Belakangan ini ramai di dunia TikTok video seorang istri yang mencampur masakannya dengan sejumlah garam di sendok lalu menyuruh suaminya mencobanya. Ketika ditanya: apakah masakan istrinya itu enak? Sang suami dengan santunnya bilang bahwa rasa masakan istrinya itu enak sekali. Padahal sudah jelas-jelas bagi manusia yang indra pengecapnya masih bekerja secara normal, tentu rasa masakan itu sangatlah asin.
Banyak netizen khususnya perempuan yang mengapresiasi sikap sang suami karena dianggap sebagai suamiable berkat kebohongannya dalam menyenangkan hati sang istri. Andai saja si suami ini bicara jujur tentu bakal beda lagi ceritanya, sudah pasti si suami ini bakal dihujat netizen sebagai suami yang nggak bisa menghargai jerih payah istri.
Drama semacam ini sebenarnya sudah ada dari zaman dahulu kala dan kasus semacam ini lumayan menjadi faktor penyumbang pertengkaran dalam rumah tangga. Tak bisa dimungkiri perkataan suami yang kurang mengenakan hati ketika mengomentari rasa masakan istri jadi bibit sebuah pertikaian.
Namun, sebelum kita bicarakan lebih lanjut, perlu dipahami bahwa memasak bukanlah kewajiban istri. Baik istri maupun suami sama-sama bisa melakukan pekerjaan domestik yang maha penting ini.
Soal penilaian masakah tersebut, terkadang ada jenis orang yang sebenarnya tahu kalau masakannya nggak enak. Namun, dia masih saja berharap kalau pasangannya bakalan romantis dengan bilang kalau masakannya itu paling enak sedunia. Sayangnya, realita itu tak semanis cerita di drama Korea dan banyak ekspektasi semacam ini yang tumbang oleh kenyataan.
Inti utama dari masalah ini sebenarnya terletak pada komunikasi. Andai saja pasangan suami istri memiliki komunikasi yang baik dan sehat, tentu drama semacam ini bisa diminimalisir. Misalnya, untuk menghindari miskomunikasi tentang selera masakan, mungkin bisa dibicarakan terlebih dahulu.
Ada kalanya rasa masakan kita sebenarnya bukan tidak enak, tapi sedang tidak jadi selera pasangan di hari itu. Bisa jadi pasangan sedang sariawan seharian, eh malah kita masakin seblak yang pedesnya level 15. Mau cintanya sama kita kayak gimana, atau mau sukanya kayak apa sama seblak, tentu bakal mikir lagi kalau disuruh makan seblak.
Oleh karenanya, nggak ada salahnya membicarakan menu masakan esok hari selayaknya mengobrolkan impian masa depan. Dalam kasus ini kita tak perlu menebak-nebak apa yang ingin dimakan pasangan. Kita pun nggak perlu bingung dalam memberi kejutan pasangan dengan masakan. Pun pasangan sudah ada persiapan sejak dini menghadapi berbagai kemungkinan. Misalnya, dia nggak akan mau menerima tawaran teman kerjanya buat makan bareng sepulang kerja karena tahu kita sudah memasak di rumah.
Saya yakin kok, nggak ada orang yang benar-benar senang dengan ucapan dusta pasangan dalam memuji rasa masakan kita yang sebenarnya kurang enak. Berbohong demi kebaikan sering kali dianggap sebagai pembenaran bagi sebagian orang. Padahal hal seperti itu membuat orang tidak akan berkembang. Bicara jujur sesuai realita tetap yang terbaik. Hanya saja, syarat dan ketentuan juga harus berlaku.
Pertama, kita dan pasangan harus sadar bahwa belajar memasak bukan perkara yang mudah seperti belajar hal-hal yang lain. Apalagi, jika itu merupakan sesuatu yang baru saja kita pelajari. Tahu kan ya, nggak ada orang yang langsung jadi mahir di suatu bidang. Semua juga berawal dari seorang pemula. Oleh karenanya, dukungan pasangan dalam rangka mengembangkan kemampuan memasak ini sangat diperlukan.
Kedua, dalam memberikan saran dan kritik pun harus paham kaidahnya. Jangan asal ucap tanpa berpikir terlebih dahulu. Pilih kata-kata yang enak didengar. Toh, ini bukan ajang lomba masak, jadi komennya nggak perlu nyelekit-nyelekit kaya juri MasterChef. Pada dasarnya, semua orang baik itu perempuan atau laki-laki, kalau dikritik dengan kalimat yang pedas tanpa perasaan tentu bakalan sakit hati, kan, ya?
Dalam kasus ini jika seseorang memang mau menerima seumur hidupnya memakan masakan pasangannya yang menurut dia itu kurang relate sama selera lidahnya, itu terserah. Asalkan memang tidak ada paksaan di dalamnya. Namun, kalau hal itu hanya dipendam dan tidak berani diungkapkan karena takut pasangannya ngambek atau marah, tentu lamban laun bakal menjadi masalah juga.
Semua orang di dunia ini pada dasarnya ingin dihargai dan diapresiasi atas jerih payahnya. Hanya saja, cara orang menghargai dan mengapresiasi sesuatu itu beda-beda. Tak sedikit dari kita yang menganggap hal seperti itu tidak terlalu penting, tapi bagi pasangan hal seperti ini merupakan sesuatu yang berharga sekali.
Ada baiknya mulai belajar bicara dari hati ke hati dengan bahasa manusia. Nggak perlu, lah kode-kodean lagi. Kalau dirasa ada yang kurang, tentu bisa didiskusikan secara baik-baik lalu dicari solusinya. Kuncinya adalah komunikasi dan kerja sama.
Sumber gambar: Unsplash.com