih enak. Daging dan koyornya akan lebih empuk. Bumbu rempahnya akan lebih meresap di tahu dan jipang. Kacang tolonya juga lebih lembut, dan bumbunya akan semakin medok atau dalam bahasa dapur pungent. Pokoknya tambah mantaplah.
Mudah dijumpai, tapi kian terlupakan
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, kuliner Jogja yang satu ini kini menjadi makanan. Brongkos dapat dengan mudah dijumpai di warung-warung. Beberapa yang terkenal adalah Warung Brongkos Bu Rini dan Warung Ijo Bu Padmo.
Walaupun cukup banyak warung yang menyajikan panganan ini, tapi sepertinya brongkos masih kurang populer di kalangan warga Jogja, khususnya di tengah anak mudanya. Nggak heran kalau banyak wisatawan tidak begitu melirik kuliner satu ini.
Pamor brongkos di khazanah perkulineran Jogja juga masih kalah sama gudeg, bakpia atau makanan lokal lain. Pamornya juga masih kalah sama saudara jauhnya yaitu rawon. Itu mengapa saya menuliskan ini supaya kuliner Jogja ini bisa dikenal lebih banyak orang.
Penulis: Rizqian Syah Ultsani
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA 4 Kuliner Jogja yang Kurang Cocok di Lidah Wisatawan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.